Yang Perlu Diketahui Saat Berargumen tentang Pemeliharaan Satwa Liar

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 13 September 2023 | 09:00 WIB
Monyet ekor panjang adalah satwa liar yang paling sering dieksploitasi dalam perdagangan dan peliharaan dengan dalih perlindungan. (Nugroho Arif Prabowo_YKAN)

Nationalgeographic.co.id—Memelihara satwa liar punya dampak buruk bagi manusia dan satwa liar itu sendiri. Tidak segelintir dari masyarakat yang menyadari hal ini, mengingat jumlah pemilik satwa liar begitu banyak dari berbagai kalangan dari pejabat publik, pemengaruh, sampai masyarakat.

Namun, tidak sedikit yang justru mendukung pemeliharaan satwa. Mereka berpendapat bahwa pemeliharaan satwa liar diperbolehkan sebagai upaya perlindungan. Alam liar yang menjadi habitat satwa tergerus, sehingga keberadaannya terancam. Para pendukung pemeliharaan satwa liar memandang, menyelamatkan satwa liar di rumah bisa menjadi rumah aman.

Bagi Anda yang menjadi pegiat untuk menentang pemeliharaan satwa, berikut beberapa argumen yang dapat digunakan secara sederhana. Sejatinya kalangan pemelihara satwa liar punya kesadaran tentang keberadaan satwa yang terancam punah, hanya saja aktivitas yang dilakukan tidak tepat.

Anda dapat membantu menyadarkan mereka untuk menggaungkan suara pengembalian satwa liar ke alam, atau membawa perubahan bagi pemelihara satwa liar.

"Satwa liar akan lebih aman dipelihara daripada di alam liar"

Kepemilikan satwa liar bisa ada karena beberapa penyebab, salah satunya yang terbesar adalah perdagangan satwa liar. Satwa liar kerap diburu di alam liar dengan cara yang tidak baik. Dalam perburuan, satwa liar bayi atau anak-anak yang ditangkap dan dipisahkan dari induknya. Tidak jarang, induknya dibunuh. Sementara, satwa liar bayi atau anak-anak diperdagangkan di pasar.

Jika menemukan satwa liar yang diperdagangkan, alih-alih membelinya Anda dapat melaporkan. Ada banyak lembaga perlindungan hewan terkait untuk menindaklanjuti. Jika sudah memiliki satwa liar di tempat pribadi, dapat diserahkan kepada lembaga perlindungan hewan untuk kemudian direhabilitasi sebelum dilepasliarkan.

Memang, alam liar terus tergerus dengan aktivitas manusia. Anda dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh lembaga perlindungan hewan dan lembaga konservasi, mulai dari berdonasi, membeli barang niaga lembaga, sampai turun langsung ke lapangan.

"Kami sering memberikan makanan dan minuman saat memelihara satwa liar"

Dalam konservasi, terdapat lima prinsip kebebasan dalam kesejahteraan hewan. Prinsip pertamanya adalah terbebas dari rasa lapar dan haus. Kebutuhan makanan satwa liar, hewan peliharaan (yang sudah terdomestikasi ribuan tahun), dan manusia berbeda-beda. Oleh karena itu, makanan yang diberikan tidak bisa sembarangan.

Pembukaan pintu kandang sebagai tanda dilakukannya pelepasliaran satwa. (Gregorius Bhisma Adinaya)

Beberapa pemengaruh sering memberikan makanan yang biasanya disantap oleh manusia kepada satwa liar. Makanan-makanan tersebut mungkin terlihat dinikmati oleh satwa liar, tetapi jauh dari yang dibutuhkan satwa liar. Mereka terbiasa dengan berbagai makanan yang ada di alam liar untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan gizinya.

"Satwa liar akan lebih sehat saat dipelihara"

Prinsip kesejahteraan hewan berikutnya adalah terbebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit. Sampai saat ini, penelitian terhadap dunia hewan masih sering dikaji, karena ada banyak yang belum terungkap.

Beberapa dari penyakit ini mungkin terbawa oleh satwa liar dari habitatnya yang tidak disadari pemelihara. Satwa liar mungkin tidak menunjukkan gejalanya saat dilihat atau tanpa diperiksa secara mendalam oleh dokter hewan, sehingga memeliharanya berisiko untuk tertular penyakit zoonosis yang berbahaya.

Bahkan kebiasaan manusia yang terlalu dekat dengan satwa liar, terutama memeliharanya, membuat penyakit zoonosis merebak dan menjadi pandemi. Sebagai tambahan, mayoritas penyakit yang mewabah peradaban manusia adalah zoonosis, termasuk COVID-19.

Manusia juga bisa menularkan penyakit kepada satwa liar, terutama jika punya kemiripan DNA tinggi seperti orang utan dan simpanse. Oleh karena itu, para praktisi konservasi dalam proses rehabilitasi satwa liar, harus dalam keadaan steril dari ancaman penyakit. Penyakit yang ditularkan manusia ke satwa liar dapat menyebabkan dampak yang berbeda, bahkan sulit disembuhkan.

"Saat dipelihara, satwa liar terlihat nyaman dan tidak stres"

Prinsip kesejahteraan hewan mengenal terbebas dari rasa tidak nyaman; dan terbebas dari rasa takut dan stres. Hanya saja kedua prinsip kesejahteraan ini tidak terpenuhi oleh pemelihara satwa liar tanpa disadari.

Tim peneliti mempelajari ular tikus dan babi hutan di berbagai paparan radiasi, memeriksa biomarker kerusakan DNA dan stres. (Hannah Gerke/University of Georgia dan Michael Eickelmann/Flickr)

Ada beberapa perilaku satwa liar yang menunjukkan dirinya stres yang tidak disadari pemelihara satwa liar. Stres yang dialami satwa liar disebut sebagai zoochosis, yakni gangguan kejiwaan yang berkembang karena dikurung di lingkungan yang tidak seluas habitatnya.

Walaupun halaman rumah pemelihara satwa liar luas, bagaimana pun tidak dapat menggantikan habitatnya. Kelembapan udara, luas jangkauan, dan makanan yang diberikan pemelihara tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Biasanya, zoochosis dialami oleh satwa lair di kebun binatang dan rumah pribadi. Mirisnya, perilaku stres yang ditunjukkan oleh satwa liar sering kali disalahartikan oleh pemelihara satwa liar. Akibatnya, penanganan terhadap satwa liar sering pula salah tindakan.

Oleh karena itu, dalam kesejahteraan hewan memiliki prinsip terbebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah. Di sana, mereka dapat mengekspresikan perilaku alamiah mereka. Selain itu, setiap spesies memiliki peran untuk ekosistem untuk menjaga kelestarian alam.

Saya Pilih Bumi