Dunia Hewan: Gajah Liar Afrika Mungkin Menjinakkan Diri Mereka Sendiri

By Ricky Jenihansen, Senin, 14 Agustus 2023 | 15:00 WIB
Gajah bersama banobo dan manusia menjadi spesies di dunia hewan yang mampu mendomestikasi diri mereka sendiri. (Pieter Ras)

Nationalgeographic.co.id—Selama ribuan tahun, manusia telah menjinakkan atau membiakkan spesies seperti anjing dan kuda dari dunia hewan. Tujuannya untuk meningkatkan keramahan, mengurangi agresi dan meningkatkan kerja sama.

Manusia bahkan menjinakkan kucing yang merupakan spesies yang sangat soliter di dunia hewan. Kucing awalnya didomestikasi untuk mengendalikan hama seperti tikus, hingga kemudian menjadi peliharaan rekreasi yang lucu.

Akan tetapi, beberapa spesies lain di dunia hewan sepertinya hampir tidak mungkin atau sangat sulit untuk dijinakkan. Namun, beberapa spesies di dunia hewan mungkin dapat mendomestikasi diri mereka sendiri seperti temuan baru-baru ini.

Para ilmuwan menemukan, bahwa gajah liar Afrika sepertinya telah menjinakkan diri mereka sendiri. Beberapa perilaku spesies yang dijinakkan teridentifikasi dalam kelompok gajah liar di Afrika.

Gajah liar Afrika bermain, membantu anggota spesies mereka yang sakit, dan mengasuh anak satu sama lain. Hal itu menunjukkan bahwa mereka menjinakkan diri sendiri.

Gajah liar mungkin telah menjinakkan dirinya sendiri, sebuah proses yang sebelumnya hanya dapat diidentifikasi pada bonobo dan manusia, sebuah studi baru menunjukkan.

Beberapa ilmuwan berpendapat, bahwa fenomena serupa yang disebut domestikasi sendiri telah memberi manusia dan bonobo (Pan paniscus) ciri-ciri yang biasa ditemukan pada hewan peliharaan.

Selama domestikasi sendiri, individu yang kurang agresif dan lebih kooperatif lebih mungkin berhasil membiakkan dan mewariskan gen mereka.

Namun, para ahli mengatakan kepada Live Science bahwa gagasan mendasar tentang "domestikasi sendiri" tidak benar-benar berlaku.

Gajah menjaga keturunannya dan memiliki masa remaja yang panjang. (ifaw)

Dalam studi baru, Limor Raviv dan rekan-rekannya menyatakan bahwa gajah juga telah menjinakkan dirinya sendiri. Mereka adalah ilmuwan yang mempelajari evolusi bahasa di Max Planck Institute for Psycholinguistics di Belanda.

Temuan ini dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences belum lama ini. Jurnal itu diterbitkan dengan judul "Elephants as an animal model for self-domestication."

Para ilmuwan membandingkan gajah Afrika liar dari spesies Loxodonta africana dengan bonobo dan manusia pada 19 sifat sosial, kognitif dan fisik.

Para peneliti menemukan bahwa gajah, seperti bonobo dan manusia, tidak terlalu agresif, banyak bermain, memiliki masa kanak-kanak yang panjang. Gajah liar Afrika saat ini mencapai masa remaja pada usia 10 hingga 20 tahun dan saling menjaga keturunan.

Mereka juga menemukan bahwa gajah, seperti bonobo dan manusia, memiliki tulang rahang yang relatif pendek. Fitur itu adalah suatu sifat yang biasa terlihat pada hewan peliharaan lainnya.

Fitur itu dianggap sebagai produk sampingan dari pemilihan sifat lain selama domestikasi.

Para ilmuwan juga membandingkan genom gajah sabana liar Afrika dengan 261 mamalia peliharaan seperti anjing, kucing, dan kuda.

Para ilmuwan mengidentifikasi 79 gen yang terkait dengan domestikasi pada spesies lain. Tampaknya itu menjadi lebih umum pada generasi gajah dari waktu ke waktu.

Temuan menunjukkan bukti bahwa gajah telah mendomestikasi diri sendiri, tulis para ilmuwan di makalah mereka.

Salah satu faktor yang mendorong domestikasi diri ini bisa jadi adalah "ukuran besar dan kekuatan relatif" gajah.

"Sehingga mereka "kurang khawatir untuk menghindari atau melawan hewan lain demi kelangsungan hidup mereka," tulis para peneliti dalam makalah mereka.

Hal ini memungkinkan raksasa lembut untuk "membebaskan sumber daya kognitif dan membuka peluang untuk eksplorasi, komunikasi, dan bermain," tulis tim tersebut.

Gajalh liar Afrika banyak bermain, memiliki masa kanak-kanak yang panjang (Diana Robinson/Flickr)

Ahli lain tidak setuju

"Itu ide memang menyenangkan tapi saya jelas tidak yakin dengan (konsep) domestikasi diri sebagai sebuah konsep," kata Dominic Wright.

Wright adalah seorang ahli biologi evolusi yang mempelajari domestikasi di University of Linköping di Swedia, kepada Live Science.

"Saya tentu setuju bahwa manusia telah berevolusi untuk meningkatkan sosialitas dan meningkatkan komunikasi, tetapi saya rasa Anda tidak perlu memasukkan istilah domestikasi diri untuk manusia atau gajah."

Istilah ini tidak diperlukan karena tidak membantu kita memahami bagaimana domestikasi hewan atau evolusi perilaku sosial terjadi, kata Wright.

Terlebih lagi, bukti genetik dalam penelitian tersebut lemah, kata Wright, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

"Mereka menghubungkan gen pada gajah dengan jalur genetik yang dianggap terlibat dalam domestikasi hewan lain," katanya.

"Tetapi itu tidak benar-benar memberi tahu kita apakah gen tersebut benar-benar berkontribusi pada mereka yang memiliki sifat yang terkait dengan domestikasi, mereka mungkin memiliki fungsi lain."

Sementara itu, Per Jensen, seorang ahli genetika mengatakan bahwa ia tidak akan menggunakan konsep domestikasi sendiri untuk dunia hewan. "Itu lebih seperti masalah semantik," katanya.

Jensen ahli genetika yang mempelajari domestikasi hewan di University of Linköping di Swedia, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

Meski begitu, penelitian ini menghadirkan "ide menarik" yang membantu "memicu pemikiran baru tentang bagaimana peningkatan kerja sama dan pengurangan agresi telah berkembang," kata Jensen.

"Pada akhirnya dapat membantu kita menemukan cara untuk mengurangi agresi pada manusia."