Dengan begitu, warga dapat bersiap untuk melakukan blokade atau pengusiran gajah dengan bunyi-bunyian keras. Menurut pendiri RSF, Zhulhusni Syukri (40), pemasangan GPS Collar dapat menjadi peringatan dini dalam mitigasi interaksi negatif dengan gajah. Sejauh ini, penggunaannya dinilai efektif.
Hal ini senada dengan yang dirasakan oleh Makmun. Sebelum ada GPS Collar, ia dan warga hanya bisa mengetahui kedatangan gajah dari laporan desa lain. Semuanya hanya bisa diketahui dengan mengira-ngira.
“Gajah sebelum datang ke kampung kita, dia sudah melewati kampung lain. Nah, kita kan dengar kabar. Kalau sudah ada di Desa Bencah Umbai, KM 85, kalau ke Lubuk Umbut itu berarti [tibanya] hitungan menit,” terangnya.
Cara lain mengetahui kedatangan gajah adalah mendengar atau melihat letusan mercon di langit. Sebab, saat itu, kualitas sinyal telepon atau internet di desa masih kurang baik.
“Kode kita hanya mercon. Tembakkan ke atas, kita langsung meluncur ke arah suara tadi,” ungkapnya.
Kini, seiring dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi di desa, informasi kedatangan gajah dengan GPS Collar semakin mudah. Saat tim RSF mendeteksi gajah akan masuk ke permukiman atau kebun, mereka akan mengirimkan informasi tersebut kepada warga melalui grup WhatsApp.
Kelebihan GPS Collar tak hanya sebagai peringatan dini, tetapi juga keakuratannya karena disertai informasi titik keberadaan gajah. Sehingga warga dapat langsung bersiap menuju lokasi untuk melakukan blokade.
Makmun berharap, warga dapat tetap hidup berdampingan dengan gajah. Sebab, ia sadar bahwa gajah telah lebih dahulu menghuni hutan. Manusialah yang harus berkompromi dengan gajah, supaya keduanya dapat hidup berdampingan.
"Datuk, kalau mau memang mau makan. Makanlah. Cuman itu hak kami, jangan dihabiskan," ungkapnya jika sang datuk telanjur merangsek ke perkebunan.