Peran Gender Setara di Zaman Purba, Perempuan Juga Pergi Berburu

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 22 Oktober 2023 | 08:00 WIB
Masyarakat purbakala memiliki kesempatan yang setara bagi laki-laki dan perempuan untuk berburu. Teori ini memecahkan pandangan usang bahwa laki-laki lebih unggul karena di zaman purba sering berburu. (Matthew Verdolivo /UC Davis IET Academic Technology Services)

Nationalgeographic.co.id—Sebelum feminisme berkembang untuk kesetaraan gender, pemahaman patriarki di seluruh dunia sangat kuat. Paham patriarki mengonsepkan peran gender di mana laki-laki bertugas sebagai pencari nafkah dan perempuan mengelola rumah tangga.

Peran gender ini diyakini oleh para antropolog sebagai kebiasaan manusia sejak purbakala. Teori ini tercetus dari kumpulan makalah Man the Hunter pada 1960-an yang dieditori oleh Richard B. Lee dan Irven DeVore. Dalam salah satu tulisan yang ditulis oleh antropolog Willaim S. Laughlin, ciri-ciri unik manusia seperti menetapkan peran gender muncul akibat zaman perburuan.

“Kehidupan manusia sebagai pemburu menyediakan semua bahan untuk mencapai peradaban: variabilitas genetik, daya cipta, sistem komunikasi vokal, koordinasi kehidupan sosial,” tulis Laughlin.

Diyakini bahwa pada masa perburuan, laki-laki berperan sebagai pemburu, sedangkan perempuan hanyalah penerima manfaatnya. Perempuan harus memasok daging dari laki-laki dan bertanggung jawab untuk kelangsungan evolusi.

Teori ini menjadi gagasan yang paling berpengaruh dalam mengamini peran gender, termasuk di kalangan awam. Penyebab laki-laki yang bertanggung jawab atas perburuan karena perbedaan biologis dengan perempuan.

Karena fisiknya, laki-laki sering dianggap lebih unggul untuk bergerak lebih bebas. Berbeda dengan perempuan yang dapat hamil, sehingga harus beraktivitas di tempat tinggalnya dan membesarkan anak, sehingga tidak dapat berburu. Menstruasi yang dialami perempuan justru berbahaya karena darahnya dapat menarik predator.

Antropolog Brian Hayden berpendapat serupa pada 1981. Dia menyebutkan bahwa perempuan tidak dapat berburu karena sifatnya yang "lebih tidak banyak bergerak dan kurang agresif.

Pendapat dari para kontributor Man the Hunter memiliki kelemahan tentang asal-usul peran gender. Terdapat bukti secara biologis dan antropologi dari berbagai kebudayaan dan zaman yang luput, sehingga menimbulkan penjelasan bias tentang peran laki-laki dan perempuan.

"Dari sudut pandang biologis, terdapat perbedaan yang tidak dapat disangkal antara perempuan dan laki-laki," kata ahli biologi University of Notre Dame Cara Ocobock dan antropolog  University of Delaware Sarah Lacy di Scientific American edisi November 2023.

"Misalnya, meskipun laki-laki cenderung lebih besar dan memiliki jantung dan paru-paru yang lebih besar serta massa otot yang lebih banyak, ada banyak perempuan yang termasuk dalam kisaran laki-laki pada umumnya; kebalikannya juga benar," lanjut mereka.

Porter perempuan hanya diperbolehkan membawa beban seberat 15 kilogram. (Jeff Heimsath/National Geographic)

Ahli biologi lawas menganggap testosteron (hormon yang dimiliki laki-laki) merupakan faktor kesuksesan atletik. Pandangan ini menganggap hormon estrogen tidak sehebat itu dalam dunia atletik.

Padahal, estrogen punya peran dalam metabolisme lemak sehingga mendorong tubuh lebih berenergi dan menyimpan lemak lebih besar dalam otot. Ada pula perempuan memiliki adiponektin, hormon yang meningkatkan metabolisme lemak, sekaligus menghemat karbohidrat, dan melindungi otot dari kerusakan.

"Jika perempuan lebih mampu menggunakan lemak untuk energi berkelanjutan dan menjaga kondisi otot mereka lebih baik selama berolahraga, maka mereka seharusnya mampu berlari lebih jauh dengan lebih sedikit kelelahan dibandingkan laki-laki," terang Ocobock dan Lacy.

"Faktanya, analisis maraton yang dilakukan oleh Robert Deaner dari Grand Valley State University menunjukkan bahwa perempuan cenderung kurang melambat seiring berjalannya perlombaan dibandingkan dengan laki-laki."

Kesetaraan gender di masa lalu

Lantas, bagaimana dengan peran gender di masa lalu? Kita bisa melihat dimorfisme seksual, sebuah fenomena perbedaan ukuran tubuh antara betina dan jantan yang berpengaruh pada struktur sosial termasuk peran gender.

Temuan arkeologis kerangka manusia di seluruh dunia, termasuk hari ini memiliki dimorfisme seksual yang rendah. "Dimorfisme ukuran seksual rendah merupakan ciri spesies egaliter dan monogami," tulis Ocobock dan Lacy.

"Hal yang sama berlaku untuk nenek moyang manusia selama dua juta tahun terakhir, menunjukkan bahwa struktur sosial manusia berubah dibandingkan nenek moyang awal simpanse," terang mereka.

Berbeda dengan kera, kerabat jauh kita, yang memiliki dimorfisme seksual yang tinggi. Karena dimorfisme yang tinggi, kera jantan yang punya ukuran lebih besar akan bersaing demi mendapatkan betina. Kera paling besar sering disebut pejantan alfa yang mendominasi betina secara sosial.

Temuan arkeologis kerangka manusia di seluruh dunia memiliki perbedaan tubuh antara betina dan jantan. Pada kera, kerabat terdekat manusia, pun memiliki perbedaan ukuran tubuh antara dua jenis kelamin.

Buktinya, ternyata dalam berbagai masyarakat tradisional di seluruh dunia, perempuan juga berburu. Sebuah studi di jurnal PLOS ONE pada 28 Juni 2023, mengidentifikasi 391 masyarakat berburu di seluruh dunia yang tercatat dari tahun 1800-an hingga hari ini.

Analisis studi itu mengungkapkan bahwa 79 persen perempuan dari masyarakat tradisional tersebut melakukan perburuan, terlepas statusnya sebagai ibu. Bahkan, dalam masyarakat yang meyakini bahwa berburu adalah kegiatan sangat penting untuk kebutuhan hidup, 100 persen kalangan perempuan terlibat.

Membawa parang dan keranjang, perempuan muda Embera Katio memimpin kelompok dalam berburu makanan. (Gita Laras Widyaningrum)

“Perempuan mempunyai peralatannya sendiri. Mereka memiliki senjata favorit mereka. Nenek adalah pemburu terbaik di desa," kata Cara Wall-Scheffler, profesor biologi di Seattle Pacific University yang terlibat dalam penelitian tersebut, dikutip dari NPR.

Dalam studi yang sama, perempuan ternyata berperan aktif untuk mengajarkan cara berburu. Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan ternyata lebih banyak menggunakan variasi senjata dan strategi berburu.

Contohnya dalam komunitas Aeta, laki-laki lebih sering berburu sendirian atau berpasangan. Berbeda dengan perempuan yang memiliki ragam strategi, bisa bersama kelompok perempuan lainnya, anak-anak, atau anjing.

Meskipun terdapat perbedaan kebiasaan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat berburu, tetapi tidak ada peraturan kaku yang membatasi siapa yang harus berburu. “Jika seseorang suka berburu, mereka bisa saja berburu,” kata Wall-Scheffler.

Masih banyak berbagai penelitian yang mengungkapkan perempuan punya fisik memumpuni dalam berbagai aktivitas, dan diyakini telah berperan sangat penting pada masyarakat purbakala untuk berburu. Tentunya, ragam temuan seperti ini membuka percakapan publik tentang peran gender dan permasalahan bersifat patriarki.

"Berburu mungkin telah diubah menjadi aktivitas maskulin akhir-akhir ini, namun dalam sebagian besar sejarah manusia, aktivitas tersebut adalah milik semua orang," pungkas Ocobock dan Lacy.