Nationalgeographic.co.id—Saudari Aleksander Agung, Tesalonika dari Makedonia, adalah sosok yang luar biasa. Hidup lebih lama dari saudara laki-lakinya, dia kemudian menjadi Ratu Makedonia melalui pernikahan dengan salah satu jenderal Aleksander.
Selama penaklukannya, Aleksander Agung menamai segudang kota dengan namanya sendiri. Bahkan, kota terbesar kedua di Yunani dinamai menurut nama saudarinya, Thessaloniki. Siapakah saudari Aleksander Agung ini? Selain dikenal sebagai Ratu Makedonia, ia sering dikaitkan dengan legenda putri duyung.
“Mungkin detail paling menarik tentang Tesalonika adalah mitos yang menyebar di Yunani setelah kematiannya,” tulis Alexander Gale di laman Greek Reporter.
Sebuah cerita rakyat yang populer menyatakan bahwa Ratu Makedonia menjadi putri duyung abadi. Ia kerap mengajukan pertanyaan pada para pelaut yang sedang berlayar.
“Berikan jawaban yang benar, dan perjalanan yang damai pun terjadi. Tapi jika pelaut memberikan jawaban yang salah, kehancuran pun sudah menanti di depan mata,” tambah Gale. Bagaimana legenda tersebut bisa berkembang di Makedonia?
Kehidupan awal saudara perempuan Aleksander Agung
Lahir pada tahun 352 Sebelum Masehi, Tesalonika adalah putri Raja Philip II dari Makedonia dari selirnya, Nicesipolis. Ibunya berasal dari bangsawan Thessalia. Oleh karena itu, nama "Tesalonika" dianugerahkan kepadanya untuk menghormati kemenangan militer Philip atas Thessalia.
Menurut sarjana Bizantium Stephanus, Nicesipolis meninggal hanya 20 hari setelah putrinya lahir.
Sebagai anggota Dinasti Argead, Tesalonika dilahirkan dalam sebuah keluarga yang membentuk jalannya sejarah kuno. Hubungannya yang paling menonjol adalah saudara tirinya, Aleksander Agung, yang naik takhta setelah pembunuhan ayah mereka.
Penaklukan militer Aleksander memberinya ketenaran dan kekuasaan yang luar biasa. Hal itu menjadikannya sebagai salah satu tokoh paling menonjol dalam sejarah dunia.
Tesalonika kemungkinan besar berinteraksi dengan kakaknya, meskipun sejauh mana dan sifat hubungan mereka tetap tidak pasti. Dia baru berusia sekitar 6 atau 7 tahun ketika Aleksander pergi untuk melakukan serangan militer melawan Persia. Dan Tesalonika berusia sekitar 21 tahun ketika sang kakak meninggal.
Putri muda itu tampaknya dibesarkan oleh ibu tirinya dan ibu Aleksander, Olympias. Olympias adalah seorang Putri Molossian dari Epirus. Olympias menikah dengan Phillip II pada 357 Sebelum Masehi untuk mengamankan aliansi antara Molossians dan Makedonia.
Ratu Makedonia
Tesalonika memainkan peran penting dalam lanskap politik Makedonia kuno. Terutama selama tahun-tahun penuh gejolak setelah kematian Aleksander Agung. Kehidupan selanjutnya diikuti dengan pernikahannya dengan Cassander. Sebagai keturunan Raja Makedonia, ia pun dalam pemerintahan Makedonia, pendirian Kota Thessaloniki, dan akhirnya kematiannya.
Setelah kematian Aleksander Agung pada 323 Sebelum Masehi, perebutan kekuasaan terjadi di antara para jenderalnya. Perebutan itu dikenal dengan sebutan Diadochi, tujuannya untuk menegaskan kendali atas kerajaan besar yang telah dibangun sang penakluk.
Tesalonika menikah dengan salah satu jenderal tersebut, Cassander. Saat itu, Cassander muncul sebagai tokoh terkemuka. Sebagai saudara perempuan Aleksander Agung, pernikahan tersebut membantu memperkuat klaim Cassander atas kekuasaan dan melegitimasi pemerintahannya.
Tesalonika dan Cassander memiliki setidaknya tiga orang anak: Philip IV dari Makedonia, Antipater I dari Makedonia, dan Aleksander V dari Makedonia.
Setelah Cassander meninggal pada 297 Sebelum Masehi, Tesalonika membimbing membimbing ketiga anaknya untuk memimpin Makedonia.
Menurut Kris Waldherr, “Tesalonika mengikuti jejak ibu tirinya yang licik untuk memanipulasi Philip, Antipater, dan Aleksander demi keuntungannya.”
Sayangnya, kematian segera menghampiri ketiga anak Tesalonika.
Philip, putra tertua Tesalonika, meninggal karena penyakit, tidak lama setelah menjadi Raja Makedonia. Takhta pun diserahkan kepada Antipater. Namun menurut sejarawan Romawi Justin, Tesalonika bersikeras agar dia memerintah bersama Aleksander.
Sejarawan Elizabeth Carney berpendapat bahwa itu dilakukan aga Tesalonika bisa memerintah bersama melalui Aleksander sebagai wali. Apapun masalahnya, Antipater yang tidak senang akan desakan ibunya. Dia pun membunuh ibunya sendiri. Antipater pada gilirannya dibunuh oleh penantang takhta lainnya.
Menariknya, Tesalonika bukan satu-satunya saudara perempuan Aleksander Agung yang dibunuh. Dua saudara perempuannya yang lain, Cynane dan Cleopatra juga dibunuh.
Legenda putri duyung dan Tesalonika
Legenda mengisahkan tentang Aleksander yang Agung yang mencari Air Mancur Keabadian. Konon, ia berhasil mendapatkan botol berisi air abadi melalui upaya keras.
Variasi dari kisah tersebut menunjukkan bahwa Aleksander menggunakan air untuk mencuci rambut saudara perempuannya. Hal itu memberikan keabadiannya atau secara tidak sengaja menggunakannya untuk memelihara tanaman bawang liar. Aleksander Agung gagal memberi tahu Tesalonika tentang isinya.
Menyusul kematian Aleksander Agung, saudara perempuannya, yang diliputi kesedihan, berusaha mengakhiri hidupnya dengan terjun ke laut. Namun, alih-alih menemui ajal, dia berubah menjadi putri duyung.
Menurut legenda, putri duyung itu ditakdirkan untuk menghakimi para pelaut selama berabad-abad. Dalam bentangan luas tujuh lautan, tidak terhitung jumlah pelaut yang dihakimi oleh saudari Aleksander Agung itu.
Saat bertemu dengan para pelaut, sang putri duyung mengajukan pertanyaan, “Apakah Raja Aleksander masih hidup?”
Ia akan senang bila mendapatkan jawaban: “Dia hidup, memerintah dan menaklukkan dunia.” Kemudian putri duyung akan membiarkan kapal dan awaknya berlayar dengan aman di perairan yang tenang.
Bila jawabannya berbeda, maka kemungkinan besar pelaut membangunkan sosok Gorgon yang murka. Putri duyung yang murka itu pun bertekad untuk mengirim kapal dan para pelautnya ke kedalaman di bawah laut.