Namun ternyata perjalanan selanjutnya tidak semudah yang disampaikan oleh Hannibal pada pasukannya.
Setelah itu, turunannya bahkan lebih curam dan lebih sulit dijalani jika dibandingkan dengan pendakian.
Pasukan Kartago terpeleset dan meluncur menuruni lereng. Mereka kesulitan untuk mengatur kaki dan langkahnya. Jika tersandung, mereka akan jatuh terguling menabrak barisan prajurit dan binatang.
Cuaca yang tidak bersahabat saat melewati turunan itu adalah tantangan terbesar. Di titik itu, mereka juga kehilangan banyak kuda dan gajah.
Rantai pasokan telah terputus pada titik ini. Para prajurit dan hewan kelaparan, salju dan es membuat perjalanan melewati turunan itu mematikan.
Akhirnya, pasukan Kartago sampai di daerah yang lebih hangat dan pemandangannya hijau. Hannibal berhasil, setidaknya dalam jangka pendek.
Dia menghabiskan beberapa tahun berikutnya melawan Romawi di wilayah mereka sendiri. Hannibal dan pasukannya berulang kali mengalahkan mereka dan menimbulkan kerugian besar.
Pada pertempuran Cannae pada tahun 216 Sebelum Masehi, pasukannya membunuh sedikitnya 50.000 legiun Romawi.
Namun, Hannibal tidak pernah memiliki sumber daya untuk memungkinkan dia melakukan serangan ke Roma.
Hal itu mungkin disebabkan karena hubungan keluarganya yang tegang dengan senat Kartago di kampung halamannya.
Hal tersebut menjadi penyebab mengapa Hannibal tidak berhasil mengalahkan Romawi di Italia.
Hannibal akhirnya dipanggil kembali untuk mempertahankan Kartago dari Romawi di Pertempuran Zama pada tahun 202 Sebelum Masehi. Namun ia kalah.
Kekalahan dalam Perang Punik Kedua secara efektif mengakhiri tantangan Kartago ke Roma.
Setengah abad kemudian, Romawi menghancurkan Kartago dan mengeklaim wilayah Kartago sebagai bagian dari Romawi.
Meski Kartago akhirnya dilupakan, Hannibal terus dikenang karena keberaniannya dalam perjalanan melintasi Pegunungan Alpen.