Kawasan berkembang lainnya menghadapi prospek pertumbuhan yang lebih menantang. Kawasan ini menghasilkan keuntungan yang lebih sedikit dalam kompleksitas ekonominya, termasuk Amerika Latin dan Karibia serta Afrika Barat.
“Negara-negara yang telah mendiversifikasi produksinya ke sektor yang lebih kompleks, seperti Vietnam dan Tiongkok, adalah negara yang akan memimpin pertumbuhan global dalam dekade mendatang,” kata Ricardo Hausmann, peneliti terkemuka The Atlas of Economic Complexity.
Hausman adalah direktur Growth Lab dan profesor di Harvard Kennedy School (HKS).
"Tiongkok dan Vietnam telah menyadari banyak pendapatan yang diperoleh dari kompleksitas yang meningkat. Namun demikian, mereka tetap lebih kompleks dari yang diharapkan untuk tingkat pendapatan mereka, sehingga akan tetap menjadi kutub pertumbuhan global."
Indeks Kompleksitas Ekonomi (ECI) menangkap keragaman dan kecanggihan kemampuan produktif yang tertanam dalam ekspor setiap negara.
Para peneliti menempatkan keragaman pengetahuan produktif atau pengetahuan yang dimiliki masyarakat sebagai inti dari proses pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi membutuhkan akumulasi pengetahuan baru dan penggunaannya untuk mendiversifikasi produksi. Diversifikasi itu menjadi aktivitas yang lebih canggih—alias kompleks.
ECI mampu menjelaskan dengan cermat perbedaan pendapatan negara dan memprediksi pertumbuhan di masa depan.
Peneliti Growth Lab merilis peringkat ECI 2021 baru, yang menunjukkan stabilitas luar biasa. Meskipun pemulihan ekonomi tidak merata dan efek pandemi berkepanjangan pada tahun 2021.
Pada peringkat ECI terlihat, bahwa negara paling kompleks di dunia, secara berurutan, Jepang, Swiss, Korea Selatan, Jerman, dan Singapura.
Negara-negara penting lainnya termasuk Inggris di urutan ke-8, Amerika Serikat di urutan ke-14, Prancis di urutan ke-17, dan Tiongkok di urutan ke-18.