Di sini kita melihat Actaeon terjebak di tengah transformasi. Dia masih mempertahankan bentuk manusianya, tapi kepalanya sekarang seperti rusa jantan.
Ini cukup bagi anjing-anjing yang telah mengalahkan Actaeon. Manusia, rusa, dan anjing menyatu menjadi satu tumpukan yang kotor dan kacau.
Sangking begitu kacaunya bentuk-bentuk yang begitu campur aduk, sehingga banyak orang bertanya-tanya apakah lukisan itu benar-benar sudah selesai.
Namun dalam kekacauan itu, lukisan itu dengan sempurna menangkap vitalitas yang kejam dari tindakan tersebut.
Melawan kekacauan ini, Dewi Artemis berdiri di samping dan siap melakukan kudeta, satu-satunya bentuk kebaikan yang siap dia berikan.
Bagaimana orang-orang Yunani dan Romawi kuno bisa tahan hidup di dunia yang kebiadabannya tidak adil dan bahkan dilakukan oleh dewa sendiri?
Nasib malang ActaeonKematian Actaeon merupakan simbol dari banyaknya ketidakadilan. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno mungkin tidak perlu khawatir tentang etiket yang benar dalam menghadapi dewi telanjang.
Akan tetapi, mereka juga perlu khawatir tentang kekuatan yang tidak dapat diprediksi. Dunia mereka dilanda kelaparan, penyakit, perang, dan bencana alam.
Namun dalam menghadapi ketidakteraturan nasib itulah orang-orang zaman dahulu menemukan makna di dunia. Ketika Ovid memperkenalkan kisah Actaeon, dia mengingatkan pembacanya bahwa tidak ada orang yang dianggap bahagia sampai dia mati.
Harta yang kita miliki saat ini dapat dengan cepat dan mudah diambil besok. Dalam hal ini kita melihat nilai sebenarnya dari kisah Actaeon.
Pelajaran yang bisa kita ambil bukanlah bahwa dunia ini kejam, namun bahwa pemberian yang kita miliki perlu dihargai karena kita telah mendapatkan pemberian yang diperoleh dengan susah payah dan luar biasa.
Ketidakhadiran dan kekurangan atas pemberian yang kita miliki, telah memberi nilai pada kehidupan kita.
Hanya orang yang laparlah yang bisa mengetahui apa artinya kenyang. Anak yang terlahir dalam kekayaan tidak akan pernah menghargai kekayaan yang dinikmatinya.