Babak Akhir Kekaisaran Ottoman: Kebangkitan Nasionalisme Arab

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 1 November 2023 | 08:28 WIB
Para pemberontak Arab di Stasiun Muazzem, Kekaisaran Ottoman. Jalur kereta api yang menghubungkan Madinah dan Damaskus ini menjadi salah satu perlawanan bangsa Arab terhadap Kekaisaran Ottoman. (Digitised Leanne Rodgers-Gibbs)

Syarif dan Amir Makkah Husain bin Ali adalah salah satu tokoh dalam nasionalisme Arab untuk terlepas dari kekuasaan Kekaisaran Ottoman. Sejak sebelum Perang Dunia I, ia berkomunikasi dengan pihak Inggris yang berada di Kesultanan Mesir. (Public Domain)

Perang Dunia I membawa dampak nyata di Timur Tengah. Inggris, yang merupakan musuh Kekaisaran Ottoman, berkuasa di Kesultanan Mesir dan Pelabuhan Aden di Yaman. Kondisi dalam tubuh Kekaisaran Ottoman yang semrawut menjadi informasi penting bagi Inggris.

Sudah sejak sebelum Perang Dunia I wangsa Hasyim punya kedekatan dengan Inggris. Salah satu di antaranya adalah Amir Makkah Syarif Husain bin Ali. Kelak, Husain bin Ali menjadi Raja Arab pertama (sekaligus terakhir) saat Kekaisaran Ottoman runtuh, dan yang menagih janji Inggris ketika perselisihan Arab-Yahudi bermula.

Pada masa kebangkitan nasionalisme Arab, Husain bin Ali sering berkomunikasi dengan panglima militer Inggris di Mesir Lord Kitchener melalui putranya, Abdullah bin Husain. Inggris segera membantu perlawanan nasionalisme Arab yang sudah menyentuh titik didihnya. Bantuan tersebut berupa senjata dan uang rahasia dari Inggris ke pergerakan Arab selama 1915.

Bantuan ini memungkinkan Husain bin Ali memperluas aliansi dan membangun pasukan. Perlahan-lahan, kekuatan dan semangat nasionalisme Arab berkembang menjadi perlawanan terhadap Kekaisaran Ottoman.

Perlawanan pertama yang berpotensi menjadi pemberontakan pertama di Kekaisaran Ottoman pun berlangsung di Suriah. Kelompok al-Fatat adalah yang memperluas pemberontakan tersebut. Segera bagi Husain bin Ali untuk membantu kelompok tersebut untuk merdeka.