Nationalgeographic.co.id—Tim peneliti dunia hewan internasional yang salah satunya berasal dari Universitas Göttingen telah memberikan deskripsi sebanyak tujuh serangga daun sebagai spesies baru. Ketujuh serangga ini sebelumnya tidak diketahui.
Serangga daun (famili Phylliidae), juga disebut daun berjalan. Serangga ini salah satu dari lebih dari 50 spesies serangga pipih, biasanya berwarna hijau (ordo Phasmida, atau Phasmatodea) yang dikenal karena penampilannya yang mirip daun.
Serangga daun memakan tanaman dan biasanya menghuni kawasan yang bervegetasi padat. Sebaran alami mereka terbentang dari pulau-pulau di Samudra Hindia, melintasi sebagian daratan Asia Selatan dan Asia Tenggara, hingga Papua Nugini dan Australia di Pasifik barat.
Serangga ini termasuk dalam ordo serangga batang dan daun, yang dikenal karena penampilannya yang tidak biasa. Hal ini dikarenakan mereka terlihat sangat mirip dengan bagian tanaman seperti ranting, kulit kayu, ataupun daun. Jika Anda hanya melihatnya secara sekilas saja, mungkin Anda tidak akan pernah tahu bahwa itu adalah serangga yang hidup.
Kamuflase canggih serangga ini memberikan perlindungan yang sangat baik dari predator serta menghadirkan tantangan bagi para peneliti.
Para peneliti yang melakukan analisis genetik pada serangga ini menemukan "spesies samar", yang tidak dapat dibedakan hanya dari penampilan luarnya saja. Temuan ini tidak hanya penting untuk studi sistematis serangga daun, tetapi juga untuk perlindungan keanekaragamannya.
Temuan ini telah dipublikasikan di jurnal ZooKeys pada 3 Agustus 2023 dengan tajuk “On seven undescribed leaf insect species revealed within the recent "Tree of Leaves" (Phasmatodea, Phylliidae)”.
Dalam proses taksonomi, atau penamaan, deskripsi, dan klasifikasi spesies sangatlah sulit dilakukan pada serangga daun. Mengapa demikian? Sebab, individu dari spesies yang berbeda sulit dibedakan, tetapi terdapat variasi yang sangat besar dalam suatu spesies.
“Individu dari spesies yang berbeda sering kali dihitung sebagai anggota spesies yang sama berdasarkan penampilan mereka. Kami hanya dapat mengidentifikasi beberapa spesies baru berdasarkan karakteristik genetiknya,” tutur Pemimpin Proyek, Dr Sarah Bank-Aubin, dari Departemen Evolusi dan Keanekaragaman Hayati Hewan Universitas Göttingen.
Serangga daun berukuran panjang tubuh kira-kira 2,8 hingga 10 cm. Betina dari spesies terbesar yang diketahui, Phyllium giganteum, bisa melebihi 10 cm. Sedangkan untuk pejantan cenderung lebih kecil dibandingkan betina.
Selain itu, betina biasanya memiliki sayap depan yang besar (elytra, atau tegmina) yang terletak ujung ke ujung di perut. Mereka juga cenderung tidak memiliki sayap belakang dan biasanya tidak bisa terbang. Sebaliknya, jantan memiliki sayap depan yang kecil dan sayap belakang yang berfungsi tidak seperti daun (terkadang transparan).
Betina dapat bereproduksi melalui partenogenesis ketika jantan tidak ada. Betina menjentikkan atau menjatuhkan telurnya ke tanah. Anakan yang baru menetas (nimfa) tidak bersayap dan berwarna coklat atau kemerahan. Setelah menetas, mereka memanjat tanaman pangan, menjadi hijau setelah memakan dedaunan.
Beberapa individu serangga ini yang berasal dari India sebelumnya diperkirakan termasuk dalam spesies yang tersebar luas di Asia Tenggara. Namun kini para peneliti telah menemukan bahwa mereka adalah spesies serangga daun yang benar-benar baru.
"Temuan ini penting untuk konservasi spesies: jika semua individu mati di India, bukan hanya kelompok dalam suatu spesies yang berkurang, seperti yang diperkirakan sebelumnya. Faktanya, seluruh spesies berbeda akan punah dan musnah. Ini berarti bahwa spesies India sangat penting untuk dilindungi," jelas Bank-Aubin dengan tegas.
Spesies baru lainnya yang ditemukan berasal dari Vietnam, Kalimantan, Jawa, dan Filipina.
“Ada sekitar 3.500 spesies serangga batang dan daun yang diketahui dan saat ini terdapat lebih dari 100 spesies serangga daun yang telah dideskripsikan. Meskipun mereka hanya merupakan sebagian kecil dari keluarga serangga yang beragam ini, penampilan mereka yang spektakuler dan tak terduga menjadikan mereka yang paling unik," kata Sven Bradler, yang telah meneliti serangga ini lebih dari 20 tahun lamanya.