Upaya untuk Mendapatkan Kehidupan Kekal dalam Sejarah Mesir Kuno

By Sysilia Tanhati, Rabu, 20 September 2023 | 20:00 WIB
Dalam sejarah Mesir kuno, orang Mesir berusaha untuk meraih keabadian. Ada beragam cara untuk mencapai kehidupan kekal itu. (Hunefer/British Museum)

Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah Mesir kuno, orang Mesir berusaha untuk meraih keabadian. Praktik ini berkembang antara tahun 3100 Sebelum Masehi dan 332 Sebelum Masehi.

Orang Mesir kuno meyakini akan adanya kehidupan kekal. Kehidupan duniawi, kata para imam Mesir kuno, hanyalah pendahuluan menuju kehidupan kekal setelah kematian. Orang-orang Mesir kuno menjalani kehidupan sepenuhnya dan berharap untuk terus melakukannya setelah kematian.

Namun untuk menjamin kelangsungan hidup di akhirat, diperlukan ketentuan tertentu, termasuk jenazah yang diawetkan (mumi), makam yang terisi, dan hewan pendamping. Meski begitu, kehidupan kekal tidak terjamin, sampai orang yang meninggal menemukan jalan menuju dunia bawah, tempat mereka diuji oleh dewa penghakiman.

Ada beberapa langkah spesifik yang dilakukan oleh orang Mesir kuno untuk memperoleh kehidupan kekal.

Mumifikasi dalam sejarah Mesir kuno

Untuk sampai di akhirat dalam keadaan utuh diperlukan tubuh yang diawetkan. Untuk itu, sebagian besar orang ingin jenazahnya dijadikan mumi. “Tujuannya agar jenazahnya tetap dalam kondisi sempurna seperti saat masih hidup,” tulis Ann R. Williams di laman National Geographic.

Tergantung pada kondisi ekonomi seseorang, ada tingkat mumifikasi yang berbeda-beda dalam sejarah Mesir kuno.

Yang miskin hanya dimandikan dan ditempatkan langsung di pasir gurun. Beberapa dikemas dalam garam untuk membantu pengeringan. Mereka yang berstatus lebih tinggi mungkin menerima enema minyak juniper untuk mencairkan organ dalam. Minyak ini juga bisa membuat tubuh harum sebelum diawetkan dengan garam.

Howard Carter saat membuka makam Raja Tutankhamun pada awal abad ke-20. (Griffith Institute, University of Oxford/Colorized by Dynamichrome)

Proses mumifikasi biasanya dilakukan untuk orang kaya dan bangsawan, khususnya pada masa Kerajaan Baru (sekitar 1539–1075 Sebelum Masehi). Proses ini memakan waktu 70 hari dari awal hingga selesai dan dilakukan oleh pendeta khusus.

Jenazah dimandikan dan disucikan. Darah kemudian ditiriskan dan, untuk menghindari pembusukan, sebagian besar organ dalam dikeluarkan. Organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam toples khusus. Otak ditarik keluar melalui hidung dengan pengait dan dibuang. Jantung tetap dibiarkan utuh di dalam. Orang Mesir percaya bahwa jantung adalah pusat dari keseluruhan keberadaan seseorang.

Jenazahnya kemudian dikemas dengan natron, garam khusus yang ditemukan di dasar danau kering. Jenazah itu kemudian dibiarkan di atas meja hingga kering.

Saat jenazah mengering dan lemas, potongan kain dimasukkan untuk mengisinya. Mata palsu, pemerah pipi, dan riasan lainnya ditambahkan untuk tampilan yang lebih hidup. Ketika proses pengeringan selesai, para pendeta memandikan kembali jenazah tersebut. Mereka kemudian melapisi jenazah dengan minyak dan resin. Lalu mengikatnya dengan kain linen sepanjang ratusan meter.

Akhirnya jenazah yang sudah dibungkus itu dimasukkan ke dalam kotak dan dikembalikan ke pihak keluarga untuk diantar ke makam.

Makam yang lengkap untuk bekal di akhirat

Dalam sejarah Mesir kuno, makam para elite seringkali dipersiapkan jauh sebelum kematian mereka. Ketika saatnya tiba, orang-orang penting ditempatkan di beberapa peti mati, beberapa di antaranya dihias dengan indah. Beberapa kemudian dikuburkan di sarkofagus batu yang rumit.

Bagi orang Mesir kuno, makam adalah pintu gerbang menuju dunia berikutnya. Maka, orang Mesir kuno menyediakan semua yang dibutuhkan, seperti makanan, anggur, pakaian, perabotan, dan kebutuhan penting lainnya. Semua itu menjadi bekal untuk perjalanan selanjutnya.

“Percantik rumahmu di Necropolis dan perkaya tempatmu di Barat,” kata Pangeran Hordedef, seorang bijak terkenal dari dinasti ke-4. “Rumah kematian adalah untuk kehidupan.”

Makam Tutankhamun dipenuhi oleh harta berlimpah. Orang Mesir kuno percaya bahwa harta ini akan menjadi bekal untuk di akhirat. (Harry Burton)

Mumi hewan juga menemani orang Mesir kuno di makam mereka. “Tikus dalam kotak batu berukir, dan domba jantan yang ditutupi selubung emas dan manik-manik. Bahkan ada burung ibis dalam kumpulan hiasan rumit,” tambah Williams.

Beberapa dari hewan-hewan tersebut adalah hewan peliharaan. Hewan itu dipelihara agar manusia yang meninggal dapat memiliki persahabatan dalam kekekalan. Yang lainnya, dipotong-potong dan disajikan sebagai makanan abadi bagi orang yang meninggal. Selain itu, ada juga hewan yang dijadikan persembahan untuk membawa doa kepada dewa.

Hari penghakiman

Dengan segala persiapan yang telah disebutkan, apakah orang Mesir kuno pasti mendapatkan kehidupan kekal? Ternyata, semua persiapan itu bukan jaminan.

Almarhum pertama-tama harus diadili atas kehidupan yang dijalaninya. Dalam sejarah Mesir kuno, masyarakat percaya bahwa setiap orang memiliki ka (kekuatan hidup) dan ba (jiwa). Setelah kematian, ka meninggalkan tubuh terlebih dahulu, mengembara tanpa tujuan. Ba tetap berada di dalam tubuh sampai penguburan.

Kemudian, ba dipandu oleh mantra dan gambar yang dilukis di dinding makam dan jimat yang ditempelkan di tubuh. Ba melanjutkan perjalanan melalui Dunia Bawah. Dewa berkepala elang, Horus, memimpin ba melewati pintu api dan ular kobra ke ruang penghakiman. Ruang penghakiman adalah tempat orang yang meninggal dihakimi atas perbuatannya saat masih hidup.

Di bawah pengawasan dewa berkepala serigala, Anubis, jantung almarhum akan ditimbang dengan bulu ma'at, dewi kebenaran dan harmoni kosmis. Bagian dari ritual ini adalah “pengakuan negatif.” Dalam ritual itu, almarhum harus menyangkal melakukan pencurian, pembunuhan, menyebabkan kesusahan orang lain, dan pelanggaran lainnya.

Osiris, raja Dunia Bawah, dan dewa lainnya bertugas sebagai hakim. Jika almarhum gagal dalam ujian ini, Dewi Ammut—sebagian singa, sebagian buaya, dan sebagian kuda nil—melahap jiwanya. Hal itu menyebabkan almarhum mengalami koma terus-menerus.

Memperoleh hidup yang kekal

Namun jika jantung seimbang, ba bertemu kembali dengan ka (yang selama ini mengembara tanpa tujuan). Maka terciptalah roh bernama akh. Roh muncul di alam terang yang diperintah oleh Osiris, yang disebut Ladang Alang-Alang, negeri dengan pegunungan dan sungai yang indah. Di sini, mendiang dipertemukan kembali dengan orang-orang tercinta, termasuk hewan peliharaannya. Di sinilah orang Mesir kuno mendapatkan keabadian.

Namun, mati bukan berarti pergi selamanya. Almarhum juga dapat memasuki kembali dunia kehidupan dan menikmati kesenangannya. Termasuk persembahan makanan, nyawa istrinya, dan perhatian para pelayannya.