Salahuddin, Pemimpin Muslim Termasyhur dalam Sejarah Perang Salib

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 7 Oktober 2023 | 10:00 WIB
Salahuddin al Ayubi atau Saladin adalah pemimpin Muslim termahsyur dalam sejarah Perang Salib. (Super Stock)

Saladin mengklaim sebagai pelindung Ortodoksi Sunni. Ia kemudian menggulingkan khalifah Syiah di Kairo dan organisasi negaranya berdasarkan hukum Islam yang ketat. Tindakan tersebut memperkuat klaim Salahuddin tersebut.

Salahuddin kemudian mulai menyatukan peradaban Islam atau setidaknya membentuk suatu bentuk koalisi yang kuat. Itu merupakan tugas yang tidak mudah, mengingat banyaknya negara Islam di Timur Tengah, penguasa independen dan perbedaan keyakinan antara muslim Sunni dan Syiah.

Strategi Salahuddin Al Ayyubi merupakan gabungan antara peperangan dan diplomasi yang dipadukan dengan gagasan. Gagasannya adalah, bahwa hanya dia yang bisa melancarkan perang suci melawan pemukim Kristen di Timur Tengah yang telah membentuk negara-negara Latin seperti Kerajaan Yerusalem.

Namun, pertama-tama, pemimpin militer tersebut tidak memiliki keraguan untuk melancarkan perang terhadap musuh-musuh Muslimnya. Pada tahun 1175, misalnya, pasukan saingannya di Aleppo dikalahkan olehnya di Hama.

Supremasi Salahuddin di antara para pemimpin Muslim diperkuat ketika khalifah Bagdad, pemimpin agama Sunni, secara resmi mengakui dia sebagai gubernur Mesir, Suriah dan Yaman.

Sayangnya, Aleppo tetap merdeka dan, diperintah oleh putra Nur ad-Din, menjadi duri serius dalam sisi diplomatik Saladin.

Ada risiko pribadi yang lebih besar juga, karena Sultan Mesir dua kali selamat dari upaya pembunuhan yang dilakukan oleh Assassin, sebuah sekte Syiah yang kuat.

Saladin segera merespons dengan menyerang benteng yang dikuasai Assassin di Masyaf di Suriah dan menjarah daerah sekitarnya.

Sementara itu, jalur diplomasi juga ditempuh, terutama dengan menikahi janda Nur ad-Din, Ismat, yang juga putri mendiang penguasa Damaskus, Unur.

Oleh karena itu, Saladin dengan mudah mengasosiasikan dirinya dengan dua dinasti yang berkuasa sekaligus.

Dalam perjalanannya terdapat kemunduran seperti kekalahan dari kaum Frank, sebutan bagi para pemukim barat, terutama di Mont Gisard pada tahun 1177.

Niat Saladin untuk sepenuhnya mengusir orang-orang Barat dari Timur Tengah dapat dibuktikan. Itu tergambarkan dari kemenangan pada tahun 1179 di Marj Ayyun dan penaklukan benteng besar di Sungai Yordan.