Sehingga, saat mengalami perjumpaan dengan gajah, ia hanya menjaga jarak dan membiarkannya lewat. Terkadang, ada pula gajah yang masuk desa dan merobohkan pondok.
Makmun pun sering bercerita dengan warga tempatan tentang apa yang ia lihat atau alami dengan gajah. Bagi warga tempatan, sebetulnya gajah itu tidak jahat, tetapi mencari makan.
Mereka pun menyarankan Makmun untuk tidak khawatir dan menawarkan bantuan untuk mengusir gajah. Kala itu, pengusiran hanya sekadar dengan teriakan suara atau menyalakan api unggun.
Namun, saat ia memulai usaha perkebunan kelapa sawit, aktivitas mereka mulai bersentuhan dengan gajah. Di daerah Sibanga, ia mulai sering mendengar kabar bahwa gajah suka makan sawit.
Keputusannya untuk menetap di Riau, membuat Makmun berpikir bahwa sampai kapan pun ia akan hidup bersama gajah. Ia kemudian berinisiatif untuk mengenal gajah dengan mengunjungi Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas.
“Saya berangkat tidak dibarengi sama surat sepotong dari desa. Alhamdulilah, ketika itu saya diterima dengan baik di sana,” ungkapnya.
Di PLG Minas, Makmun belajar segala hal tentang gajah selama 15 hari. Ia juga memperoleh koneksi, jika suatu saat membutuhkan informasi atau bantuan terkait gajah, bisa langsung menghubungi mereka.
Dari sana, ia juga dapat membedakan perilaku antara gajah jinak dan gajah liar. Menurutnya, manusia akan semakin sulit mengontrol gajah liar, sebab mereka juga beradaptasi. Misalnya, saat dilakukan blokade untuk mengusir gajah.
“Gajah liar dulu kalau ketemu sama orang, lari. Mau datang ke kebun, kita teriakin, kita tepuk-tepuk gini lari. Karena lama-kelamaan sering ketemu mungkin, ya. Dia semakin berani sama manusia,” terangnya.
Hingga kini, Makmun dan warga setempat hanya melakukan blokade dengan bunyi-bunyian keras jika gajah memasuki desa. Mereka tidak melakukan aksi menyakiti seperti meracun atau memasang jerat.
Bersama warga, Makmun terus mengembangkan cara untuk hidup berdampingan dengan gajah. Mereka juga mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk mitigasi atau peringatan dini bila terjadi interaksi negatif manusia dan gajah, salah satunya oleh tim Rimba Satwa Foundation (RSF).
Saat ini, tim RSF menggunakan teknologi GPS Collar untuk memantau pergerakan gajah dan perilaku dari populasi gajah di habitatnya terkini. Saat gajah terdeteksi akan memasuki permukiman atau kebun, mereka akan mengirim informasi tersebut kepada warga melalui telepon atau pesan WhatsApp.