Nationalgeographic.co.id—Dalam kronik sejarah, Jenghis Khan dan bangsa Mongol selalu dikaitkan dengan kisah-kisah mengerikan tentang penaklukan, kehancuran, dan pertumpahan darah. Sebuah klan raksasa yang menguasai daratan yang luas.
Pemimpin klan terkenal sekaliber Jenghis dan penerus langsungnya, telah berhasil membangun kekaisaran terbesar yang pernah ada, mencakup seluruh benua Asia dari Samudra Pasifik hingga Hongaria modern di Eropa.
Pemimpin tangguh Mongol, lahir dari lingkungan yang serba sulit dan berbahaya. Jenghis Khan, seperti bangsa Mongol lainnya, lahir dan besar di Stepa Eurasia—sebuah wilayah dataran yang membentang dari Manchuria di timur, hingga Hongaria dan Kroasia di barat.
Ia dilahirkan dari seorang kepala suku kecil Mongol. Ketika Jenghis Khan berusia sembilan tahun, ayahnya dibunuh, dan musuh sukunya kemudian membuang istri dan lima anaknya untuk mengurus diri mereka sendiri di padang rumput Stepa yang keras.
Stepa Eurasia merupakan sebuah negeri yang keras dengan musim panas yang terik dan musim dingin yang ekstrem. Membuang ia dan anak-anaknya ke Stepa sama seperti hukuman mati. Menariknya, ibu Jenghis Khan adalah orang yang luar biasa.
Ibu Jenghis Khan berhasil membesarkan kelima anaknya itu. Akan tetapi, meski berhasil menjaga sebagian besar anak-anaknya untuk tetap hidup, keluarga Jenghis Khan mengalami kemiskinan yang sangat parah.
Meski Stepa dikenal keras dan mematikan, beruntungnya, masih ada penghidupan bagi orang-orang yang hidup di Stepa lewat padang rumputnya yang melimpah, yang memungkinkan peternakan dalam jumlah besar.
Alhasil, wilayah tersebut menjadi tempat tinggal yang dihuni selama ribuan tahun oleh suku-suku nomaden. Orang-orang inilah yang mengembara bersama ternaknya dari satu padang rumput ke padang rumput lainnya.
Kekaisaran Mongol yang dikenal kuat dan keji tidak mungkin terbentuk tanpa kepemimpinan yang visioner, keterampilan organisasi yang unggul, kavaleri tercepat dan paling tangguh yang pernah dikenal. Berkat Warisan Jenghis Khan yang luar biasa, pengaruhnya meluas.
Perkembangannya terus berlanjut antara abad ke-13 dan ke-14. Kekaisaran ini mulai membangun dirinya di Stepa Asia Tengah dan menyebar dengan cepat dari Samudera Pasifik hingga Teluk Persia.
Mereka juga memiliki "pasukan pemanah yang hebat, dan, tentu saja, memberikan malapetaka dan kehancuran bagi musuh-musuhnya," tulis Stefano Karboni kepada The Met Museum dalam artikelnya The Legacy of Genghis Khan yang terbit pada bulan Oktober 2023.
Namun, warisan Jenghis Khan, putra-putranya, dan cucu-cucunya menjadi merupakan salah satu warisan budaya yang bernilai, seperti pencapaian seni, cara hidup yang sopan, dan seluruh benua yang bersatu di bawah apa yang disebut Pax Mongolica atau "Perdamaian Mongolia."
Hanya sedikit orang yang menyadari bahwa Dinasti Yuan di Tiongkok (1271–1368) adalah bagian dari warisan Jenghis Khan melalui pendirinya, Khubilai Khan, cucu dari Jenghis Khan yang memerintah 1260–1295.
Stefano Karboni menambahkan bahwa pada masa pemerintahan Kubilai Khan, saat itu Kekaisaran Mongol berada pada masa kejayaan terbesarnya dalam dua generasi setelah Jenghis Khan.
"Bangsa Mongol sangat cepat dalam mengubah diri mereka dari masyarakat suku yang nomaden menjadi penguasa kota dan negara bagian," imbuhnya. Mereka juga belajar dengan cepat bagaimana mengelola kekaisaran Mongol yang luas.
Mereka dengan mudah mengadopsi sistem administrasi negara-negara yang ditaklukkan, menempatkan segelintir orang Mongol di posisi teratas namun mengizinkan mantan pejabat lokal untuk menjalankan urusan sehari-hari.
Sistem cerdas ini memungkinkan mereka mengendalikan setiap kota dan provinsi, tetapi juga berhubungan dengan penduduk melalui administratornya. Penyatuan politik Asia di bawah pemerintahan Kekaisaran Mongol mengakibatkan perdagangan aktif dan perpindahan pemukiman seniman dan pengrajin di sepanjang jalur utama.
Pada pertengahan abad ke-13, Kekaisaran Mongol telah membentuk kerajaan terbesar yang saling berdekatan di dunia, menyatukan budaya Tiongkok, Islam, Iran, Asia Tengah, dan nomaden dalam sensibilitas Mongol yang menyeluruh.
Seperti halnya cucu Jenghis Khan, Hülegü, telah berhasil menaklukkan Iran pada tahun 1256 dan menaklukkan Bagdad, ibu kota kekhalifahan Abbasiyah, pada tahun 1258. Dinasti Hülegü memerintah wilayah ini, yang disebut Iran Raya, hingga sekitar tahun 1353.
Setelah itu perolehan kekuasaan mereka dengan cepat merambah di dunia Islam. Pengaruh Mongol pada budaya Iran dan Islam melahirkan periode luar biasa dalam seni Islam yang menggabungkan tradisi mapan dengan bahasa visual baru yang diwariskan dari Asia Timur.