Strategi itu sangat berhasil. Serapis dengan cepat mendapatkan popularitas, tidak hanya di Mesir tetapi juga di seluruh dunia Helenistik, menjadi simbol perpaduan budaya yang menjadi ciri era ini.
Ikonografi Serapis beragam dan kompleks seperti tradisi budaya asalnya. Penggambarannya mencerminkan perpaduan gaya artistik dan simbol agama Yunani dan Mesir, yang lebih jauh menekankan perannya sebagai jembatan antara kedua budaya ini.
Serapis sering digambarkan sebagai pria dewasa dengan janggut lebat, mengingatkan pada penggambaran Zeus, raja para dewa Yunani.
Dia biasanya ditampilkan mengenakan biji-bijian di kepalanya, melambangkan kelimpahan dan kesuburan. Atribut ini kemungkinan besar mengacu pada Osiris, dewa pertanian dan alam baka Mesir, salah satu dewa asal Serapis.
Serapis sering digambarkan dengan tongkat kerajaan atau tongkat, simbol otoritas dan kekuasaan. Dalam beberapa kasus, dia ditampilkan bersama Cerberus, anjing berkepala tiga yang menjaga dunia bawah dalam mitologi Yunani.
Asosiasi ini selanjutnya menghubungkan Serapis dengan akhirat, memperkuat hubungannya dengan Osiris dan perannya sebagai dewa orang mati.
Penggambaran Mesir tentang Serapis, sering memasukkan unsur-unsur yang terkait dengan Apis, dewa banteng suci. Serapis terkadang ditampilkan dengan piringan matahari di antara tanduknya, atribut umum Apis.
Dia juga dapat digambarkan sebagai banteng atau dengan banteng di dekatnya, menekankan hubungannya dengan dewa Mesir kuno ini.
Kultus Serapis
Kultus Serapis adalah aspek penting dari kehidupan religius di Mesir Helenistik dan Romawi. Hal ini memainkan peran penting dalam menyatukan populasi yang beragam di bawah kekuasaan Ptolemeus dan kemudian Romawi, berfungsi sebagai landasan bersama untuk praktik keagamaan Yunani dan Mesir.
Pusat utama kultus Serapis adalah Serapeum of Alexandria, sebuah kompleks kuil megah yang didedikasikan untuk dewa.
Serapeum bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran dan budaya, bagian dari Perpustakaan Besar Alexandria.