Konservasi Wilayah Pesisir Indonesia untuk Sumber Daya Berkelanjutan

By Ricky Jenihansen, Jumat, 18 Agustus 2023 | 12:00 WIB
Salah satu anggota Kelompok Perempuan Waifuna sedang menyelam bebas mengambil teripang laut pada masa buka sasi di Kampung Kapatcol, Raja Ampat. (Awaludinnoer/YKAN)

Nationalgeographic.co.id—Wilayah pesisir Indonesia memiliki nilai ekonomi yang sangat besar, namun kemungkinannya menjadi sumber daya berkelanjutan masih diragukan. Sebuah studi yang diterbitkan Universitas Negeri Padang menyoroti hal tersebut.

Seperti diketahui, Indonesia diberkati dengan wilayah pesisir yang luas. Indonesia telah mengembangkan potensi ekonominya dengan lebih memanfaatkan sumber daya yang tersedia di dalamnya.

Wilayah pesisir yang terdiri dari sekitar 81.000 km garis pantai dan lebih dari 17.000 pulau kecil telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian nasional. Wilayah pesisir menjadi basis yang kokoh bagi berbagai aktivitas manusia.

Namun demikian, menurut penulis, wilayah pesisir dan sumber dayanya harus tersedia dan ada secara berkelanjutan. Sehingga wilayah pesisir dapat mendukung pembangunan ekonomi negara di masa depan.

Studi tersebut ditulis oleh peneliti konservasi Victor Ph Nikijuluw. Makalahnya dipublikasikan di Sumatra Journal of Disaster, Geography and Geography Education (SJDGGE) dengan judul "Coastal Resources Conservation in Indonesia: Issues, Policies, and Future Directions."

Menurut penulis, ada perhatian serius untuk masa depan wilayah pesisir Indonesia. Terutama mengenai status sumber daya yang pada hakekatnya merupakan sistem penyangga kehidupan yang penting.

"Ekosistem pesisir utama yang membentuk wilayah pesisir Indonesia adalah hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang," tulis peneliti.

Berbagai barang dan jasa diproduksi oleh ekosistem pesisir tersebut. Beberapa barang dan jasa dapat dieksploitasi, dapat digunakan, dapat dipasarkan, dapat diperdagangkan, dan harganya sangat mahal.

Namun, beberapa barang dan jasa lainnya tetap tidak teridentifikasi, tidak terukur, tidak dapat diperdagangkan, dan tidak dapat dimonetisasi dengan menggunakan teknologi dan mekanisme pasar yang ada.

"Akibatnya, sumber daya cenderung diremehkan dan diabaikan dan akhirnya disalahgunakan dan salah kelola," menurut peneliti.

Wilayah pesisir berkelanjutan

Oleh karena itu, sumber daya wilayah pesisir harus dimanfaatkan sebagai barang ekonomi dengan cara yang tepat. Sehingga bagian dari sumber daya dapat diambil tanpa membahayakan kapasitas sumber daya untuk mereproduksi dan memperbaharui.

Dari sisi wilayah, bentukan dan kondisi alam wilayah tidak dapat begitu saja dan tanpa sengaja diubah menjadi peruntukan lain tanpa menjaga minimal luas, ruang, atau jumlah sumberdaya dalam keadaan aslinya guna menjaga kelestarian dan keseimbangan wilayah pesisir.

Dengan kata lain, meskipun pemanfaatan wilayah dan sumber daya pesisir sangat penting bagi Indonesia, pada saat yang sama pengelolaan konservasi harus dilakukan.

Menurut penulis, konservasi mengacu pada pendekatan pengelolaan sumber daya. Demgam pemanfaatan sumber daya yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dapat dicapai melalui pelestarian, perlindungan, dan peningkatan nilai kualitas keanekaragaman hayati.

Konservasi sumber daya alam secara sederhana terdiri dari perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan (UU No 32/2009).

Dulu, diduga bahwa di daerah pedesaan pesisir, dimana ketergantungan masyarakat terhadap ketersediaan sumber daya alam sangat tinggi, pendekatan pembangunan berwawasan konservasi harus diberikan prioritas tertinggi.

"Kini, bahkan sebagian besar wilayah pesisir termasuk yang berada di perkotaan juga harus dikelola dengan mengadaptasi dan menerapkan mekanisme konservasi secara intensif. Wilayah pesisir dan sumber dayanya kini dalam keadaan kritis dan semakin memburuk," peneliti menambahkan.

Kondisi kawasan pesisir yang semakin menurun mengkhawatirkan dan mengundang perhatian serius dari sektor publik dan swasta. Bahkan semua pemangku kepentingan terkait, untuk bersatu melindungi dan melestarikan kawasan tersebut.

"Kita sekarang berada pada tahap di mana tindakan harus diambil untuk menyelamatkan wilayah pesisir kita sebagai sumber daya paling berharga yang menopang bangsa kita dan memberikan penghidupan bagi rakyat kita" jelas penulis.

"Makalah ini menjelaskan kondisi sumberdaya pesisir Indonesia saat ini, faktor atau variabel yang menentukan dan mempengaruhi ancaman dan keberadaannya, serta kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mengelola sumberdaya tersebut."

Aktivitas harian salah satu kelompok suku Bajo, masyarkat pesisir yang punya kecerdasan ekoologi dalam kearifan lokal mereka. (BastianKyle/Wikimedia Commons)

Variabel kebijakanMenurut penulis, untuk mewujudkan wilayah pesisir berkelanjutan, perlu mempertimbangkan berbagai variabel.

Program konservasi pesisir masa depan harus dirancang dengan mempertimbangkan fungsi strategisnya sebagai sumber makanan dan habitat kritis bagi banyak spesies yang dikenal dan banyak yang masih belum diketahui.

Kemudian juga mempertimbangkan ruang untuk aktivitas manusia dan ekonomi, kebutuhan generasi penerus wilayah pesisir, interaksi antara darat dan laut.

Selanjutnya, kebijakan dan program konservasi pesisir ke depan perlu dirumuskan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan memperhatikan aspek-aspek.

Yang pertama, prinsip risiko lingkungan rendah harus diterapkan ketika pembangunan ekonomi secara radikal dan substansial mengubah struktur dan fungsi wilayah pesisir.

Selanjutnya, biaya eksternalitas yang terpaksa dibayar. Biaya ini dibayar oleh mereka yang tidak secara langsung menggunakan sumber daya pesisir harus dialihkan untuk ditanggung oleh pengguna sumber daya.

Dan kemudian, meskipun program Kawasan Konservasi Laut (KKL) telah menunjukkan hasil dan dampak yang positif, tidak semua masalah konservasi dapat diselesaikan dengan keberadaan KKL tunggal. Kumpulan KKL harus dikelola secara bersamaan dengan pendekatan jaringan.

Selain itu, juga harus mempertimbangkan bahwa wilayah pesisir sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di pedalaman atau dataran tinggi.

"Konsekuensinya, wilayah pesisir dan dataran tinggi juga harus dikelola bersama dalam satu sistem yang terintegrasi," menurutnya.

"Pengelolaan kawasan dataran tinggi-pesisir terpadu yang dikenal luas sebagai pendekatan punggung-ke-terumbu ini harus diperkenalkan dan diterapkan di Indonesia."

Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media #SayaPilihBumi #SisirPesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.