Aditya Iyengar dari Scroll.in menyebutkan teori penyebab Kerajaan Chola ke Kerajaan Sriwijaya adalah karena beredarnya berita palsu. Berbagai sumber kuno mencatatkan bahwa Kerajaan Sriwijaya membuat citra bahwa Kerajaan Chola adalah kerajaan kecil yang bergantung padanya. Kabar ini disampaikan ke Tiongkok agar terkesan.
"Pengelolaan Chola yang mengesankan oleh kerajaan Sriwijaya ini berlangsung setidaknya sampai tahun 1070-an, dan Dinasti Song terus percaya bahwa Chola adalah kerajaan kelas menengah yang tidak mempunyai ambisi besar," tulisnya.
Teori lain yang memicu konflik Kerajaan Chola dan Kerajaan Sriwijaya adalah karena monopoli kuasa lautan oleh Sriwjaya. Suku Chola diketahui punya keuntungan dari pembajakan dan perdagangan luar negeri. Tidak jarang, pelayaran Chola sering menjarah dan menaklukkan beberapa kota di Asia Tenggara.
Sementara, Kerajaan Sriwijaya mengausai dua titik hambatan angkatan laut utama di Selat Malaka dan Selat Sunda. Akibatnya, dalam sejarah Indonesia, kapal luar negeri harus singgah di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya sebelum menuju ke Tiongkok.
Sejarawan India Nilakanta Sastri menilai, Kerajaan Sriwijaya memaksa kapal dagang manapun untuk singgah atau dijarah. Bisa dibilang, Kerajaan Sriwijaya menghalangi kapal Kerajaan Chola dengan Tiongkok.
Hal ini membuat Kerajaan Chola harus menyerang kawasan Sriwijaya. Namun, Sastri memperkirakan bahwa penyerangan Kerajaan Chola ke Palembang disebabkan Rajendra Chola I sendiri yang ingin memperluas kekuasaannya ke negeri-negeri seberang laut, demi meninggikan posisinya di mata rakyatnya.
Teori terakhir berhubungan dengan geopolitik. Rajendra Chola I punya kedakatan dengan Raja Suryawarman I dari Kerajaan Khmer. Kerajaan Khmer meminta bantuan agar Kerajaan Chola melawan Kerajaan Tambralingga yang berada di Semenanjung Melayu. Kerajaan Tambralingga merupakan salah satu vasal Kerajaan Sriwijaya.
Sementara itu, Kerajaan Tambralingga meminta bantuan kepada Kerajaan Sriwijaya yang dipimpin Sangrama Wijayattungga Warmadewa. Kondisi ini membuat Kerajaan Chola berkonflik dengan Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya akur-akur saja.
Ketegangan kedua pihak pun semakin kuat, menurut para ahli. Pasalnya, Kerajaan Chola dan Khmer menganut agama Hindu Siwa, sedangkan Tambralingga dan Sriwijaya menganut agama Buddha Mahayana.
Bagaimana pun, Rajendra Chola I mengarahkan armada lautnya menuju Palembang pada 1025. Kerajaan Sriwijaya yang terkenal kuat, mengira tidak pernah akan ada serangan seperti ini. Unsur kejutan tentu menjadi peran yang menguntungkan armada Kerajaan Chola.