Perjanjian Giyanti dan Terbelahnya Mataram dalam Sejarah VOC

By Galih Pranata, Selasa, 8 Agustus 2023 | 17:32 WIB
Situs Perjanjian Giyanti, menurut catatan sejarah VOC mengakibatkan terbelahnya Mataram menjadi dua bagian, Surakarta dan Yogyakarta. (Wikimedia Commons)

Pakubuwana III telah membayangkan dan merenungi akan permintaan dari Hartingh, di mana ia lebih memikirkan untuk berbagi rénte (uang pendapatan sewa) dengan Mangkubumi daripada kehilangan sama sekali—sesuatu yang belum terpikirkan sebelumnya.

Pada tanggal 9 Februari 1755, Nicholaas Hartingh telah tiba di kaki gunung Lawu, tepatnya di Desa Giyanti. Kini gilirannya bertemu dengan Mangkubumi yang telah mendirikan istana sementaranya di sana. 

Hartingh mengunjungi secara pribadi ke kediaman Mangkubumi dengan hanya didampingi Kartabasa (Ki Bestam) sebagai penerjemah.

Ia telah menjelaskan niat Pakubuwana III untuk menyerahkan kekuasaannya dengan mengikat suatu perjanjian damai. Hartingh meminta kesediaan Mangkubumi untuk menyetujuinya.

Setelah terlibat atas kesepakatan-kesepakatan, Mangkubumi dan Pakubuwana telah saling sepakat untuk mengikat sebuah perjanjian di Desa Giyanti (sekarang Desa Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah) dalam Perjanjian Giyanti.

Pak Wahab, juru kunci situs Perjanjian Giyanti, tengah mendeskripsikan histori situs yang dirawat oleh kakeknya kepada penulis. (Moh. Yudik Al Faruq)

Menilik lokasi dilakukannya perjanjian bersejarah dalam salah satu sejarah VOC di Jawa, saya telah menjumpa Pak Wahab. Ia merupakan cucu dari abdi dalem kraton Ngayogyakarta yang menjadi juru kunci dari situs Perjanjian Giyanti.

Sembari membersihkan pagar tembok berwarna putih yang melingkari sebuah pohon besar dengan batu sakral di dalamnya, Pak Wahab mulai mencerita pengalamannya:

"Simbah (kakek) saya dulunya menjadi bagian dari (abdi dalemkraton Yogyakarta, dan pernah bercerita tentang situs ini yang memisahkan Kota Surakarta dan Yogyakarta," tuturnya kepada National Geographic Indonesia.

Bersama Moh. Yudik Al Faruq, seorang dosen Universitas Negeri Semarang yang menemani langkah saya, ia mulai mengambil gambar situs yang bersejarah itu. Terlihat sebongkah batu menyerupai meja di antara rindangnya pohon beringin besar.

"Kata simbah, tempat ini (dahulu bernama Desa Giyanti) adalah Sukowati (kota suci) Yogyakarta, di mana sejak lama, batu itu digunakan sebagai alas pertapaan Prabu Brawijaya V dari Majapahit," sambung pak Wahab.

Lantas, Mangkubumi telah merencanakan perundingan bersejarah yang memecah Mataram ini dilakukan di situs Giyanti. Tepat "di atas batu itu (bekas pertapaan Brawijaya V), naskah Perjanjian Giyanti ditandatangani," pungkasnya.