Nationalgeographic.co.id—Kesatria abad pertengahan dan samurai Kekaisaran Jepang adalah dua pejuang paling ikonik dalam sejarah. Kedua kelompok ini terkenal karena keterampilan dan keberanian mereka dalam pertempuran.
Meskipun kedua pejuang terkenal karena kemampuan luar biasa mereka, selalu menarik untuk membandingkan mereka dalam hal pelatihan hingga persenjataan.
Kesatria Abad Pertengahan
Kesatria abad pertengahan adalah prajurit yang sangat terampil dan bersenjata berat yang menonjol di Eropa selama Abad Pertengahan. Mereka adalah anggota bangsawan yang telah dilatih sejak usia muda dalam penggunaan senjata, menunggang kuda, dan peperangan.
Kesatria sering dipekerjakan oleh raja dan bangsawan sebagai pelindung tanah dan rakyat. Mereka memainkan peran penting dalam pertempuran dan perang selama periode abad pertengahan.
Selain tugas militer, para kesatria juga terlibat dalam kehidupan budaya dan sosial bangsawan abad pertengahan. Peran kesatria abad pertengahan bersifat praktis dan simbolis, mewakili cita-cita kesatria dan berfungsi sebagai tokoh kunci dalam hierarki sosial Eropa abad pertengahan.
Samurai Kekaisaran Jepang
Samurai Kekaisaran Jepang adalah kelas prajurit yang sangat terampil dan terlatih yang memainkan peran penting dalam feodal Jepang dari abad ke-12 hingga ke-19.
Istilah samurai secara harfiah berarti mereka yang melayani dan samurai pada awalnya dipekerjakan oleh para bangsawan untuk melindungi tanah dan rakyat mereka.
Samurai diharapkan menjunjung tinggi kode etik yang ketat dikenal sebagai bushido, yang menekankan kesetiaan, kehormatan, dan disiplin diri.
Mereka bersedia mengorbankan hidup mereka untuk tuan mereka atau untuk kebaikan yang lebih besar, dan seppuku (ritual bunuh diri) dianggap sebagai cara terhormat bagi seorang samurai untuk mati jika mereka gagal dalam tugas mereka.
Pelatihan Ketat
Baik kesatria maupun samurai menjalani pelatihan yang ketat untuk menjadi prajurit yang terampil. Kesatria terlatih dalam penggunaan senjata, menunggang kuda, dan pertarungan tangan kosong. Mereka juga mempelajari kesopanan yang penting dalam peran mereka sebagai pelindung kaum bangsawan.
Sebaliknya, samurai lebih fokus pada disiplin dan meditasi. Mereka juga berlatih memanah, menunggang kuda, dan adu pedang, tetapi pelatihan mereka menekankan pentingnya fokus dan konsentrasi mental.
Kekesatrian biasanya diperoleh melalui proses "sulih suara", di mana seorang kesatria atau bangsawan akan menganugerahkan gelar kesatria kepada calon yang layak. Hal ini sering melibatkan upacara keagamaan di mana kandidat akan bersumpah setia kepada tuhan mereka dan kepada Tuhan.
Begitu mereka dipanggil, para kesatria diharapkan menjunjung tinggi kode kesatria yang ketat, yaitu menekankan keberanian, kehormatan, dan kesetiaan.
Samurai dilatih dalam berbagai keterampilan, termasuk memanah, ilmu pedang, menunggang kuda, dan strategi.
Mereka juga mempelajari Buddhisme Zen dan ajaran filosofis dan agama lainnya, yang menekankan disiplin, kesetiaan, dan kewajiban.
Persenjataan
Baik kesatria maupun samurai memiliki senjata unik mereka sendiri, dan senjata ini memainkan peran penting dalam pertempuran mereka. Kesatria terutama dikenal karena pedang, kapak, tombak, dan gada mereka. Pedang para ksatria itu panjang, berat, dan tajam, sedangkan kapak dan gada mereka digunakan untuk menghancurkan baju besi lawan.
Sebaliknya, samurai dikenal menguasai katana, pedang pendek, serta busur dan anak panah. Katana, khususnya, adalah senjata yang mematikan, dan samurai dilatih secara ekstensif untuk menguasainya.
Pedang adalah senjata yang paling umum digunakan oleh para ksatria dalam pertarungan tangan kosong. Mereka dirancang untuk memotong dan menusuk dan digunakan untuk menyerang kepala, lengan, atau kaki musuh.
Kesatria sering membawa pedang panjang, yang dapat digunakan dengan dua atau satu tangan, atau pedang yang lebih kecil, yang digunakan untuk pertarungan jarak dekat.
Samurai menggunakan katana dalam berbagai cara dalam pertarungan, tergantung situasi dan lawan. Bentuk bilah yang melengkung memungkinkan gerakan memotong yang lancar dan efisien, yang menjadikannya senjata yang efektif untuk menyerang kepala, lengan, atau kaki musuh.
Salah satu teknik utama yang digunakan oleh samurai dalam pertempuran adalah "draw cut" atau "iai" yang melibatkan penarikan katana dari sarungnya dengan cepat dan membuat satu potongan sebelum mengembalikan bilahnya ke sarungnya. Teknik ini sering digunakan sebagai serangan mendadak terhadap lawan yang tidak siap dan sangat efektif.
Baju Zirah
Baju zirah kesatria biasanya terdiri dari beberapa komponen, termasuk helm, pelindung dada, pauldron (pelindung bahu), sarung tangan, greaves (pelindung kaki), dan sabaton (pelindung kaki).
Baju besi itu dirancang untuk menutupi tubuh sebanyak mungkin sambil tetap memungkinkan kesatria bergerak dan bertarung secara efektif. Kemudian memberikan perlindungan terhadap berbagai senjata, termasuk pedang, kapak, dan tombak.
Pelat logam sangat efektif dalam membelokkan pukulan, sementara surat berantai menawarkan perlindungan terhadap senjata tajam seperti panah dan belati.
Namun, baju besi tidak mudah rusak, dan para kesatria masih menderita luka dalam pertempuran. Pukulan dari senjata berat masih bisa menyebabkan cedera atau menjatuhkan kesatria, dan baju besi bisa ditembus dengan ujung tombak atau ujung panah.
Selain itu, baju zirah berat dan bisa melelahkan untuk dipakai, terutama di cuaca panas.
Baju besi yang dikenakan oleh samurai Jepang, yang dikenal sebagai "o-yoroi", dirancang untuk memberikan perlindungan dalam pertempuran. Terdiri dari beberapa lapisan bahan, termasuk kulit, logam, dan sutra, yang memberikan perlindungan terhadap berbagai senjata dan serangan.
Armor samurai terdiri dari beberapa komponen, antara lain helm, pelindung dada, pelindung bahu, pelindung lengan, pelindung paha, dan pelindung tulang kering. Helm, atau "kabuto", terbuat dari logam dan melindungi kepala dari pukulan langsung. Pelindung dada, atau "do", menutupi batang tubuh dan terbuat dari beberapa pelat logam yang diikat dengan tali sutra.
Seperti kesatria, baju zirah menawarkan perlindungan yang signifikan dan memiliki beberapa keterbatasan seperti berat dan bisa melelahkan untuk dipakai dalam waktu lama, terutama di cuaca panas.
Selain itu, beberapa area tubuh seperti punggung dan leher tidak terlindungi dengan baik sehingga rentan terhadap serangan.
Kesimpulannya, sulit untuk menentukan siapa yang menang dalam pertarungan antara kesatria abad pertengahan dan samurai Kekaisaran Jepang. Kedua kelompok adalah pejuang terampil yang memiliki senjata, baju besi, dan taktik unik masing-masing.