Nationalgeographic.co.id—Seni dan arsitektur Kekaisaran Bizantium sangat berkaitan erat dan terinterpretasi dalam keindahan Hagia Sophia. Gereja katedral Kristen ortodoks terbesar di dunia yang berubah jadi masjid itu menunjukan preferensi yang jelas dari seni dan arsitektur Kekaisaran Bizantium.
Karya seni Kekaisaran Bizantium mengedepankan pesan keagamaan, terutama mengabarkan keselamatan dan penguatan iman. Karya seni Kekaisaran Bizantium diproduksi dalam jumlah besar dan yang paling utama adalah mosaik dinding, lukisan dinding, dan ikon.
Meskipun ikon dapat dibuat dari hampir semua bentuk material, yang paling populer adalah panel kayu kecil yang dicat. Ikon ini dirancang untuk dibawa atau digantung di dinding, dibuat menggunakan teknik enkaustik.
Teknik enkaustik adalah teknik pewarnaan dengan pigmen berwarna dicampur dengan lilin dan dibakar ke dalam kayu sebagai tatahan. Tatahan adalah sebutan untuk bagian yang mendapatkan perlakuan khusus dalam pewarnaan.
Karya seni Kekaisaran Bizantium dibuat dengan tujuan untuk memfasilitasi komunikasi antara penonton dan tuhan. Figur tunggal biasanya berbentuk frontal penuh dengan nimbus atau lingkaran cahaya di sekelilingnya untuk menekankan kesuciannya.
Mosaik Bizantium dapat dilihat saat ini di Hagia Sophia di Istanbul atau gereja San Vitale di Ravenna yang banyak menggunakannya.
Mozaik Bizantium melambangkan tokoh-tokoh suci, kaisar dan permaisuri, pejabat gereja, dan pemandangan kehidupan sehari-hari, khususnya di bidang pertanian.
Patung berskala besar tampaknya kurang populer dibandingkan zaman kuno sebelumnya, tetapi sarkofagus marmer yang dipahat diproduksi dalam jumlah besar.
Terakhir, pengerjaan logam, terutama yang menggunakan pengerjaan enamel dan batu semi mulia cabochon merupakan karya khas Bizantium. Cabochon adalah batu permata yang telah dibentuk dan dipoles yang biasanya berupa muka cembung.
Para perajin juga memproduksi banyak piring, cangkir, segala jenis perhiasan, sampul buku (khususnya untuk Alkitab), dan relik berkualitas tinggi yang dirancang dengan rumit.
Arsitektur Kekaisaran Bizantium
Arsitek Kekaisaran Bizantium terus menerapkan tatanan Klasik pada bangunan mereka dan mengambil ide dari Timur Dekat, dan tempat-tempat lain.
Desain menjadi lebih eklektik dibandingkan pada zaman kuno, terutama mengingat kebiasaan umum menggunakan kembali material dari bangunan tua untuk struktur baru.
Ada juga penekanan yang jelas pada fungsi dibandingkan bentuk dan perhatian yang lebih besar pada interior dibandingkan eksterior bangunan. Kekaisaran Bizantium menambah khasanahnya dengan gereja berkubah, biara bertembok dan tembok benteng yang lebih megah.
Meski demikian, struktur khas Romawi seperti saluran air melengkung, amfiteater, hipodrom, pemandian, dan vila masih dipertahankan. Bahan bangunan yang disukai adalah batu bata besar dengan mortar dan beton untuk inti dinding yang tersembunyi.
Balok batu Ashlar digunakan di gedung-gedung publik yang lebih bergengsi. Sedangkan marmer, lebih jarang digunakan dibandingkan pada zaman Romawi sebelumnya, umumnya digunakan untuk kolom, kusen pintu dan jendela, serta elemen dekoratif lainnya.
Atapnya terbuat dari kayu, sedangkan dinding bagian dalamnya sering kali dilapisi dengan plester, plesteran, plakat marmer tipis, lukisan, dan mosaik.
Bangunan Kekaisaran Bizantium yang terbesar, terpenting, dan masih paling terkenal hingga saat ini adalah Hagia Sophia di Konstantinopel.
Hagia Sophia dibangun dan didedikasikan untuk kebijaksanaan suci (hagia sophia) Tuhan. Dibangun kembali pada tahun 532-537 M dengan bentuk dasarnya persegi panjang berukuran 74,6 x 69,7 meter (245 x 229 kaki).
Kemudian langit-langit berbentuk kubah besar setinggi 55 meter di atas lantai, dengan diameter 31,8 meter. Kubah tersebut bertumpu pada empat lengkungan besar dengan empat pendentif pendukung.
Kubah itu merupakan pencapaian arsitektur spektakuler pada periode tersebut. Hagia Sophia tetap menjadi gereja Kristen Ortodoks terbesar di dunia hingga abad ke-16.
Hagia Sophia juga merupakan salah satu gereja Kristen Ortodoks yang paling banyak dihiasi dengan mosaik dan lukisan dinding berkilauan yang luar biasa.
Gereja-gereja Kristen Ortodoks, secara umum, merupakan salah satu kontribusi terbesar Bizantium terhadap arsitektur, khususnya penggunaan kubah.
Denah melintang persegi menjadi yang paling umum dengan kubah yang dibangun di atas empat lengkungan pendukung.
Dasar persegi bangunan kemudian bercabang menjadi teluk-teluk yang mungkin memiliki langit-langit kubah setengah atau penuh. Ciri umum lainnya adalah apse tengah dengan dua apse samping di ujung timur gereja.
Apse adalah bagian bangunan yang melengkung ke dalam dan berbentuk setengah bundar yang tertutup oleh semi-kubah atau kubah setengah.
Seiring berjalannya waktu, kubah pusat ditinggikan semakin tinggi pada drum poligonal, yang di beberapa gereja sangat tinggi sehingga tampak seperti menara.
Drum poligonal merujuk pada bagian struktur bagungan yang berbentuk silinder yang mendukung kubah. Keberadaannya penting untuk mendukung bagian atas bangunan.
Kemudian, di banyak gereja, terutama basilika, di sampingnya terdapat tempat pembaptisan (biasanya berbentuk segi delapan), dan terkadang makam untuk pendiri gereja dan keturunannya.
Fitur desain Kekaisaran Bizantium seperti itu telah memengaruhi arsitektur Kristen Ortodoks dan masih terlihat hingga saat ini di gereja-gereja di seluruh dunia.