Nashu No Yoichi, Kisah Samurai dan Pemanah Andal Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Kamis, 21 September 2023 | 19:00 WIB
Samurai sekaligus pemanah Nasu No Yoichi merupakan tokoh sejarah yang dicintai oleh masyarakat di Kekaisaran Jepang. (Enrōsai Shigemitsu/Museum of Fine Arts Boston)

“Kemenangan tersebut merupakan momen monumental bagi Klan Minamoto,” ungkap Nagai.

Pasukan Klan Taira berada di kapal angkatan laut mereka dan kekuatan klan Minamoto mengepung mereka di pantai. Sayangnya, Klan Minamoto tidak dapat melancarkan serangan apa pun karena mereka dirugikan akibat medan dan kapal yang dimiliki klan Taira.

Nasu No Yoichi secara teknis memenangkan pertempuran dengan satu anak panah. Satu panah itu tentu saja menjatuhkan mental pasukan musuh. (Public Domain)

Menurut Heiki Monogatari, dokumen sejarah Perang Genpei, Klan Taira merasa percaya diri karena posisinya itu. Mereka memasang kipas angin di atas tiang di kapalnya. Klan Taira melakukannya untuk menantang pasukan Minamoto untuk menyerangnya jika mereka bisa.

Ombaknya menerjang dengan keras sehingga tembakan hampir mustahil dilakukan mengingat perahu juga ikut bergerak. Klan Minamoto mengetahui pentingnya menjatuhkan kipas angin demi moral pasukan. Jadi dia meminta krunya untuk memilih pemanah terbaik di barisan mereka.

Saat itulah Yoichi yang berusia 16 tahun dirujuk dan dipanggil oleh untuk mencapai target. Yoichi melompat ke dalam air dengan menunggangi kudanya. Sang samurai muda memantapkan busur serta anak panahnya. Tanpa bergeming pada rintangan di depannya, dia menjatuhkan kipas itu dengan satu tembakan.

Tembakan itu meningkatkan moral pasukan Minamoto dan jelas menimbulkan rasa takut dan malu bagi pasukan Taira. Momen Yoichi ini mungkin tidak akan menumpahkan darah namun pengaruhnya terhadap kekuatan terbawa hingga “Pertempuran Dan-no-ura”. Pertempuran itu adalah perang yang menentukan kemenangan Minamoto atas Klan Taira dalam pertempuran laut.

Kehidupan rohani Nasu No Yoichi di Kekaisaran Jepang

Sepeninggal Minamoto no Yoritomo, Yoichi melakukan sesuatu yang semakin menunjukkan kedewasaannya. Ia menjadi biksu Buddha dari sekte Jodo Shinshu. Pilihan ini menunjukkan kedewasaan dan keunikannya sebagai pribadi. Setelah menikmati kemewahan dan perang, ia rela meninggalkan semuanya dan menyepi.

Nasu No Yoichi begitu aktif dalam kerohaniannya sehingga ia bahkan membentuk kuilnya sendiri. Kuil itu diwariskan dari generasi ke generasi di keluarganya.

Fakta menarik tentang kuil mereka adalah dulunya terdapat catatan di sana yang menunjukkan garis keturunan penerus kuil tersebut. Pada dasarnya, kita bisa menelusuri silsilah Nasu No Yoichi. Sayangnya, Perang Dunia II menghancurkan kuil tersebut.

Kisah hidup Nasu No Yoichi menarik hati sebagian besar orang Jepang. Ia dipandang sebagai pejuang dan tokoh sejarah yang hebat. Nasu No Yoichi memperjuangkan apa yang dia yakini dan kekerasan tidak mengendalikannya. Ia adalah seorang pembunuh mematikan yang berubah menjadi seorang biksu Buddha yang melayani orang-orang yang membutuhkan.