Berdasarkan makalah-makalah yang dikaji, berbagai sumber polutan berkontribusi terhadap fluks dan tingkat polutan yang berlebihan di wilayah pesisir Indonesia. Mulai dari air limbah perkotaan, minyak dan pertambangan, serta aktivitas industri, hingga pertanian, urbanisasi, pengembangan tata guna lahan, dan pembuangan air tanah.
"Meskipun banyak penelitian yang mencakup berbagai zat terlarut (nutrien, logam berat, polutan organik, sampah plastik, dan mikroplastik) telah dilakukan di Indonesia, beberapa fokus penelitian masih perlu dipelajari secara rinci untuk memperkirakan dengan lebih baik kontribusi dan pengaruh berbagai zat terlarut di air perairan pesisir Indonesia," tulis tim peneliti.
Mereka juga menyarankan, secara khusus, diperlukan peraturan untuk sampah plastik/mikroplastik, serta logam berat dan polutan organik di sedimen, karena konsentrasinya biasanya lebih tinggi di sedimen dibandingkan kolom air.
"Mengikuti tren saat ini dalam penyimpanan dan pengarsipan big data di seluruh dunia, kami merekomendasikan untuk mengoptimalkan database lingkungan, database akses publik terbuka yang disediakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (https://dataalam.menlhk.go.id/). Basis data ini berpotensi memfasilitasi dan mempercepat studi ekologi di masa depan dengan menyediakan akses cepat ke penelitian yang telah dilakukan sebelumnya." Tim peneliti menyarankan perlunya penelitian di masa depan mengenai dampak potensial perubahan iklim serta titik panas (hotspot) polusi pesisir baru di Indonesia bagian timur. Mereka juga menyebut perlunya pembahasan terkait sumber antropogenik laut, polutan lama/yang baru muncul, dan kontaminasi biologis, untuk peluang masa depan pesisir Indonesia.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.