Batu Bata Pernah Jadi Media Persalinan dalam Sejarah Mesir Kuno

By Galih Pranata, Rabu, 30 Agustus 2023 | 08:00 WIB
Wanita Persia melakukan persalinan dengan menggunakan batu bata, seperti halnya juga bata sebagai media persalinan dalam sejarah Mesir Kuno. (Engelmann/Susanne Töpfer)

Di latar belakang tampak (dari kiri ke kanan) makam berkubah, monumen Helenistik, dan mungkin ceruk pekuburan. Di latar depan tampak dua makam, dan ruang kremasi yang ditutupi dengan batu bata dan sisa-sisa kapur. (Sagalassos Archaeological Research Project (KU Leuven))

Ia juga menyebut prosesi penggunaan batu bata sebagai media persalinan dalam sejarah Mesir Kuno. Susanne menyebut, "mula-mula batu bata tersebut harus disiapkan secara ritual sebelum digunakan pada saat persalinan, dimana ibu bersalin berdiri di atas batu bata tersebut."

Sang wanita yang akan melahirkan akan ditopang oleh beberapa bidan, di mana di kedua sisinya terdapat standar kelahiran berkepala Hathor untuk perlindungan magis, sementara bidan bertugas untuk melindungi wanita yang akan bersalin.

Susanne Töpfer juga mengimbuhkan dalam jurnalnya, "setelah selesai melahirkan, batu bata tersebut digunakan untuk perawatan pasca melahirkan dan perlindungan bayi yang baru lahir."

Barangkali batu bata kelahiran dapat dipahami sebagai suatu benda yang "sangat ampuh" yang digunakan pada saat melahirkan, tetapi tidak digunakan secara aktif atau lebih tepatnya secara fisik.

Secara filosofis, seorang wanita di atas media bata yang merupakan wanita yang akan melahirkan, diidentikkan dengan dewi Hathor. Dua lambang pohon berkepala Hathor melambangkan cakrawala.

Oleh karena itu "seorang anak (bayi yang baru lahir) dalam sejarah Mesir Kuno sekali lagi diidentikkan dengan dewa matahari, Ra yang muncul di cakrawala," lanjutnya.

Dalam sejarah Mesir kuno, dewi Heqet menjadi simbol kesuburan dan persalinan. Pemujaan Heqet berlangsung selama berabad-abad. (Roland Unger)

Meski sempat dipertanyakan kebenaran "bata kelahiran," faktanya, Dr. Wegner dan arkeolog lainnya seperti dapat memprediksi siapa yang menggunakan batu bata kelahiran yang mereka temukan itu melalui pengamatan seni dekoratifnya.

Mereka menyimpulkan bata kelahiran itu bekas peninggalan seorang putri kerajaan bernama Renseneb, berdasarkan juga teks dan lokasi penemuan bata kelahiran itu sendiri. 

Batu bata tersebut ditemukan di salah satu bagian rumah yang ditempati oleh wanita, dan beberapa cetakan segel tanah tampak di sana, bertuliskan nama "wanita bangsawan dan putri raja Renseneb."

Renseneb mungkin menikah dengan salah satu walikota dalam sejarah Mesir Kuno karena lokasi penemuan batu batanya. Yang jelas, para arkeolog menyepakati bahwa Renseneb diperkirakan kerap melakukan persalinan.

Hal itu dapat dilihat dari bekas tempat jongkok di atas batu bata. Terlihat dari permukaan atas batu bata yang baru ditemukan, kata Dr. Wegner, sudah aus dan hancur karena kerap kali digunakan empunya.

Melalui jurnalnya, Susanne juga menyimpulkan bahwa dalam sejarah Mesir Kuno, "kemungkinan besar persalinan hanya dilakukan bidan dengan bantuan mantra-mantra sebagai upaya dalam menyelesaikan proses persalinan dengan mudah."

Ia meneruskan bahwa "hanya melalui pengetahuan yang diperlukan melalui tradisi lisan yang diturunkan secara turun-temurun, prosesi persalinan menggunakan batu bata dapat dilakukan oleh para bidan."