Selain Samurai, Ada Biksu Pejuang yang Ditakuti di Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Kamis, 24 Agustus 2023 | 14:00 WIB
Samurai dan ninja adalah kelompok pejuang yang paling terkenal dalam sejarah Kekaisaran Jepang. Tapi, selain kedua kelompok itu, ada biksu pejuang yang juga terlibat dalam pertarungan dan konflik di masa lalu. (Utagawa Yoshifuji/Museum of Fine Arts Boston)

Nationalgeographic.co.id—Samurai dan ninja adalah kelompok pejuang yang paling terkenal dalam sejarah Kekaisaran Jepang. Tapi, selain kedua kelompok itu, ada biksu pejuang yang juga terlibat dalam pertarungan dan konflik di masa lalu. Mereka adalah sohei dan yamabushi.

Organisasi keagamaan melatih para biksu untuk menjalani gaya hidup pertapa. Di saat yang sama, para biksu itu terlibat dalam konflik kekerasan dengan menjadi pejuang yang hebat. Sama seperti samurai dan ninja di Kekaisaran Jepang.

Biksu sohei sangat religius. Di sisi lain, mereka dianggap sebagai pejuang yang menakutkan. Yamabushi adalah biksu pejuang misterius. Mereka adalah pengembara gunung yang mencari kekuatan spiritual dan supernatural. Dalam beberapa kasus, yamabushi bisa menjadi sangat kejam dan berbahaya.

Sohei, biksu pejuang di era feodal Kekaisaran Jepang

Sohei adalah biksu pejuang yang berpengaruh pada abad pertengahan dan feodal di Kekaisaran Jepang. Para biksu pejuang ini mudah dikenali. Mereka mengenakan kerudung putih dan memiliki kepala yang dicukur. Sohei pertama kali muncul pada Periode Heian dari tahun 794 hingga 1185.

Periode Heian adalah periode dalam sejarah Kekaisaran Jepang ketika agama Buddha, Taoisme, dan pengaruh Tiongkok lainnya berada pada puncaknya.

“Alasan mengapa sohei menjadi pejuang adalah kekuasaan dan kendali,” tulis Ellen Lloyd di laman Ancient Pages.  Para biksu pejuang memainkan peran penting ketika pertikaian politik yang sengit mengenai siapa yang pantas berada di posisi puncak. Pertikaian itu terjadi di kuil-kuil yang berbeda dan sub-sekte agama Buddha yang berbeda.

Biksu sohei sangat religius. Di sisi lain, mereka dianggap sebagai pejuang yang menakutkan di Kekaisaran Jepang. (Yoshitoshi)

Pada abad ke-10, Kaisar Jepang dan pemerintahannya masih mempunyai kekuasaan yang besar. Kekuasaan ini termasuk menunjuk biksu mana yang akan menjalankan kuil tertentu. Namun, terjadi perpecahan faksi di kalangan biksu Buddha. Perpecahan dan politik istana menyebabkan anggota faksi ditunjuk sebagai kepala kuil yang dikendalikan oleh faksi saingan.

Perselisihan antara dua kuil menyebabkan pembentukan pasukan biksu di Kuil Yasaka di Kyoto. Pada akhirnya, muncul pertarungan antara kedua kelompok.

Terkadang pertikaian berakhir, dan terjadilah perdamaian. Namun konflik baru muncul dan biksu pejuang pun berperang lagi.

Sohei menggunakan berbagai macam senjata. Pedang yang paling umum adalah tachi, pedang tradisional yang dipakai oleh para samurai di Kekaisaran Jepang.