Nationalgeographic.co.id - Sepanjang sejarah Kekaisaran Jepang, ada banyak samurai legendaris yang kehebatannya terus dikenang hingga kini. Salah satunya adalah Tsukahara Bokuden (1490–1571).
Ia adalah samurai Kekaisaran Jepang yang paling mematikan pada zamannya. Reputasinya diperoleh berkat memenangkan pertarungan dengan ahli pedang hebat di masanya.
Mengutip dari laman History of Fighting, “Tsukahara Bokuden hidup selama Periode Muromachi. Ia dikenal sebagai samurai yang tidak pernah kalah dalam pertarungan.” Sebagai samurai, Tsukahara Bokuden setia, mulia, dan selalu siap mati kapan saja.
Ada satu hal yang tidak biasa dari samurai legendaris itu. Tsukahara Bokuden kelak mengembangkan filosofi bahwa menghindari konflik lebih baik daripada bertarung dan membunuh lawan.
Asal-usul Tsukahara Bokuden, samurai legendaris dari Kekaisaran Jepang
Tsukahara Bokuden lahir pada akhir abad ke-15 pada Periode Sengoku Jidai (Zaman Negara Berperang).
Meskipun ia adalah putra seorang pendeta Shinto, Tsukahara Bokuden bisa bergabung dengan prajurit samurai. Pasalnya, itu adalah masa yang penuh gejolak. Sehingga, mereka yang lahir di luar kelas samurai pun bisa memiliki kenaikan pangkat militer. Asalkan, orang itu menunjukkan bakat dan keahlian yang luar biasa.
Sejak kecil, Tsukahara Bokuden menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mempelajari seni bela diri. Pada usia 20 tahun, dia akan mendapatkan ujian nyata pertamanya. Ochiai Torazaemon adalah samurai terkenal yang ditantang dan dikalahkan Tsukahara Bokuden tanpa rasa takut.
Menjadi samurai legendaris di Kekaisaran Jepang
Setelah diberi izin khusus dari daimyo-nya, Tsukahara Bokuden pergi berziarah (Musha Shugyo) untuk mencari guru terbaik. Ia ingin belajar dan menantang samurai terbaik yang ada di Kekaisaran Jepang saat itu.
Secara total, Tsukahara Bokuden telah melakukan 37 duel melawan samurai terbaik di sekitarnya. Dari pertarungan-pertarungan itu, Tsukahara Bokuden menempatkan dirinya di jalan untuk menjadi samurai legendaris. Sang samurai berhasil mengalahkan semua yang berdiri di hadapannya.
Setelah ziarah selesai, dia kembali melayani daimyo-nya dan bertugas di pasukannya. Kemudian di usia 37 tahun, Tsukahara Bokuden diizinkan untuk menetap dan membuka sekolah samurainya sendiri.
Sekolah itu diberi nama Shinto Ryu. Di sana, Tsukahara Bokuden memanfaatkan kemampuannya yang unik dengan pedang samurai dengan baik. Ia pun mengembangkan gayanya sendiri yang disebut Single Cut Style.
Seni mengalahkan musuh tanpa menggunakan tangan
Pada saat sang master mencapai usia 50, ia mengembangkan cara berpikir yang tidak lazim di zamannya. Tsukahara Bokuden bosan terus-menerus merasakan kebutuhan untuk membuktikan dirinya. Pasalnya, saat itu ia sudah memiliki kepercayaan diri pada kemampuannya.
Di sisi lain, Tsukahara Bokuden merasa lebih baik menghindari konflik daripada harus terus-menerus menunjukkan dirinya sebagai yang terbaik.
Ada satu kisah yang menunjukkan keinginan Tsukahara Bokuden untuk mengatasi masalah tanpa kekerasan. Saat bepergian dengan perahu, seorang samurai muda menindas dan mengintimidasi beberapa penumpang lainnya. Ia menyombongkan kehebatannya dalam bertarung dan mengaku sebagai yang terbaik di Kekaisaran Jepang saat itu.
Ketika samurai muda menyadari betapa tidak tergeraknya Tsukahara Bokuden, ia marah. Tidak tahu dengan siapa dia berhadapan, samurai muda yang sombong itu menantang Tsukahara Bokuden untuk berduel.
Tsukahara Bokuden mengatakan kepadanya, “Seni saya berbeda dari seni Anda. Alih-alih fokus pada mengalahkan orang lain, saya lebih memikirkan bagaimana caranya agar tidak dikalahkan."
Tsukahara Bokuden lalu memberitahunya soal sekolahnya bernama The Mutekatsu Ryu yang berarti “mengalahkan musuh tanpa tangan”.
Samurai muda melihat ini sebagai tindakan pengecut dari Tsukahara Bokuden. Masih belum puas, ia memerintahkan tukang perahu untuk berhenti di sebuah pulau agar mereka bisa bertempur di sana.
Ketika samurai muda melompat ke perairan dangkal, Tsukahara Bokuden memegang tiang tukang perahu dan melanjutkan perjalanan. Samurai muda yang murka pun ditinggalkan di pulau itu. Tsukahara Bokuden yang bijak tertawa dan berteriak kepada calon musuhnya, “Ini sekolah pedangku!”
Kehidupan Pensiun Tsukahara Bokuden di Kekaisaran Jepang
Saat pensiun, Tsukahara Bokuden menyepi di tempat perlindungan gunung. Di sana, banyak samurai muda datang untuk belajar darinya.
Tsukahara Bokuden kemudian melakukan ziarah kedua. Kali ini, peziarahan dilakukan untuk mengajar daripada menantang samurai lainnya untuk bertarung.
Muridnya yang paling terkenal selama ini adalah Shogun Ashikaga Yoshiteru yang berusia 17 tahun. Ashikaga Yoshiteru cukup beruntung bisa belajar seni bela diri dari masternya pada tahun 1552.
Pada tahun 1571 pada usia 83 tahun, samurai legendaris Tsukahara Bokuden meninggal. Ironisnya, sekolah yang didirikannya pun ikut menghilang.
Meskipun dia hidup di masa yang penuh gejolak, Tsukahara Bokuden berhasil mengembangkan filosofi damai. Ia percaya bahwa lebih baik menghindari konflik daripada memenangkan pertarungan.
Banyak master hebat sepanjang sejarah seni bela diri berikutnya telah menggemakan keyakinan ini. Mereka adalah Jigoro Kano, pendiri Judo dan Gichin Funakoshi, pendiri karate Shotokan. Hal itu menunjukkan Tsukahara Bokuden sebagai legenda berpikiran maju dalam sejarah samurai di Kekaisaran Jepang.