Nationalgeographic.co.id—Asyurbanipal memerintah Kekaisaran Asyur atau Asiria dari tahun 669 Sebelum Masehi – 627 Sebelum Masehi. Ia dianggap sebagai salah satu raja besar terakhir yang memimpin Asiria. Asyurbanipal disebut-sebut sebagai pejuang yang kejam dalam sejarah dunia.
Sebagai anak bungsu, dia tidak pernah dimaksudkan untuk mewarisi takhta. Namun, ia begitu menonjol sehingga ayahnya membagi kerajaannya. “Pembagian itu untuk memastikan bahwa Asyurbanipal akan menjadi penerusnya,” ungkap Deianira Morris di laman The Collector.
Ia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sejarah Mesopotamia. Meski demikian, Asyurbanipal kurang mendapat perhatian dibandingkan raja-raja lain di wilayah tersebut. Ia sering disebut sebagai salah satu raja terbesar yang terlupakan dalam sejarah.
Kekaisaran Asiria pada masa pemerintahan Asyurbanipal
Kekaisaran Asiria awalnya dimulai sebagai sebuah negara kota kecil di bawah Kekaisaran Akkadia. Akkadia mendominasi Mesopotamia dari tahun 2334 – 2154 Sebelum Masehi. Setelah runtuhnya Akkadia, Kekaisaran Asira secara bertahap muncul sebagai kekuatan politik independen sekitar abad ke-14 Sebelum Masehi.
Sekitar 200 tahun kemudian, Kekaisaran Asiria mengalami keruntuhan administratif besar-besaran dan kehilangan sebagian besar wilayahnya. Pada abad ke-9 Sebelum Masehi, Kekaisaran Asiria muncul kembali sebagai kekuatan dominan di Mesopotamia. Kekaisaran ini pun merebut kembali wilayahnya yang hilang.
Pada abad ke-7 Sebelum Masehi, kerajaan ini telah mencapai puncak kekuasaannya dan menjadi kekaisaran terbesar di dunia kuno.
Kekaisaran Asiria menjadi salah satu kekaisaran paling beragam dalam sejarah Mesopotamia. Untuk memerintah banyak wilayahnya, kekaisaran dipecah menjadi provinsi-provinsi yang diawasi oleh gubernur. Pada gilirannya, para gubernur ini bertanggung jawab kepada raja.
Bangsa Asiria sangat bergantung pada kekuatan militer untuk mempertahankan kendali atas wilayah dan untuk terus memperluas perbatasannya. Akibatnya, Kekaisaran Asiria mendedikasikan sebagian besar sumber dayanya untuk mengembangkan inovasi militer. Mereka juga menyempurnakan seni perang psikologis.
Asyurbanipal, putra bungsu dan pewaris takhta
Asyurbanipal lahir pada tahun 685 Sebelum Masehi. Ayahnya adalah Esarhaddon, Raja Asiria. Teks Mesopotamia tidak merinci posisinya dalam garis suksesi. Catatan menunjukkan bahwa ia kemungkinan besar memiliki tiga kakak laki-laki, serta satu kakak perempuan, dan beberapa adik laki-laki.
Pada tahun 674 Sebelum Masehi, kakak laki-laki tertua Asyurbanipal dan putra mahkota Kekaisaran Asiria meninggal mendadak. Khawatir akan adanya persaingan dalam suksesi, Esarhaddon memutuskan untuk menjadikan Asyurbanipal sebagai pewaris Asiria. Pada saat yang sama, Esarhaddon menetapkan bahwa putra sulungnya yang masih hidup akan menjadi pewaris Babilonia.
Tindakannya itu secara efektif memecah kekaisarannya, namun Esarhaddon membuat perjanjian untuk mengamankan rencana suksesinya. Perjanjian ini, sering disebut sebagai Perjanjian Suksesi, memaksa pengikut Asiria untuk bersumpah setia kepada kedua putranya. Juga mendukung klaim mereka atas takhta masing-masing.
Mengikuti keputusan Esarhaddon, Asyurbanipal menjalani pelatihan intensif untuk menjadi Raja Asiria di masa depan. Seperti Raja Asiria lainnya, ia mendapatkan pendidikan militer. Untuk membuktikan kehebatan militernya, ia diharapkan untuk berburu singa. Sang pangeran tampil sangat baik sehingga ia disebut sebagai “pemburu singa” dalam teks-teks Mesopotamia.
Tidak seperti kebanyakan Raja Asiria, ia juga diberi pendidikan akademis oleh para sarjana istana. “Para sarjana itu mengajari sang pangeran membaca dan menulis,” Morris menambahkan.
Asyurbanipal juga menerima pelatihan politik ekstensif dan bahkan membantu mengelola jaringan mata-mata ayahnya. Ketika Esarhaddon pergi untuk melakukan serangan militer, Asyurbanipal menjalankan pemerintahan tanpa kehadiran ayahnya.
Raja prajurit yang kejam pada musuh-musuhnya
Esarhaddon meninggal pada tahun 669 Sebelum Masehi dan suksesi berjalan sesuai instruksinya. Segera setelah menjadi raja, Asyurbanipal mengakhiri perang Asiria dengan Mesir kuno. Ia juga menambahkan wilayah lain ke dalam kekaisarannya yang sudah sangat besar.
Pada awal masa pemerintahannya, ia memadamkan sejumlah pemberontakan di daerah-daerah yang baru saja ditaklukkan oleh ayahnya.
Karier militer Asyurbanipal ditentukan oleh kekejaman yang ia tunjukkan kepada musuh-musuhnya. Setelah menaklukkan suatu wilayah, raja menjarah dan mengenakan pajak secara besar-besaran.
Penduduk yang kalah seringkali terpaksa meninggalkan tanah airnya dan pindah ke wilayah lain di Kekaisaran Asiria. Mereka dimasukkan ke dalam angkatan kerja yang sangat besar yang membuat kekaisaran tetap berjalan.
Laki-laki yang sehat juga wajib bertugas di tentara Asiria. Tawanan perang menjadi sasaran metode eksekusi yang brutal, seperti lidah mereka dicabut dan dikuliti hidup-hidup. Bahkan ada yang mengalami penyiksaan psikologis seperti dipaksa menggiling tulang manusia.
Raja juga sama brutalnya terhadap para pemimpin musuh. Ia mengeksekusi mereka di depan umum atau menjatuhkan hukuman yang memalukan seperti dirantai di luar gerbang Niniwe, ibu kota Asiria.
Perang saudara
Sesuai rencana Esarhaddon, Asyurbanipal menguasai sebagian besar Kekaisaran Asiria. Wilayah Babilonia dikecualikan dari kendalinya. Pasalnya, kakak laki-laki Asyurbanipal, Shamash-shum-ukin, memerintah bagian kekaisaran ini.
Pada awalnya, kedua raja tersebut tampak bekerja sama. Namun catatan sejarah menunjukkan bahwa hubungan antara Asyurbanipal dan saudaranya memburuk seiring berjalannya waktu. Sifat sebenarnya dari konflik tersebut tidak jelas, namun kemungkinan Asyurbanipal ingin mengendalikan pemerintahan Shamash-shum-ukin. Ia memperlakukan sang kakak lebih seperti gubernur bawahan alih-alih sesama raja.
Bisa ditebak, ketegangan yang memuncak antara kedua bersaudara ini akhirnya berujung pada konflik terbuka. Pada tahun 652 Sebelum Masehi, Shamash-shum-ukin membentuk aliansi dengan beberapa pengikut Asyurbanipal yang tidak puas. Mereka semua memulai pemberontakan melawan saudaranya.
Pemberontakan Shamash-shum-ukin berlangsung selama 3 tahun dan hampir seluruh Kekaisaran Asiria bagian selatan bergabung dengan tentara Babilonia. Meskipun demikian, Asyurbanipal dan para pendukungnya berhasil memukul mundur revolusi. Mereka akhirnya mengepung kota Babilonia selama 2 tahun. Catatan pengepungan menunjukkan bahwa situasi di Babilonia menjadi sangat buruk. “Bahkan kanibalisme untuk menghindari kelaparan,” ungkap Morris.
Shamash-shum-ukin meninggal di Babilonia ketika istananya terbakar. Kemungkinan kematiannya sebagai tindakan bunuh diri raja yang menyadari nasibnya jika ditangkap oleh sang adik.
Pembalasan dendam
Setelah kehilangan rajanya, orang Babilonia menyerah. Sebagai seorang raja yang sangat kejam dalam menghadapi musuh-musuhnya, Asyurbanipal bahkan lebih tidak memiliki belas kasihan terhadap pengkhianat.
Setelah penaklukan Babilonia, raja memburu para pemimpin yang masih hidup yang mendukung pemberontakan Shamash-shum-ukin. Teks-teks Mesopotamia menggambarkan bahwa para mantan pemberontak sangat takut dengan kemarahan Asyurbanipal. Salah satu raja bunuh diri, sementara raja lainnya digulingkan oleh rakyatnya yang tidak ingin dikaitkan dengan pengkhianatannya.
Asyurbanipal menerapkan hukuman paling brutal di wilayah Elam, yang merupakan salah satu pendukung utama Shamash-shum-ukin. Menyusul tindakannya di Babilonia, Raja Asiria itu bergerak menuju kerajaan Elam. Selama penaklukan kembali, pasukannya membantai sebagian besar penduduk Elam. Mereka yang tidak dibunuh dipenjarakan, disiksa, dan dipindahkan secara paksa ke bagian lain Kekaisaran Asiria.
Banyak dari kota-kota ini juga dijarah dan dibakar. Selanjutnya, raja mengobarkan perang terhadap Elam selama satu dekade berikutnya. Perang itu menyebabkan kehancuran total. Pada saat dia selesai, mayoritas penduduk Elam telah dibunuh atau diperbudak. Semua kota mereka telah dihancurkan dan tanah di sekitar kota diasinkan untuk mencegah mereka membangun kembali masyarakat mereka.
Memerintah Kekaisaran Asiria
Berkat serangan militer Asyurbanipal, Kekaisaran Asiria mengalami perluasan yang signifikan. Provinsi-provinsi baru mendatangkan sumber daya bagi perekonomian dan militer. Asyurbanipal mempertahankan sistem administrasi yang ditetapkan oleh para pendahulunya dan memerintah melalui pejabat yang ditunjuk.
Dia mendistribusikan perintahnya melalui jaringan komunikasi besar-besaran yang menjangkau seluruh Kekaisaran Asiria. Pada masa pemerintahan Asyurbanipal, ibu kota Niniwe merupakan kota terbesar di dunia kuno dengan sekitar berpenduduk 120.000 orang.
Asyurbanipal juga merupakan pelindung agama dan seni pada masa pemerintahannya. Beberapa dokumentasi merinci bagaimana ia mendedikasikan sumber dayanya untuk memelihara tempat suci para dewa Mesopotamia.
Raja Asyurbanipal juga mendorong produksi seni. Ia menggabungkan dukungannya terhadap seni dan keinginannya untuk mendokumentasikan kehidupannya. Asyurbanipal pun membuat beberapa relief dan patung yang menggambarkan berbagai peristiwa sepanjang masa pemerintahannya.
Dukungan besar terhadap pelestarian ilmu pengetahuan
Selain karier militernya, salah satu pencapaian utama Asyurbanipal yang dikenang adalah dukungannya terhadap pembelajaran akademis dan pelestarian pengetahuan. Asyurbanipal berbeda dari raja-raja Asyur lainnya dalam kemampuannya membaca dan menulis.
Pendidikan yang diterimanya semasa kecil tampaknya memberikan kesan mendalam pada dirinya. Raja melanjutkan studi ilmiahnya sepanjang hidupnya. Ia bahkan membuat relief yang menggambarkan dia membawa alat tulis di ikat pinggangnya tepat di samping pedangnya.
Sebagai bagian dari studinya yang berkelanjutan, Asyurbanipal mengumpulkan tablet tanah liat yang berisi informasi dari setiap sudut kerajaannya. Ketika koleksinya bertambah banyak, ia menciptakan perpustakaan pertama dalam sejarah manusia. Perpustakaan Asyurbanipal menyediakan cara terorganisir untuk menyimpan dan melestarikan pengetahuan yang telah ia kumpulkan.
Perpustakaan Asyurbanipal diperkirakan berisi 20.000 – 30.000 tablet tanah liat. Perpustakaan ini tidak dapat diakses oleh umum. Asyurbanipal menciptakan sistem terorganisir untuk membuat katalog dan melacak segala sesuatu di perpustakaannya.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa ia mengumpulkan sejarah masyarakat Mesopotamia masa lalu, seperti bangsa Sumeria dan Akkadia. Juga informasi tentang topik-topik seperti hukum, sains, dan dogma agama.
Warisan Asyurbanipal
Asyurbanipal berhasil memperluas kerajaannya dan mempertahankan dominasi Asiria pada masa pemerintahannya. “Namun metode yang ia terapkan bisa dibilang berkontribusi pada kejatuhan kekaisarannya,” ungkap Morris.
Asyurbanipal meninggal pada tahun 627 Sebelum Masehi. Dalam satu dekade setelah ia meninggal, struktur internal kerajaannya mulai runtuh. Pada saat yang sama, Kekaisaran Asiria diserang oleh aliansi pemberontak Babilonia dan Media.
Para ahli percaya bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya Asiria. Tapi, ketakutan yang ditimbulkan oleh Asyurbanipal pada rakyat yang ditaklukkannya mungkin mendorong mereka untuk memberontak setelah kematiannya.
Selain itu, perang terus-menerus selama beberapa dekade serta perluasan kekaisaran kemungkinan besar memberikan tekanan pada struktur internal kekaisaran. Pada tahun 609 Sebelum Masehi, Kekaisaran Asiria runtuh secara permanen dan tidak akan pernah bangkit lagi.
Sang raja gagal memastikan kelanggengan kekaisarannya. Tapi ia meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di Mesopotamia dan sejarah manusia.
Peradaban Mesopotamia yang maju banyak mengambil taktik militer dan politik dari bangsa Asiria. Demikian pula, inovasi dan taktik militer yang pertama kali digunakan oleh bangsa Asiria, seperti tentara profesional dan perang psikologis. Semua itu berulang kali digunakan oleh peradaban selanjutnya seperti Romawi dan Mongol.
Ia juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat modern, khususnya studi sejarah modern. Banyak teks Mesopotamia, termasuk Epos Gilgamesh, ditemukan di sisa-sisa perpustakaan Asyurbanipal. Tanpa teks-teks ini, kita tidak memiliki banyak pengetahuan tentang masa-masa awal sejarah manusia
Sebagai hasil dari pengaruhnya yang luas terhadap sejarah, Asyurbanipal kemudian dikenal sebagai salah satu raja besar terakhir Kekaisaran Asiria.