Kisah Pembantaian Orang Kristen Sesat dalam Sejarah Perang Salib

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 29 Juli 2023 | 07:00 WIB
Sejarah Perang Salib Kataris menjadi pembantaian terhadap sesama orang Kristen, bahkan bukan hanya orang Kristen sesat. (About History)

Nationalgeographic.co.id - Pada tahun 1208, sejarah Perang Salib mulai menyimpang dan tidak hanya memerangi Peradaban Islam di Timur Tengah. Paus Innosensius II (memerintah 1198-1216) menyerukan perang sesama orang Kristen, yaitu kaum Kataris yang dianggap orang Kristen sesat.

Dalam sejarah Perang Salib, gerakan ini dikenal sebagai Perang Salib Kataris. Seruan perang ini didukung penuh oleh Raja Prancis Philip II (memerintah (1180-1223).

Seruan perang ini juga diperkuat dengan dukungan tokoh-tokoh seperti Santa Maria dari Oignies yang mengaku mendapat penglihatan. Yesus Kristus mengatakan padanya keprihatinan terhadap Kaum Kataris di Prancis selatan.

Akan tetapi, tidak seperti semboyannya untuk memerangi orang Kristen, sebenarnya seruan perang ini telah ditunggangi kepentingan Kerajaan Prancis.

Dengan kenyataan itu, sejarah Perang Salib akhirnya menyimpang semakin jauh. Tidak hanya mengalihkan perhatian dari Peradaban Islam, Perang Salib Kataris bahkan berakhir menjadi kepentingan politik.

Raja Prancis ingin memperkuat kontrol terhadap para tuan tanah di wilayah Prancis selatan. Karena pada waktu itu wilayah Prancis selatan lebih bersimpati dengan kerajaan-kerajaan Spanyol timur.

Penyimpangan Perang Salib Kataris

Sejarah Perang Salib Kataris dimulai dari Lyon dan bergerak menyusuri Sunga Rhone pada Juli 1209 M. Akan tetapi, alih-alih wilayah Toulouse (basis utama kaum Kataris) Pasukan Salib malah menargetkan daerah sekitar Albi.

Hal itu karena Raymond dari Toulouse telah membuka negosiasi dengan Paus. Raymond menyerahkan sebidang tanah pada Paus dan memilih bergabung dengan Pasukan Salib.

Dari pergerakan tersebut, sebenarnya sudah terlihat bahwa Perang Salib ini tidak benar-benar menargetkan orang kristen sesat. Pasukan Salib lebih tertarik dengan harta dan ingin menekan para bangsawan di Prancis selatan.

Sejarah Perang Salib Kataris akhirnya dimulai dengan pengepungan yang berhari-hari di sekitar wilayah Albi. Pasukan Salib memberikan syarat untuk menyerahkan orang-orang Kristen sesat untuk dihukum.

Setelah permintaan tersebut ditolak, Pasukan Salib mulai menjarah wilayah tersebut dengan kejam. Sekitar 10.000 orang penduduk kota dibantai dengan darah dingin.

Padahal kota itu mungkin hanya memiliki sekitar 700 orang Kristen sesat dan sekarang jelas bagi semua orang bahwa ini adalah kampanye penaklukan, bukan pertobatan.

Peta yang menunjukkan wilayah wilayah Languedoc di Prancis selatan dan kota-kota utamanya. (Creative Commons Attribution)

Karena terkejut dengan pembantaian tersebut, kota lain di wilayah tersebut, yaitu kota Narbonne langsung menyerah. Penduduk setempat melarikan diri dari kastel dan kota mana pun yang kemungkinan besar akan menjadi sasaran serangan Pasukan Salib berikutnya.

Kastel perkasa Carcassonne jatuh pada tanggal 14 Agustus 1209 M. Sementara Raymond dari Trencavel dimasukkan ke dalam penjara tempat dia tidak dapat melarikan diri hidup-hidup. Simon de Montfort mengambil alih tanah Trencavel.

Ketika Lavaur ditangkap oleh de Montfort pada tahun 1211 M Aimery, penguasa Lavaur dan Montreal, digantung. Saudara perempuannya dilempar ke dalam sumur, 80 kesatrianya dieksekusi dan hingga 400 kaum Kataris dibakar sampai mati.

Bagi orang Kristen yang ditangkap, mati dengan dibakar adalah takdir mereka yang biasa. Namun, secara signifikan, banyak target Pasukan Salib bukanlah basis Kataris.

Seluruh wilayah berkembang menjadi zona perang abadi dengan konsekuensi runtuhnya aturan hukum dan tatanan sosial.

Pada 1211 M krisis semakin dalam. Raymond dari Toulouse memutuskan bahwa Pasukan Salib membuat terlalu banyak tuntutan di wilayahnya. Akhirnya Raymond dari Toulouse beralih menjadi musuh Pasukan Salib lagi.

Setelah mengalahkan pasukan Toulouse-Foix di Castelnaudary pada bulan September 1211 M, de Montfort merebut sebagian besar wilayah selatan pada tahun 1212 M. Sementara itu, Raymond dari Toulouse melarikan diri ke Inggris untuk sementara.

Meskipun Prancis utara memulai rencana pemerintahan baru di wilayah tersebut, pada tahun 1213 M perang gerilya telah menyebar ke mana-mana di Prancis selatan.

Pembantaian, pembakaran, dan mutilasi berlanjut setiap kali sebuah kota atau kastel direbut. Akibatnya, Paus membatalkan status gerakan Perang Salib.

Namun demikian, pada tahun 1214 M gejolak di wilayah tersebut masih belum berhenti. Bahkan menyeret konflik dengan raja-raja dari luar Prancis yang mengincar tanah-tanah bangsawan di wilayah tersebut.

Terutama Raja Aragon dan Raja John dari Inggris yang masih memiliki tanah di Prancis.

Pada 1215 M penaklukan wilayah Toulouse dan Pyrenean selesai. Putra Mahkota Louis bahkan melakukan tur dengan pasukan yang tidak pernah melakukan pertempuran apa pun.

Ilustrasi abad ke-15 M pembantaian orang kristen sesat di Prancis selatan dalam sejarah Perang Salib Kataris. (British Library)

Akhir Sejarah Perang Salib Kataris

Tidak lama setelah itu, kembali terjadi perlawanan lokal. Para pembela sangat terbantu dengan kembalinya Raymond ke bentengnya di Toulouse pada tahun 1217 M.

Pasukan Salib mendapat pukulan lain dengan kematian de Montfort selama pengepungan kota itu pada bulan Juni 1218 M. Dia tewas seketika saat terkena batu besar yang ditembakkan dari ketapel mangonel.

Perang kembali berkecamuk di tingkat lokal. Pihak utama yang memimpin sekarang adalah sekutu Toulouse dan para bangsawan yang telah mendapatkan tanah mereka kembali dari de Montfort.

Sementara itu, Raymond dari Toulouse meninggal pada tahun 1222 M dan dia digantikan oleh putranya Raymond VII (memerintah 1222-1249 M). Ia merebut kembali sebagian besar tanah tua ayahnya dan bahkan Carcassonne pada tahun 1224 M.

Raja Louis VIII setelah kematian ayahnya pada tahun 1223 M, bertekad untuk memperluas kerajaannya. Dengan dukungan Paus Honorius III (memerintah 1216-1227 M), perang salib dilakukan dengan semua perlengkapan Kepausan.

Avignon dikepung dan direbut pada musim panas tahun 1226 M. Menyadari hal yang tak terhindarkan, sebagian besar penguasa Languedoc bersumpah kepada raja, tetapi Raymond VII bertahan.

Sementara itu, di Paris pada November 1226 M, Louis VIII meninggal karena disentri. Raja baru Prancis, Louis IX (memerintah 1226-1270 M) menggantikannya.

Ia menjadi salah satu raja Pasukan Salib abad pertengahan yang paling berkomitmen untuk menyelesaikan perang tersebut.

Serangkaian kemenangan datang dalam dua tahun berikutnya dan Raymond VII dari Toulouse menyetujui syarat penyerahan. Sejarah Perang Salib Kataris dengan demikian berakhir dengan Perjanjian Paris pada tahun 1229 M.