Takeda Shingen, Samurai Kekaisaran Jepang yang dijuluki Harimau Kai

By Sysilia Tanhati, Selasa, 8 Agustus 2023 | 13:02 WIB
Kisah menarik para samurai di Kekaisaran Jepang seakan tidak pernah habis. Salah satu samurai yang terkenal akan kehebatan dan perjuangannya adalah Takeda Shingen. Ia adalah salah satu panglima perang paling populer di masanya. (Utagawa Kuniyoshi)

Nationalgeographic.co.id—Kisah menarik para samurai di Kekaisaran Jepang seakan tidak pernah habis. Salah satu samurai yang terkenal akan kehebatan dan perjuangannya adalah Takeda Shingen. Ia adalah salah satu panglima perang paling populer di masanya.

Kehidupan samurai yang dijuluki Harimau dari Kai

Takeda Shingen lahir pada 1 Desember 1521 dari Klan Takeda. Ia adalah putra tertua dari Takeda Nobutora yang merupakan penguasa Provinsi Kai. Kai adalah provinsi strategis di tengah pulau utama Jepang.

Ayahnya memiliki keterampilan diplomasi dan kemampuan strategis yang hebat dalam pertempuran.

Nobutora meletakkan dasar bagi Klan Takeda yang memainkan peran sangat penting di Kekaisaran Jepang selama periode Sengoku. Ia pun mempersatukan Provinsi Kai.

Nobutora tidak menyukai kepandaian Shingen. Ia sebenarnya menginginkan adik laki-laki Shingen, Nobushige, untuk menjadi ahli waris kelak.

Ketika Shingen berusia 13 tahun, dia menikah dengan putri Uesugi Tomooki yang menguasai tanah di wilayah Kanto. Istrinya meninggal pada tahun berikutnya karena persalinan yang sulit.

Pada tahun 1536 setelah upacara kedewasaannya, ia menikah lagi dengan Sanjo no kata (Nyonya Sanjo) pada usia 16 tahun. 2 tahun kemudian, putra pertamanya, Takeda Yoshinobu lahir.

Kudeta di Klan Takeda dan memperluas wilayah kekuasaan

Pada tahun 1541, Shingen memaksa ayahnya untuk pensiun. Dengan kudeta ini, dia mengasingkan ayahnya ayahnya dan mewarisi tanggung jawab keluarga Takeda.

Shingen mulai memperluas wilayah klannya ke Provinsi Shinano dan tanah lain di sekitar Provinsi Kai. Pada tahun berikutnya, dia menginvasi wilayah Suwa dengan suksesi Takato Yoritsugu dan menguasai wilayah Suwa.

Ketika berusia 25 tahun, pada tahun 1547, ia mendirikan Koshu Hatto no Shidai (Hukum Provinsi Kai). Hukum itu dibuat untuk menetapkan aturan tentang kontrol dan keamanan pengikut.

Tahun depannya, sang samurai dikalahkan oleh Murakami Yoshikiyo. Saat itu Shingen kehilangan banyak pelayan penting. Akan tetapi, ia masih berhasil menang melawan Ogasawara Nagatoki di pertempuran Shiojiritoge.

Dua tahun kemudian, dia menginvasi wilayah Ogasawara dan menaklukkan bagian tengah Shinano. Pada tahun 1551 dia berhasil menguasai seluruh bagian timur Shinano.

Dua samurai tangguh Kekaisaran Jepang saling berhadapan, harimau melawan naga

Pada tahun 1553, dia menghadapi saingan terbesarnya Uesugi Kenshin. Uesugi Kenshin mencoba menghentikan pasukan Takeda dan mengirim pasukannya ke Kita-Shinano.

Pertempuran dengan Uesugi Kenshin itu berlangsung selama 10 tahun dan memakan banyak korban.

Harunobu bersekutu dengan keluarga Hojo dari Sagami dan keluarga Imagawa dari Suruga. Ketiganya membangun aliansi yang disebut Kousousu Sangoku Doumei.

Di masa lalu, daimyo terus-menerus bersaing untuk menguasai Kekaisaran Jepang. Persaingan yang terkenal adalah persaingan antara Takeda Shingen dan Uesugi Kenshin. (Torii Kiyomasu)

Didukung oleh aliansi ini, Shingen menyerang Suwa dan menggulingkan Klan Ogasawara dan Klan Murakami. Ia menjadikan Shinano sebagai wilayah Klan Takeda.

Pertempuran dengan Uesugi Kenshin berlangsung selama lebih dari satu dekade tanpa hasil yang pasti.

“Namun Shingen diakui sebagai salah satu pemimpin militer terkuat di timur-tengah Kekaisaran Jepang,” tulis Kenneth Pletcher di laman Britannica.

Ahli waris yang memberontak

Pada tahun 1565, insiden Yoshinobu terjadi. Putra Shingen, Yoshinobu, dan pengikutnya mencoba memberontak melawan Shingen. Yoshinobu dicabut hak warisnya dan 2 tahun kemudian meninggal dalam kurungan.

Setelah kejadian ini, putra keempat Shingen, Katsuyori, ditunjuk sebagai ahli waris. Shingen menaklukkan wilayah Imagawa di Suruga dengan Tokugawa Ieyasu pada tahun 1568.

Namun, ketika Shingen mulai menaklukkan ke arah barat pada tahun 1572, Pertempuran Mikatagahara pecah melawan Ieyasu.

Saat itu, samurai yang dijuluki Harimau Kai berhasil mengalahkan pasukan sekutu Oda dan Tokugawa di Provinsi Totomi dalam pertempuran ini.

Setelah itu, ia pun bergerak menuju Mikawa. Pertempuran Mikatagahara adalah satu-satunya kekalahan Ieyasu untuk semua pertempurannya.

Pasukan Tokugawa memukul mundur pasukan Takeda dengan bantuan Ujiyasu Hojo, namun setelah ini. Hubungan antara Shingen dan Ieyasu menjadi merenggang.

Pada tanggal 23 Mei 1573, Shingen tiba-tiba meninggal karena sakit. Gerak maju Klan Takeda ke arah barat terhenti karena kematian sang pemimpin.

Klan Takeda pun hanya mampu bertahan selama 9 tahun setelah kematian Shingen.

“Penggantinya, Katsuyori, dikalahkan oleh Oda dan Tokugawa pada awal tahun 1580-an, sehingga mengakhiri kekuasaan keluarga Takeda,” tambah Pletcher.

Panglima perang hebat di Kekaisaran Jepang

Shingen disebut Harimau dari Kai. Shingen menggunakan spanduk perang yang memanifestasikan risalah Seni Perang Sun Tzu “Angin, Hutan, Api, dan Gunung”.

Hal itu melambangkan taktik terpenting dalam perang. Cepat seperti tiupan angin, hening seperti hutan, invasif seperti api, dan diam seperti gunung.

Replika baju perang Takeda Shingen. Sebagai samurai dan panglima, ia dijuluki Harimau dari Kai. (Anthony Turba)

Shingen tidak pernah membangun kastilnya sendiri dan tetap tinggal di Tsutsujigasaki-yakata (Rumah Tsutsujigasaki) yang dikelilingi parit tunggal.

Shingen dikenal sebagai samurai dan pemimpin yang memiliki ide untuk inovasinya. Ia adalah seorang jenderal yang luar biasa karena kejeniusannya dalam taktik.

Warisan Samurai Takeda Shingen untuk Kekaisaran Jepang

Takeda Shingen melakukan upaya signifikan dalam administrasi dalam negeri di Kekaisaran Jepang.

Keberhasilannya dalam pengendalian banjir dan pengembangan tambang emas menjadikan Jepang sebagai kekaisaran kaya.

Seperti daimyo kuat lainnya, Shingen juga menyediakan banyak sawah di Kai untuk memanen lebih banyak beras.

Dia percaya keberhasilan pengendalian banjir dapat menjadi syarat penting bagi kekaisaran yang kuat dengan wilayah yang stabil.

Saat ini, Shingen diabadikan sebagai dewa di situs Tsutsujigasaki-yakata. Situs itu dikenal juga sebagai Kuil Takeda, dibangun untuk menghormati tiga generasi klan Takeda seperti Shingen, Nobutora, dan Katsuyori.