Nationalgeographic.co.id—Hasil proyeksi Harvard Growth Lab mengungkapkan bahwa Indonesia, Vietnam dan Tiongkok akan memimpin pertumbuhan global. Negara-negara tersebut akan memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat untuk satu dekade mendatang.
Proyeksi pertumbuhan global dari Growth Lab Hardvard University telah dipresentasikan dalam The Atlas of Economic Complexity dengan judul "China, Indonesia, and Vietnam Lead Global Growth for Coming Decade in New Harvard Growth Lab Projections."
Hasil proyeksi tersebut mencakup penilaian mendetail pertama pada data perdagangan tahun 2021. Para peneliti Growth Lab Harvard University mengungkapkan gangguan berkelanjutan dari pemulihan ekonomi yang tidak merata hingga pandemi global.
Tiongkok diperkirakan menjadi negara dengan ekonomi per kapita dengan pertumbuhan tercepat, meskipun tingkat pertumbuhannya lebih kecil dari keuntungan yang terlihat selama dekade terakhir.
Pertumbuhan selama dekade mendatang diproyeksikan lepas landas di tiga kutub pertumbuhan, Asia Timur, Eropa Timur, dan Afrika Timur.
Beberapa ekonomi Asia telah memiliki kompleksitas ekonomi yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan tercepat. Selama dekade mendatang hingga 2031, pertumbuhan global akan dipimpin oleh Tiongkok, Kamboja, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan India.
Di Afrika Timur, beberapa perekonomian diperkirakan juga akan mengalami pertumbuhan pesat. Meskipun pertumbuhan ekonomi itu lebih didorong oleh pertumbuhan penduduk daripada peningkatan kompleksitas ekonomi.
Negara-negara yang akan mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat di Afrika meliputi Uganda, Tanzania, dan Mozambik.
Eropa Timur memiliki potensi pertumbuhan yang kuat untuk kemajuan berkelanjutan dalam kompleksitas ekonomi.
Negara Georgia, Lituania, Belarusia, Armenia, Latvia, Bosnia dan Herzegovina, Rumania, dan Albania semuanya berada di peringkat 15 ekonomi teratas yang diproyeksikan berdasarkan basis per kapita.
Di luar kutub pertumbuhan tersebut, proyeksi juga menunjukkan potensi pertumbuhan Mesir yang lebih pesat.
Kawasan berkembang lainnya menghadapi prospek pertumbuhan yang lebih menantang. Kawasan ini menghasilkan keuntungan yang lebih sedikit dalam kompleksitas ekonominya, termasuk Amerika Latin dan Karibia serta Afrika Barat.
“Negara-negara yang telah mendiversifikasi produksinya ke sektor yang lebih kompleks, seperti Vietnam dan Tiongkok, adalah negara yang akan memimpin pertumbuhan global dalam dekade mendatang,” kata Ricardo Hausmann, peneliti terkemuka The Atlas of Economic Complexity.
Hausman adalah direktur Growth Lab dan profesor di Harvard Kennedy School (HKS).
"Tiongkok dan Vietnam telah menyadari banyak pendapatan yang diperoleh dari kompleksitas yang meningkat. Namun demikian, mereka tetap lebih kompleks dari yang diharapkan untuk tingkat pendapatan mereka, sehingga akan tetap menjadi kutub pertumbuhan global."
Indeks Kompleksitas Ekonomi (ECI) menangkap keragaman dan kecanggihan kemampuan produktif yang tertanam dalam ekspor setiap negara.
Para peneliti menempatkan keragaman pengetahuan produktif atau pengetahuan yang dimiliki masyarakat sebagai inti dari proses pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi membutuhkan akumulasi pengetahuan baru dan penggunaannya untuk mendiversifikasi produksi. Diversifikasi itu menjadi aktivitas yang lebih canggih—alias kompleks.
ECI mampu menjelaskan dengan cermat perbedaan pendapatan negara dan memprediksi pertumbuhan di masa depan.
Peneliti Growth Lab merilis peringkat ECI 2021 baru, yang menunjukkan stabilitas luar biasa. Meskipun pemulihan ekonomi tidak merata dan efek pandemi berkepanjangan pada tahun 2021.
Pada peringkat ECI terlihat, bahwa negara paling kompleks di dunia, secara berurutan, Jepang, Swiss, Korea Selatan, Jerman, dan Singapura.
Negara-negara penting lainnya termasuk Inggris di urutan ke-8, Amerika Serikat di urutan ke-14, Prancis di urutan ke-17, dan Tiongkok di urutan ke-18.
Di antara negara-negara yang paling kompleks, peningkatan peringkat terbesar untuk dekade yang berakhir pada tahun 2021 terjadi pada Rumania (ke-19), Filipina (ke-33), dan Korea Selatan (ke-3).
Harga minyak sedikit meningkat pada tahun 2021 namun tetap moderat, membuat ekspor nonmigas lebih menonjol di keranjang ekspor ekonomi komoditas.
Perekonomian ini mengalami peningkatan dalam peringkat kompleksitas ekonomi, seperti Kuwait, Arab Saudi, Qatar, dan Iran. Meskipun keuntungan ini tidak mungkin dipertahankan dengan kenaikan harga minyak pada tahun 2022.
Di luar perekonomian komoditas, perekonomian berkembang yang telah mengambil langkah terbesar dalam meningkatkan kompleksitasnya termasuk Laos (ke-84), Kamboja (ke-83), dan Republik Dominika (ke-58).
Sedangkan negara-negara yang menunjukkan penurunan peringkat kompleksitas tercepat dalam satu dekade terakhir yaitu Panama (ke-86), Kuba (ke-117), Ghana (ke-121), dan Brasil (ke-70).
Negara-negara itu gagal mendiversifikasi ekspornya, menurut pemeringkatan ECI.
Nilai sebenarnya dari ukuran kompleksitas ekonomi adalah keakuratannya dalam memprediksi pertumbuhan di masa depan. Peringkat ECI telah terbukti lebih baik daripada ukuran tunggal lainnya dalam memprediksi pertumbuhan.
Dengan mengidentifikasi negara-negara yang kompleksitas ekonominya melebihi ekspektasi berdasarkan tingkat pendapatannya, para peneliti menemukan prediktor kuat negara-negara yang akan tumbuh lebih cepat pada dekade mendatang.
Atlas of Economic Complexity menampilkan visualisasi data yang mencakup lebih dari 5.000 barang dan jasa. Sehingga kita dapat memahami dinamika ekonomi dan peluang pertumbuhan untuk setiap negara di seluruh dunia.