Sejarah Perang Salib Ketujuh: Ambisi Raja Prancis Tanpa Dukungan Paus

By Ricky Jenihansen, Senin, 21 Agustus 2023 | 11:00 WIB
Ilustrasi abad ke-14 M tentang Louis IX dari Prancis (memerintah 1226-1270 M) meninggalkan Aigues Mortes ke Mesir pada sejarah Perang Salib Ketujuh (1248-1254 M). (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Dari semua sejarah Perang Salib, gerakan Perang Salib hampir selalu berdasarkan seruan Paus, Gereja Katolik Roma. Meski memang dalam perjalanannya terjadi penyelewangan dalam sejarah Perang Salib.

Namun demikian, sejarah Perang Salib tidak selalu dengan seruan Paus. Perang Salib Ketujuh (1248-1254) dimulai dengan ambisi Raja Prancis dan tanpa dukungan Paus, maupun Gereja Katolik Roma.

Raja Prancis Louis IX (memerintah 1226-1270 M) memimpin langsung Perang Salib Ketujuh. Ia bermaksud menaklukkan Mesir dan mengambil alih Tanah Suci Yerusalem, keduanya kemudian dikuasai oleh Dinasti Ayyubiyah, Peradaban Islam.

Pasukan Salib, pada tahun 1250 M dikalahkan di Mansourah dalam pengulangan peristiwa Perang Salib Kelima (1217-1221 M). Terlepas dari keberhasilan awal merebut Damietta di Sungai Nil.

Louis kemudian ditangkap dan kemudian ditebus. Akan tetapi, ia tetap bertekad untuk memenuhi sumpah Pasukan Salibnya. Nantinya ia juga meluncurkan Perang Salib Kedelapan pada tahun 1270 M.

Kejatuhan Yerusalem

Perang Salib Keenam (1228-1229 M) dipimpin oleh Kaisar Romawi Suci Frederick II (1220-1250 M). Ia berhasil menghindari pertempuran yang sebenarnya dan merundingkan kontrol atas Yerusalem dari Sultan Mesir dan Suriah, al-Kamil (1218-1238 M).

Namun, 15 tahun kemudian, masalah muncul lagi ketika penerus al-Kamil berjuang untuk mempertahankan Kekaisaran Ayyubiyah yang didirikan oleh paman al-Kamil, yaitu Saladin pada tahun 1174 M.

Seperti di masa lalu, beberapa kota Peradaban Islam yang tidak berada di bawah kendali Ayyubiyah terus membentuk aliansi dengan negara-negara Latin di Timur Tengah, terutama Damaskus.

Kontrol Ayyubiyah di Timur Tengah makin diperkuat, ketika Pasukan Latin yang besar dan sekutu Muslimnya dari Damaskus dan Homs dikalahkan. Mereka dikalahkan di pertempuran La Forbie (Harbiya) di Gaza pada 17 Oktober 1244 M.

Lebih dari 1.000 ksatria tewas dalam pertempuran tersebut, bencana yang kemudian membuat negara-negara Latin berjuang untuk pulih.

Yerusalem telah direbut dari orang-orang Kristen, kali ini oleh sekutu Ayyubiyah, kaum nomaden Khorezmians (Khwarismians) pada tanggal 23 Agustus 1244 M.

Orang-orang Kristen di Kota Suci telah dibunuh dan tempat-tempat suci dinodai. Timur Latin kemudian meminta bantuan Barat.

Timur Latin adalah negara-negara yang diciptakan oleh Pasukan Salib di Levant dikenal secara kolektif.

Paus Innosensius IV (memerintah 1243-1254 M) menanggapi dan menyerukan perang salib lagi yang nantinya dikenal sebagai Perang Salib Ketujuh.

Namun, sebelum seruan itu dikeluarkan secara resmi. Raja Louis IX justru memulai perang Salib ketujuh. Hal itu tidak seperti sejarah Perang Salib Sebelumnya yang dimulai dengan seruan Paus dan dukungan Gereja Katolik, Roma.

Tanah Suci Yerusalem. (Public Domain)

Raja Louis IX

Raja Louis IX sebelum itu sebenarnya dikabarkan sakit parah. Namun keputusan untuk memulai perang salib secara ajaib langsung memulihkan kesehatannya.

Sejarawan modern mencari motivasi yang kurang supernatural. Seperti misalnya keinginan untuk dilihat sebagai penguasa terkemuka Eropa, untuk mengkonsolidasikan kerajaannya dengan merestrukturisasi administrasinya.

Hal itu merupakan suatu kebutuhan dalam ketidakhadirannya yang lama, atau mungkin sekadar karena keimanannya dan kepeduliannya untuk kepentingan Kristen.

Pada bulan Desember 1244 M, Louis 'memikul salib' dan memutuskan untuk meninggalkan kerajaannya menuju Levant.

Bangsawan Eropa terkemuka dalam ekspedisi tersebut termasuk Henry I dari Siprus (memerintah 1218-1253 M), Raymond VII dari Toulouse, Duke Hugh IV dari Bourgogne, Pangeran William dari Flanders, dan saudara laki-laki Louis sendiri, Alphonse dari Poitiers.

Tampaknya kegagalan perang salib sebelumnya tidak menyurutkan semangat para pejuang terbaik Eropa. Yang pasti raja memutuskan untuk membentuk Perang Salib bahkan sebelum Paus secara resmi menyerukannya.

Raja Prancis bertekad bahwa ekspedisinya akan didanai dengan baik. Keyakinan itu berkat serangkaian reformasi pajak dan kenaikan pajak, pendapatan dari gereja (pajak dan sumbangan dari umat Kristen).

Kemudian permintaan 'hadiah' dari setidaknya 82 kota di seluruh Prancis, pembayaran dari para baron dan bangsawan lainnya, hingga kantong raja sendiri.

Lukisan 'Siege of Damietta, Seventh Crusade, 1249' yang merupakan karya Georges Rouget (1781–1869). Perang Salib yang paling terkenal adalah perang-perang perebutan Tanah Suci Yerusalem. (PIXELS)

Pada tahun 1248 M, raja, yang telah lama dikenal karena kebijakan anti-Yahudinya, mengusir semua orang Yahudi dari Prancis dan menyita harta benda mereka.

Tidak ada detail yang terlewat, dan raja tentu membutuhkan sejumlah besar uang untuk mendanai usaha sebesar itu.

Louis bahkan mengeluarkan biaya untuk membangun kota berbenteng Aigues Mortes di Prancis selatan. Benteng itu khusus untuk berkumpul dan turunnya Pasukan Salib dengan kapal yang disewa untuk tujuan tersebut dari Genoa dan Marseille.

Perbekalan juga terus dikumpulkan di sana. Perencanaan Lajos selanjutnya dibuktikan dengan menimbun barang. Terutama gandum, jelai, dan anggur Siprus, yang semuanya akan dikumpulkan dalam perjalanan.

Armada berangkat pada 25 Agustus 1248 M, kekuatan sekitar 10.000 orang berhenti di Siprus dan tinggal di pulau itu selama delapan bulan untuk reparasi dan pasokan.

Penundaan itu juga memungkinkan orang-orang yang tersesat untuk bergabung dengan pasukan utama dari kota-kota Acre, Tripoli, dan Antiokhia di Eropa dan Timur Tengah.

Selain itu, Louis akan mendapat manfaat dari kontribusi ordo militer yang berbasis di Levant, Knights Hospitaller, Knights Templar, dan Teutonic Knights.

Pada musim panas tahun 1249 M, Pasukan akhirnya siap untuk memulai sejarah Perang Salib. Lajos menulis kepada Sultan Mesir, dengan berani menyatakan niatnya tidak hanya untuk merebut kembali Yerusalem tetapi juga untuk menaklukkan seluruh Mesir dan Levant.