Xerxes menghadapi kebangkitan Yunani kuno
Setelah kekalahan di Plataea dan Mycale, kekuasaan Kekaisaran Akhemeniyah di Laut Aegea menjadi lumpuh. Yunani kuno memulai serangan balik yang bertujuan untuk membebaskan koloninya di Asia Kecil. Athena dan sekutu negara-kota lainnya, yang membentuk Liga Delian, juga merupakan kontributor utama.
Xerxes mempersiapkan kekuatan baru untuk melawan Yunani namun berhasil dikalahkan. Kekalahan Kekaisaran Persia Akhemeniyah memastikan bahwa Persia tidak akan pernah menyerang Yunani lagi.
Raja Xerxes dibunuh oleh penasihatnya sendiri
Setelah menguras keuangan Kekaisaran Persia Akhemeniyah melalui kampanye militer yang gagal dan proyek pembangunan yang mewah, Xerxes bukanlah penguasa yang populer.
Pada tahun 465 Sebelum Masehi, Xerxes dan putranya dilaporkan dibunuh oleh Artabanus, seorang tokoh berkuasa di kekaisaran. Asal usul Artabanus tidak jelas; dia kemungkinan besar adalah salah satu pejabat terkemuka Xerxes atau bahkan mungkin anggota pengawal kerajaan.
Setelah Xerxes dibunuh, perebutan takhta pun terjadi antara pejabat dan putra Xerxes. Putranya kelak menggantikan sang ayah untuk berkuasa. Pemberontakan baru kemudian bermunculan di provinsi-provinsi seperti Mesir kuno dan Baktria dan menyebabkan bentrokan lebih lanjut dengan Yunani kuno.
Setelah kematiannya, Xerxes tetap menjadi sosok yang dibenci di Yunani kuno bahkan setelah kematiannya. Ketika Aleksander Agung menginvasi Kekaisaran Akhemeniyah 1 abad kemudian, dia menargetkan istana Xerxes di Persepolis.
“Hal itu dilakukan sebagai balas dendam atas penyerangan ke Athena oleh Xerxes,” ungkap Hodsdon.
Tidak seperti pendahulunya, Xerxes justru membawa Kekaisaran Persia Akhemeniyah menuju jurang kehancuran.