Sejarah Mamluk: Bagaimana Budak Menjadi Penguasa Sebuah Kesultanan?

By Tri Wahyu Prasetyo, Jumat, 6 Oktober 2023 | 16:00 WIB
Ilustrasi pasukan Kesultanan Mamluk. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Perlu dicatat bahwa Mamluk bukanlah sebuah kesatuan. Menurut Ilias mereka cenderung mengorganisir diri mereka sendiri berdasarkan asal etnis mereka dan siapa pelindung mereka.

“Faktor-faktor ini menentukan pakaian dan jabatan yang bisa mereka pegang Sebagai contoh, sebuah kelas mamluk Kaukasia yang berbeda yang bertempat di benteng Kairo dikenal dengan nama ‘Burgi Mamluk’, yang berarti menara dalam bahasa Arab,” jelasnya.

Bangkitnya Kesultanan Mamluk

Munculnya Kesultanan Mamluk, berkisar pada sosok Sultan Ayyubiyah As-Salih Ayyub. As-Salih menjadi penguasa Kairo pada tahun 1240 dalam konteks perjuangan politik besar dan perang melawan anggota dinasti Ayyubiyah lainnya.

As-Shalih menghabiskan tahun 1240-1249 untuk memerangi negara-negara Ayyubiyah dan tentara salib. Selama masa ini, ia menggunakan orang-orang Mamluknya, yang merupakan tulang punggung militernya.

Sebagai penghargaan, banyak Mamluk yang diberi posisi berpengaruh di kesultanan. Namun, ketika Perang Salib Ketujuh merebut kota Damietta pada tahun 1249, As-Salih merasa kecewa dengan militernya.

Ia marah dan memerintahkan lebih dari 50 komandan Mamluk untuk dieksekusi sebagai hukuman atas kekalahan tersebut.

Pada bulan November 1249, As-Shalih wafat dan tidak lama kemudian digantikan oleh putranya, al-Muazzam Turanshah.

Ketika di Mesir, Turanshah mempromosikan tentara Kurdi yang dibawanya untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Sebagai balasannya, sekelompok konspirator melakukan pembunuhan terhadap Turanshash. Pembunuhan ini dilakukan oleh seorang pemimpin Mamluk terkemuka, Baibars.

“Setelah kematian Turanshah, seorang komandan Mamluk bernama Aybak menikahi janda As-Shalih. Ia meninggalkan mahkota demi Aybak pada 1250, sebuah tindakan yang secara resmi mendirikan Kesultanan Mamluk,” jelas Ilias.

Runtuhnya Kesultanan Mamluk

Pembantaian kaum Mamluk di benteng Kairo, karya Horace Vernet (1789–1868). (Public Domain/Wikimedia Commons)