Nationalgeographic.co.id - Sepanjang sejarah manusia, praktik modifikasi tubuh dilakukan di beberapa budaya. Dalam beberapa budaya, ada beragam jenis modifikasi tubuh seperti pengikatan kaki, pemanjangan leher, dan tato. Bisanya, tato berkaitan dengan kelas, cita-cita kecantikan, atau spiritualitas.
Selain itu, ada juga praktik modifikasi tengkorak. Masyarakat Hirota di Jepang kuno termasuk salah satu kelompok yang melakukan praktik ini. Sebuah penelitian baru menunjukkan mereka memiliki alasan yang lebih praktis untuk memodifikasi tengkorak bayi. “Tujuannya adalah untuk memfasilitasi perdagangan,” tulis Sonja Anderson di laman Smithsonian Magazine.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLOS One ini berpendapat bahwa masyarakat Hirota sengaja mengubah tengkorak anak-anak mereka. Sebelumnya, para peneliti tidak yakin apakah deformasi tersebut disebabkan oleh proses alami yang tidak diketahui.
Analisis tengkorak masyarakat Hirota dari era Jepang kuno
Dalam sejarah Jepang, Hirota berkembang pesat antara abad ketiga dan ketujuh, kata penulis utama Noriko Seguchi. Ia adalah seorang antropolog biologi di Universitas Kyushu di Jepang.
Para arkeolog mulai mempelajari kerangka Hirota pada tahun 1957. Saat itu, sebuah situs permakaman besar ditemukan di Pulau Tanegashima di Prefektur Kagoshima. Saat memeriksa kerangka tersebut, para peneliti menemukan bahwa tengkorak mereka pendek dan rata di bagian belakang. Hal tersebut menunjukkan bahwa tulang itu telah dimodifikasi.
Tim Seguchi menganalisis bentuk tengkorak dengan memeriksa gambar dan pemindaian tiga dimensi dari garis luar dan permukaannya. Para peneliti kemudian membandingkan temuan mereka dengan data tengkorak dari situs arkeologi di tempat lain di Jepang.
Mereka menemukan tengkorak Hirota memiliki morfologi tengkorak yang berbeda dan sangat bervariasi dari tengkorak Yayoi dan Jomon. “Yayoi dan Jomon adalah dua populasi Jepang kuno yang hidup pada waktu yang sama,” kata Seguchi. Hasilnya membuat tim menyimpulkan bahwa tengkorak tersebut sengaja dibentuk sebelum kematian.
Modifikasi tengkorak dilakukan sejak bayi di masyarakat Hirota
Modifikasi tengkorak yang disengaja bergantung pada kelenturan tengkorak bayi baru lahir, yang belum terbentuk sempurna saat lahir. Kesenjangan antara lempeng tulang tengkorak memberikan peluang untuk menentukan bentuk tengkorak sebelum selesai berkembang. Dalam sejarah manusia, masyarakat kuno di seluruh dunia memanfaatkan kesempatan ini untuk membentuk kepala anak-anak mereka.
Suku Maya, misalnya, meratakan tengkorak bayi dengan menempelkan kepalanya pada permukaan datar mirip papan buaian. “Prosedur ini mungkin dirancang untuk melindungi jiwa anak,” tulis Eric Taipale di majalah Discover pada tahun 2022.
Yang lain, seperti sekelompok Neanderthal yang hidup 45.000 tahun yang lalu juga melakukannya. Praktik modifikasi tengkorak dilakukan karena sekelompok Neanderthal percaya hal itu meningkatkan peluang untuk bertahan hidup.
Mengapa masyarakat Hirota melakukan praktik modifikasi tengkorak?
Motivasi di balik tradisi masyarakat Hirota lebih misterius. Namun para peneliti mampu menghilangkan beberapa kemungkinan dalam analisis mereka dan mengajukan penjelasan baru.
Tengkorak laki-laki dan perempuan menunjukkan tanda-tanda modifikasi. Temuan ini menunjukkan bahwa praktik tersebut bukan bagian dari adat istiadat berbasis gender.
Selain itu, jenazah dikuburkan dengan beberapa indikator perbedaan kelas sosial atau kekayaan. Secara total, 90 persen penguburan dikaitkan dengan barang-barang pemakaman, seperti produk hiasan cangkang.
Lebih dari 44.000 hiasan cangkang—termasuk gelang, plakat, dan manik-manik—telah ditemukan di situs permakaman Hirota. Informasi ini diungkap oleh Richard Pearson dalam Ancient Ryukyu: An Archaeological Study of Island Communities.
Masyarakat Hirota, seperti masyarakat pulau lainnya, sangat bergantung pada kerang untuk makanan dan barter. Mereka kemungkinan besar memanen cangkangnya sendiri dan memperoleh cangkang lain dari kelompok tetangga.
Studi baru ini menyatakan bahwa modifikasi tengkorak di masyarakat Hirota mungkin ada hubungannya dengan jaringan perdagangan ini.
Para peneliti berhipotesis bahwa masyarakat Hirota mengubah bentuk tengkorak untuk menjaga identitas kelompok. Hal ini untuk memfasilitasi perdagangan kerang jarak jauh. Hipotesis ini didukung oleh bukti arkeologi yang ditemukan di situs tersebut.
Bentuk tengkorak khas populasi Hirota tetap unik bagi komunitas mereka. Pasalnya, tidak ada tengkorak lain di kepulauan Jepang yang menunjukkan morfologi serupa. Namun penggunaan modifikasi tengkorak untuk membedakan diri bukanlah sesuatu yang unik di antara banyak manusia prasejarah.
“Temuan ini berkontribusi pada pemahaman tentang praktik modifikasi tengkorak yang disengaja pada masyarakat kuno dalam sejarah manusia,” kata Seguchi.
Penyelidikan lebih lanjut kelak bisa memberikan wawasan tambahan mengenai signifikansi sosial dan budaya praktik modifikasi tengkorak dalam sejarah manusia.