Chang'e Dewi Bulan yang Mencuri Ramuan Keabadian di Mitologi Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 9 September 2023 | 09:00 WIB
Dalam mitologi Tiongkok, Chang'e terkenal karena mencuri ramuan keabadian dari suaminya, pemanah legendaris Hou Yi. Ia kemudian melarikan diri dan menjadi dewi bulan. (Wu Shaoyun)

Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Tiongkok, Chang'e terkenal karena mencuri ramuan keabadian dari suaminya, pemanah legendaris Hou Yi. Ia kemudian melarikan diri dan menjadi dewi bulan.

Salah mitos paling penting dalam mitologi Tiongkok, kisah Chang’e memainkan peran sentral dalam festival Pertengahan Musim Gugur.

Chang'e dulunya dikenal sebagai Heng'e. “Namun nama aslinya diubah karena kaisar Liu Heng menggunakan karakter serupa dalam namanya,” tulis Mae Hamilton di laman Mythopedia. Nama seorang kaisar seharusnya unik dan tidak boleh ada yang menggunakannya. Memiliki nama yang sangat mirip dengan tokoh budaya Tiongkok lainnya akan dianggap sangat tabu. Oleh karena itu, nama “Heng’e” diubah menjadi “Chang’e.”

Sebelum menjadi dewi bulan, Chang’e adalah seorang wanita yang terkenal di seluruh Tiongkok karena kecantikannya. "Dia memiliki kulit pucat seperti susu, rambut sehitam malam, dan bibir seperti bunga sakura," tambah Hamilton.

Dalam seni, Chang’e secara konsisten digambarkan sebagai seorang wanita muda anggun. Ia digambarkan mengenakan hiasan rambut penuh gaya dan jubah panjang tergerai. Dewi bulan dalam mitologi Tiongkok itu juga ditampilkan memegang kelinci putih. Kadang-kadang, Chang'e digambarkan sebagai katak buruk rupa.

Asal-usul Chang’e dalam mitologi Tiongkok

Chang’e menikah dengan pahlawan mitologi Tiongkok. Suaminya adalah pemanah legendaris Hou Yi. Sedikit yang diketahui tentang keluarga Chang'e. Dalam beberapa versi mitosnya, Chang'e melayani Kaisar Langit sebelum dijatuhi hukuman hidup sebagai manusia karena secara tidak sengaja memecahkan pot porselen.

Chang'e sering disamakan dengan dewi bulan yang kurang populer, Changxi, yang melahirkan 12 bulan. Beberapa sejarawan percaya bahwa Chang'e mungkin adalah ibu Changxi karena nama dan status mereka yang mirip sebagai dewi bulan.

Chang'e meminum ramuan keabadian yang dicuri dari suaminya

Saat bumi masih muda, ada 10 matahari di langit. Cuaca sangat panas sepanjang waktu dan tidak ada yang namanya malam. Panas ekstrem menyulitkan pertanian dan membahayakan seluruh populasi di bumi.

Suatu hari, seorang pemanah terampil bernama Hou Yi memutuskan bahwa bencana harus diakhiri. Dia mengangkat busurnya ke langit dan menembak jatuh sembilan dari sepuluh matahari. Sebagai penghargaan atas tindakan heroiknya, Dewi Xiwangmu memberinya ramuan keabadian. Hadiah ini biasanya diperuntukkan bagi makhluk abadi yang telah mencapai pencerahan.

Setelah mencuri ramuan keabadian milik suaminya, Chang'e terbang ke bulan dan menetap di sana. (Yoshitoshi)

Meskipun Hou Yi berterima kasih atas hadiah tersebut, dia merasa bimbang. Xiwangmu hanya memberinya ramuan yang cukup untuk satu orang. Hou Yi tidak ingin menjadi abadi jika istrinya tidak bisa hidup di sisinya selamanya. Pada akhirnya, Hou Yi memutuskan untuk tetap menjadi manusia dan menyembunyikan ramuan itu di bawah tempat tidurnya.

Chang'e mengetahui hadiah suaminya dan mulai menyusun rencana. Malam itu, dia menemukan ramuan keabadian di bawah tempat tidur mereka. Ia pun meminumnya hingga tetes terakhir. Menyadari istrinya tidak ada di tempat tidur bersamanya, Hou Yi berlari keluar dan menemukannya melayang ke langit malam.

Hou Yi sangat marah sehingga dia mengambil busurnya dan mencoba menembak jatuh Chang’e. Namun semua panahnya meleset.

Seiring berjalannya waktu, kemarahan Hou Yi mereda dan dia mulai merindukan istrinya. Dia sering menatap bulan dan memikirkan betapa kesepiannya Chang’e. Agar istrinya tidak merasa kesepian, Hou Yi mulai meninggalkan makanan penutup dan buah-buahan favoritnya setiap malam. Tindakan ini juga untuk menunjukkan bahwa kemarahannya sudah sirna.

Kelinci menemani dan membantu sang dewi menyiapkan ramuan dengan menumbuk ramuan itu menjadi bubuk halus menggunakan kakinya. (DuBose)

Dia melakukan kebiasaan itu sampai hari kematiannya. Tradisi ini berlanjut hingga zaman modern. Banyak orang meninggalkan persembahan tahunan kepada Chang’e selama festival Pertengahan Musim Gugur.

Sebagai alternatif akhir dari mitologi Tiongkok ini, Chang'e dihukum karena mengkhianati suaminya dan berubah menjadi katak buruk rupa. Ia ditakdirkan untuk hidup kesepian di bulan.

Variasi lain menggambarkan Chang’e menjadi kecanduan ramuan keabadian dan kemudian menghabiskan hari-harinya untuk membuat dan mengonsumsinya.

Dalam versi mitologi Tiongkok tersebut, seekor kelinci putih merasa kasihan pada Chang’e. Kelinci itu pun terbang bersamanya ke bulan. Ia menemani dan membantu sang dewi menyiapkan ramuan dengan menumbuk ramuan itu menjadi bubuk halus menggunakan kakinya.

Dewi bulan Chang’e dalam budaya pop

Mitos Chang’e juga menjadi anekdot dalam misi eksplorasi bulan. Ketika astronot Apollo 11 mendarat di bulan, pengontrol penerbangan Ronald Evans menceritakan kepada Michael Collins tentang kisah Chang'e. Ia menuturkan bagaimana Chang’e tinggal di bulan bersama seekor kelinci putih. Collins menjawab bahwa dia akan mengawasi “gadis kelinci”.

Festival Pertengahan Musim Gugur dirayakan di seluruh Asia Timur dan Tenggara. Perayaan ini merupakan perayaan besar dalam kalender lunar. Festival ini juga dianggap sebagai hari libur panen, karena gandum dan beras biasanya dipanen berdekatan dengan waktu perayaan.

Festival ini adalah waktu spesial di mana orang-orang dapat merenungkan tahun lalu bersama keluarga, teman, dan makanan.

Selama festival Pertengahan Musim Gugur, orang-orang biasanya meletakkan buah-buahan dan manisan di altar terbuka untuk diberkati oleh Chang’e. Kue bulan menjadi kudapan wajib untuk dinikmati selama perayaan ini. Kue bulan yang sering dihias dengan motif Chang’e dan kelinci peliharaannya.