Dunia Hewan: Perkawinan Sedarah Menurunkan Populasi Lumba-Lumba Orca

By Ricky Jenihansen, Jumat, 2 Februari 2024 | 15:29 WIB
Lumba-lumba orca penduduk selatan yang terancam punah mengalami penurunan populasi. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Tim peneliti internasional mengungkapkan kondisi mengkhawatirkan di dunia hewan laut. Mereka menemukan adanya penurunan populasi lumba-lumba orca (Orcinus orca) di wilayah barat laut Pasifik yang disebut penduduk selatan.

Menurut penelitian tim peneliti internasional, penurunan populasi lumba-lumba orca atau paus pembunuh terjadi karena perkawinan sedarah. Mereka mempelajari lumba-lumba orca yang terancam punah di lepas pantai British Columbia, Washington, dan Oregon.

Untuk diketahui, lumba-lumba orca penduduk selatan adalah populasi kecil lumba-lumba orca yang hidup di Samudera Pasifik di lepas pantai barat laut Amerika Utara.

Populasi ini sangat terisolasi, sehingga mereka melakukan perkawinan sedarah, yang berkontribusi pada penurunan populasi mereka, demikian temuan tim peneliti internasional.

Hasil penelitian itu telah dipublikasikan di jurnal bergengsi nature ecology & evolution dengan judul "Inbreeding depression explains killer whale population dynamics."

Temuan tersebut sebenarnya telah diperkirakan sebelumnya. Para ilmuwan telah lama menduga bahwa perkawinan sedarah telah terjadi di dalam kelompok tersebut.

Namun demikian, baru setelah para peneliti melakukan pengurutan genom, mereka menyadari betapa buruknya situasi yang terjadi.

Tim peneliti internasional menemukan kondisi memprihatinkan kelompok orca yang mereka pelajari – yang mencakup 100 orca hidup dan mati.

Dari jumlah tersebut, 73 di antaranya masih hidup – memiliki dan tingkat keragaman genetik yang lebih rendah dan tingkat perkawinan sedarah yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan populasi Pasifik Utara lainnya.

Salah satu alasan penurunan ini adalah terbatasnya jangkauan geografis kelompok tersebut, yang terbentang antara British Columbia dan Oregon.

“Mereka sedikit lebih terisolasi secara genetis dari populasi lain,” kata rekan penulis studi Michael Ford, seorang ilmuwan peneliti di Pusat Sains Perikanan Barat Laut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Seattle, kepada Live Science.

“Perkawinan silang antara (mereka dan) populasi lain juga lebih sedikit.”

Memahami faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan atau penurunan populasi yang terancam punah sangat penting untuk melestarikan keanekaragaman hayati di dunia hewan.

Upaya konservasi sering kali mengatasi ancaman ekstrinsik, seperti degradasi lingkungan dan eksploitasi berlebihan, yang dapat membatasi pemulihan populasi yang terancam punah.

Mereka juga mempelajari susunan genetik populasi untuk “mengisi kesenjangan besar” dalam pemahaman para peneliti tentang mengapa populasi lumba-lumba orca ini gagal berkembang, menurut pernyataan NOAA.

“Pengurutan (genetik) tersebut mengungkapkan bahwa beberapa paus adalah hasil perkawinan sedarah antara induk dan salah satu anaknya,” kata Ford. "20% lainnya merupakan hasil perkawinan antara sepupu pertama."

Dia menambahkan, “perkawinan sedarah jelas merupakan masalah bagi populasi ini.”

Secara umum, paus pembunuh mulai bereproduksi ketika mereka berusia 10 tahun dan mencapai puncak reproduksinya pada awal usia 20-an.

Namun, lumba-lumba orca penduduk selatan memiliki kurang dari setengah peluang untuk bertahan hidup hingga mencapai usia 40 tahun. "(Itu) jika dibandingkan dengan individu yang paling sedikit melakukan perkawinan sedarah,” menurut pernyataan tersebut.

Selain itu, betina dengan tingkat perkawinan sedarah terendah diperkirakan akan memiliki 2,6 anak seumur hidupnya. Sedangkan betina dengan perkawinan sedarah tinggi akan memiliki rata-rata 1,6 anak, menurut pernyataan tersebut.

Namun, para peneliti memperingatkan bahwa perkawinan sedarah kemungkinan besar bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan penurunan populasi.

Dampak yang berasal dari manusia, seperti lalu lintas kapal dan polusi juga berdampak buruk pada dunia hewan, termasuk lumba-lumba orca, menurut pernyataan tersebut.

“Beberapa habitat inti mereka berada di lingkungan perkotaan dengan banyak lalu lintas kapal kecil dan kapal besar yang mungkin secara langsung mengganggu mereka atau berdampak pada kemampuan mereka berburu salmon secara efektif,” kata Ford.

“Mereka juga diketahui cukup terkontaminasi dengan kontaminan lama dan kontaminan yang lebih baru.”

Kontaminan adalah zat yang hadir dalam lingkungan yang bukan tempatnya atau berada dalam tingkat yang dapat menyebabkan membahayakan (merugikan) kesehatan, termasuk di dunia hewan.

Bahan-bahan tersebut termasuk polychlorinated biphenyls (PCB), yang dilarang di Amerika Serikat pada tahun 1979.

"Kemudian para-phenylenediamine (PPDs), bahan kimia yang sering ditemukan dalam bahan penghambat api," kata Ford.

Namun, para peneliti menemukan bahwa populasi lumba-lumba orca lainnya tidak terlalu terpengaruh oleh bahan kimia ini.

“Ada populasi sementara paus pembunuh yang memiliki tingkat kontaminan lebih tinggi dibandingkan Penduduk Selatan, dan tampaknya mereka baik-baik saja,” kata Ford.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan manusia ini kemungkinan besar akan berdampak pada populasi. "Dan saya pikir kita punya alasan kuat untuk percaya bahwa ini adalah masalah potensial.

Namun sebenarnya sulit untuk membuktikan bahwa seperti yang kita lakukan pada perkawinan sedarah," katanya. "Faktor genetik seperti depresi perkawinan sedarah juga dapat mempengaruhi dinamika populasi namun dampak ini jarang diukur di alam liar sehingga sering diabaikan dalam upaya konservasi."