“Ia memohon bantuan kepada Tiongkok, yang kemudian mengirim Jenderal Kao untuk membantu pasukan Ferghana,” katanya. “Kao mengepung Chach, menawarkan raja Chachan jalan yang aman untuk keluar dari ibukotanya, kemudian mengingkari dan memenggal kepalanya.”
Putra raja Chachan melarikan diri dan melaporkan kejadian tersebut kepada gubernur Arab Abbasiyyah, Abu Muslim, di Khorasan.
Abu Muslim mengumpulkan pasukannya di Merv dan bergerak untuk bergabung dengan pasukan Ziyad ibn Salih lebih jauh ke timur. Orang-orang Arab bertekad untuk memberikan pelajaran kepada Jenderal Kao.
Pertempuran Sungai Talas
Pada Juli 751, pasukan dari dua kerajaan besar ini bertemu di Talas, dekat perbatasan Kirgistan/Kazakhstan sekarang.
Catatan Cina menyatakan bahwa tentara Tang berkekuatan 30.000 orang, sementara catatan Arab menyebutkan jumlah orang Cina mencapai 100.000 orang. Jumlah total prajurit Arab, Tibet, dan Uighur tidak tercatat, tetapi jumlah mereka lebih besar di antara kedua pasukan tersebut.
Setelah lima hari bertempur, pasukan Turki Karluk bergabung ke pihak Arab. Sumber-sumber Tiongkok menyiratkan bahwa suku Karluk awalnya berperang untuk mereka, namun secara diam-diam berpindah pihak di tengah-tengah pertempuran.
Di sisi lain, catatan-catatan Arab menunjukkan bahwa kaum Karluk telah bersekutu dengan kaum Abbasiyyah sebelum konflik terjadi.
Menurut Kallie, sejumlah catatan modern Tiongkok masih menunjukkan kemarahan atas pengkhianatan yang dilakukan karluk. “Apapun masalahnya, serangan Karluk menandakan awal dari akhir bagi pasukan Kao Hsien-chih.”
Bagi bangsa Arab, pertempuran ini juga menandai titik balik yang tidak disadari. Menariknya, mereka tidak banyak bicara selama beberapa waktu setelah peristiwa tersebut.
Sejarawan Muslim abad kesembilan, al-Tabari (839-923), bahkan tidak pernah menyebutkan Pertempuran Sungai Talas.
Baru setelah setengah milenium setelah pertempuran tersebut, sejarawan Arab mencatat tentang Talas, dalam tulisan Ibn al-Athir (1160 hingga 1233) dan al-Dhahabi (1274 hingga 1348).
Namun demikian, Pertempuran Talas memiliki konsekuensi penting. Kekaisaran Tiongkok yang melemah tidak lagi berada dalam posisi untuk ikut campur di Asia Tengah, sehingga pengaruh Arab Abbasiyyah semakin besar.
Yang paling penting dari semuanya, sejumlah orang dari tawanan perang yang ditangkap adalah pengrajin Tiongkok. Melalui mereka, dunia Arab dan kemudian seluruh Eropa mempelajari seni pembuatan kertas.
“Munculnya teknologi kertas, bersama dengan pencetakan cukilan kayu dan kemudian pencetakan tipe bergerak, mendorong kemajuan dalam sains, teologi, dan sejarah Abad Pertengahan Tinggi Eropa, yang berakhir dengan datangnya Maut Hitam pada tahun 1340-an,” pungkas Kallie.