Xerxes I, Tiran Pembawa Kehancuran bagi Kekaisaran Persia Akhemeniyah

By Sysilia Tanhati, Minggu, 10 September 2023 | 17:00 WIB
Karena kegagalannya menaklukkan Yunani kuno, Raja Xerxes I menjadi salah satu raja Kekaisaran Persia Akhemeniyah yang paling terkenal. Ia juga seorang tiran yang membawa kehancuran bagi kekaisarannya. (Ernest Normand)

Nationalgeographic.co.id—Karena kegagalannya menaklukkan Yunani kuno, Raja Xerxes I menjadi salah satu raja Kekaisaran Persia Akhemeniyah yang paling terkenal.

Ia dikenal sebagai tiran yang kerap memberikan hukuman kejam dan terus menguras kas kekaisaran. Xerxes I membangun istana besar dan proyek lainnya di Persepolis dan meninggalkan jejaknya dalam sejarah Eropa dan Asia. Kelak, ia dikenal sebagai pemimpin yang membawa Kekaisaran Persia Akhemeniyah ke dalam jurang kehancuran.

Meski bukan putra tertua, Xerxes naik takhta menggantikan Darius Agung

Sebelum kematiannya pada tahun 486 Sebelum Masehi, Darius Agung menunjuk putranya Xerxes sebagai penggantinya. Xerxes bukanlah putra tertua di keluarga Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Saudara tirinya, Artabazenes, lahir sebelum Darius naik takhta.

Awalnya, Artabazenes mengeklaim hak atas takhta tertinggi. Namun, ibu Xerxes adalah Atossa, putri Koresh Agung (the Great Cyrus), Raja Persia yang mendirikan Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Sedangkan ibu Artabazenes berasal dari kalangan rakyat biasa.

Xerxes menghadapi pemberontakan di Babilonia dan Mesir kuno saat baru naik takhta Kekaisaran Persia Akhemeniyah

Salah satu tugas pertama Xerxes setelah naik takhta adalah menghadapi pemberontakan di Mesir kuno. Pemberontakan telah dimulai di bawah pemerintahan Darius, tetapi dia telah meninggal sebelum dia dapat mengatasinya.

Xerxes memimpin tentara Kekaisaran Persia Akhemeniyah untuk menumpas pemberontakan sekitar tahun 484 Sebelum Masehi. Namun, kerusuhan belum berakhir, karena pemberontakan lain kembali terjadi di Babilonia.

Baik Koresh Agung maupun Darius menghormati Babilonia sebagai bagian khusus dari Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Keduanya mengakui diri mereka sebagai “Raja Babilonia.”

Namun, Xerxes I mengabaikan gelar tersebut, dan malah menyebut dirinya sebagai “Raja Persia dan Media”. Dia membagi Babilonia menjadi provinsi-provinsi yang lebih kecil dan menaikkan pajak secara besar-besaran. “Kebijakannya itu memicu serangkaian pemberontakan,” tulis Edd Hodsdon di laman The Collector.

Xerxes tampaknya menganggap pemberontakan itu sebagai pelanggaran pribadi. Babilonia dikepung. Pemberontakan-pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan dengan kekerasan.

Xerxes telah merencanakan untuk melanjutkan rencana ayahnya untuk melakukan invasi kedua ke Yunani kuno. Namun pemberontakan terhadap Kekaisaran Persia Akhemeniyah rupanya menunda persiapannya.