Mitologi Yunani: Kisah Actaeon Melihat Dewi Artemis Mandi Telanjang

By Ricky Jenihansen, Jumat, 20 Oktober 2023 | 13:00 WIB
Actaeon tidak sengaja melihat rombongan Dewi Artemis yang mandi telanjang di hutan. (Tiziano Vecelli/Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Nasib buruk memang tidak bisa dihindari, bahkan dalam mitologi Yunani sekali pun. Seperti yang terjadi pada protagonis muda Actaeon dalam mitologi Yunani, ia tidak sengaja melihat Dewi Artemis mandi telanjang di hutan.

Seperti diketahui, banyak hal buruk yang terjadi selama pandemi. Muncul pertanyaan, mengapa hal-hal buruk terjadi pada orang baik?

Ini adalah pertanyaan yang tampaknya sangat relevan pada masa pandemi. Penyakit tidak membedakan kebajikan. Kemungkinan besar menjatuhkan orang suci sama besarnya dengan menjatuhkan orang berdosa.

Namun bahkan di masa-masa yang lebih normal, masalah ini sering kali kita hadapi. Terlalu mudahnya seseorang berpikir tentang hidup yang terlalu singkat, tentang tindakan kebaikan dan kemurahan hati yang tidak membuahkan hasil.

Dunia bisa menjadi tempat yang dingin dan suram. Mengapa ini terjadi?

Setiap budaya mengembangkan jawabannya sendiri terhadap pertanyaan ini. Bagi orang-orang Yunani dan Romawi kuno, solusi mereka adalah tragedi itu terjadi karena para dewa.

Paling tidak, kita tahu bahwa dewa tidak peduli terhadap umat manusia. Yang paling buruk, dewa ternyata benar-benar kejam.

Sama halnya dengan kisah yang secara sempurna terekam dalam salah satu harta karun Galeri Nasional di London, yaitu “The Death of Actaeon” karya Titian.

Kisah Actaeon adalah salah satu mitologi Yunani-Romawi yang paling populer. Penceritaan kembali yang paling terkenal dilakukan oleh penyair Romawi Ovid dalam epiknya “Metamorphoses.”

Titian hanya memiliki sedikit bahasa Latin. Jadi dia hampir pasti membaca tentang mitologi Yunani ini di salah satu dari banyak terjemahan dan versi ringkasan Ovid yang beredar pada abad ke-16.

Ini adalah mitos yang menunjukkan dengan baik kesadisan para dewa. Actaeon tidak melakukan kejahatan, tapi dia mendapatkan nasib buruk.

Suatu kebetulan yang sangat disayangkan, pada suatu hari saat berburu, dia kebetulan bertemu dengan dewi kuno Diana, yang nama mitologi Yunaninya adalah Dewi Artemis.

Saat itu, Dewi Artemis dan rombongan nimfanya sedang mandi telanjang di kolam hutan. Sebenarya Actaeon sama sekali tidak sengaja melihat mereka, hanya sebuah kebetulan.

Dewi Artemis, yang menghargai keperawanannya di atas segalanya, tidak senang jika ketahuan telanjang oleh orang asing. Sehingga dia mengatur hukuman yang mengerikan untuk Actaeon.

Dengan lambaian tangannya, dia mengubah Actaeon menjadi rusa jantan. Sekarang, Actaeon sang pemburu malah menjadi mangsa.

Untuk memperbesar kekejaman Dewi Artemis ini, Actaeon masih sadar sepenuhnya, seorang pria yang terperangkap dalam tubuh binatang. Air mata menetes di pipinya yang kini berbulu.

Seketika, Actaeon menyadari bahayanya yang akan dia hadapi. Dia telah bertemu dengan kawanan anjing pemburu miliknya dan mereka tidak membuang waktu untuk menyerang mantan majikan mereka.

Anjing-anjing itu menangkap kakinya dan menyeretnya ke tanah. Rahang mereka menggigit jauh ke bahu, punggung, dan tenggorokan.

Actaeon meninggal dalam kesakitan, terkoyak oleh hewan-hewan yang dibesarkannya dengan penuh pengabdian.

Dewi Artemis adalah dewi perawan, binatang dan berburu dalam mitologi Yunani. (Creative Commons)

Kisah versi Titian ini menunjukkan momen-momen terakhir kehidupan Actaeon. Sungguh lukisan yang luar biasa dari akhir karir Titian.

Kebanyakan lukisan cerita ini lebih memilih fokus pada momen ketika Actaeon bertemu dengan Dewi Artemis yang sedang mandi. Tidak dapat menahan potensi voyeuristik dari adegan tersebut, mereka menikmati pemandangan tubuh perempuan telanjang.

Terdapat karya Titian sebelumnya pada momen ini yang dilukisnya untuk Philip II dari Spanyol. Namun dalam The Death of Actaeon, voyeurisme terbatas pada satu puting yang terbuka, sebuah singgungan visual terhadap kesalahan Actaeon.

Dewi Artemis mendominasi latar depan, namun garis lengannya menarik perhatian pemirsa ke sosok di sebelah kanan lukisan.

Di sini kita melihat Actaeon terjebak di tengah transformasi. Dia masih mempertahankan bentuk manusianya, tapi kepalanya sekarang seperti rusa jantan.

Ini cukup bagi anjing-anjing yang telah mengalahkan Actaeon. Manusia, rusa, dan anjing menyatu menjadi satu tumpukan yang kotor dan kacau.

Sangking begitu kacaunya bentuk-bentuk yang begitu campur aduk, sehingga banyak orang bertanya-tanya apakah lukisan itu benar-benar sudah selesai.

Namun dalam kekacauan itu, lukisan itu dengan sempurna menangkap vitalitas yang kejam dari tindakan tersebut.

Melawan kekacauan ini, Dewi Artemis berdiri di samping dan siap melakukan kudeta, satu-satunya bentuk kebaikan yang siap dia berikan.

Bagaimana orang-orang Yunani dan Romawi kuno bisa tahan hidup di dunia yang kebiadabannya tidak adil dan bahkan dilakukan oleh dewa sendiri?

Nasib malang ActaeonKematian Actaeon merupakan simbol dari banyaknya ketidakadilan. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno mungkin tidak perlu khawatir tentang etiket yang benar dalam menghadapi dewi telanjang.

Akan tetapi, mereka juga perlu khawatir tentang kekuatan yang tidak dapat diprediksi. Dunia mereka dilanda kelaparan, penyakit, perang, dan bencana alam.

Namun dalam menghadapi ketidakteraturan nasib itulah orang-orang zaman dahulu menemukan makna di dunia. Ketika Ovid memperkenalkan kisah Actaeon, dia mengingatkan pembacanya bahwa tidak ada orang yang dianggap bahagia sampai dia mati.

Harta yang kita miliki saat ini dapat dengan cepat dan mudah diambil besok. Dalam hal ini kita melihat nilai sebenarnya dari kisah Actaeon.

Pelajaran yang bisa kita ambil bukanlah bahwa dunia ini kejam, namun bahwa pemberian yang kita miliki perlu dihargai karena kita telah mendapatkan pemberian yang diperoleh dengan susah payah dan luar biasa.

Ketidakhadiran dan kekurangan atas pemberian yang kita miliki, telah memberi nilai pada kehidupan kita.

Hanya orang yang laparlah yang bisa mengetahui apa artinya kenyang. Anak yang terlahir dalam kekayaan tidak akan pernah menghargai kekayaan yang dinikmatinya.