Perjuangan Tuan Tanah Terakhir dari Kelas Samurai di Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Selasa, 15 Agustus 2023 | 15:00 WIB
Hayashi Tadataka adalah salah satu tuan tanah terakhir dari kelas samurai yang perjuangannya dikenang dalam sejarah Kekaisaran Jepang. (Yoshitoshi )

Asal-usul ini menjadikan Hayashi sebagai keluarga fudai, kelompok pengikut Tokugawa turun-temurun yang merupakan hatamoto (pengikut langsung dengan hak audiensi) atau daimyo (tuan tanah).

Fudai memiliki reputasi historis kesetiaan abadi kepada Klan Tokugawa. Namun faktanya, seperti pengikut mana pun di Kekaisaran Jepang, mereka memiliki kepentingan pribadi yang signifikan. Terutama jika mereka adalah pengikut yang kaya.

Menjelang akhir zaman Edo, kesetiaan tuan tanah dari kelas samurai itu sebagian besar bersifat teoretis daripada praktis.

Seiring waktu, prioritas fudai pun berubah. Mereka lebih mengutamakan posisi sebagai tuan tanah, baru kemudian sebagai pengikut Tokugawa.

Sejarawan Harold Bolitho mengungkapkan, terutama menjelang akhir periode Edo, mereka sering menentang perubahan yang dipaksakan oleh Keshogunan. Ketika Perang Boshin terjadi, hampir semuanya jatuh ke dalam pemerintahan kekaisaran yang baru lahir. Hal itu dilakukan bukan karena mereka lebih setia pada kaisar atau shogun. Tuan tanah dari kelas samurai itu lebih memilih untuk melindungi domain dan kelompok bawahannya agar tidak dihancurkan oleh perang.

Namun Hayashi Tadataka berbeda dengan tuan tanah lainnya di Kekaisaran Jepang selama akhir era Edo.

Pengecualian terhadap aturan

Domain Tadataka di Jozai berukuran 10.000 koku. Ukuran itu hampir tidak bisa memenuhi syarat untuk menjadi tuan tanah di Kekaisaran Jepang.

Keluarganya baru menjadi daimyo baru-baru ini, pada tahun 1825. Domain yang lebih besar biasanya membanggakan kastel dan kelompok pengikut besar. Namun Jozai hanya memiliki beberapa lusin pengikut dan prajurit di wilayah asalnya.

Kehidupan Hayashi Tadataka membentang panjang dan lebar dari awal dan kebangkitan Kekaisaran Jepang modern. Dia memasuki dunia sebagai pewaris klan pejuang tua, menjadi tuan tanah, dan bertempur dan kalah dalam Perang Boshin. (Kyu Bakufu)

Bulan-bulan awal Perang Boshin bergerak cepat dan penuh peristiwa. Pasukan Kekaisaran Jepang mengambil alih Kastel Edo pada tanggal 3 Mei 1868. Saat itu, tentara keshogunan bergerak ke Dataran Kanto untuk melanjutkan pertempuran.

Mereka tidak puas dengan perkembangan tentara Kekaisaran Jepang yang terus berlanjut. Selain itu, tidak penyelesaian yang jelas untuk mantan shogun, yang saat itu berada dalam kurungan rumah dan menunggu kabar tentang nasibnya.