Strategi Beriklan Pedagang Kekaisaran Tiongkok agar Bisnis Laris Manis

By Sysilia Tanhati, Kamis, 2 November 2023 | 10:00 WIB
Beriklan adalah cara pedagang untuk menarik pembeli. Bagaimana orang di Kekaisaran Tiongkok beriklan? (Willian Alexander)

Nationalgeographic.co.idBeriklan adalah cara seorang penjual untuk memasarkan barang atau jasanya kepada orang lain. Slogan, dukungan dari pemengaruh, atau jingle yang menarik dapat menonjolkan sebuah produk. Beriklan telah dilakukan sejak dulu, termasuk di era Kekaisaran Tiongkok. Tanpa media massa dan internet, bagaimana pedagang di Kekaisaran Tiongkok beriklan dan memasarkan produknya?

Segera setelah aktivitas perdagangan muncul di Kekaisaran Tiongkok ribuan tahun yang lalu, iklan yang belum sempurna pun tercipta. Dengan menggunakan musik, spanduk, dan bahkan ‘selebriti’, para pedagang zaman dahulu mencoba meningkatkan penjualan dan memenangkan persaingan.

Berikut adalah strategi para pedagang kuno untuk memasarkan produknya di Kekaisaran Tiongkok.

Influencer kuno

Selebriti dan influencer adalah salah satu alat pemasaran yang penting saat ini. Tapi tahukah Anda jika keduanya telah digunakan untuk berjualan sejak masa lalu?

Menurut Strategies of the Warring States, seorang penjual kuda pernah mempekerjakan selebriti lokal untuk melakukan penjualan. Pedagang itu membawa kudanya ke pasar dan berteriak kepada orang banyak tentang kualitas dan harganya. Namun tampaknya tak seorang pun tertarik.

Dia mengubah strateginya dan menemui ahli kuda lokal terkenal Bo Le dengan sebuah penawaran. Penjual akan membayar Bo Le untuk mengunjungi kiosnya dan melihat kudanya. Ia harus berpura-pura tertarik pada kuda yang dijual dan kemudian kembali lagi untuk kedua kalinya.

“Hal itu menunjukkan seakan-akan Bo Le sangat tertarik pada kuda yang dijual,” tulis Sun Jiahui di laman The World of Chinese.

Bo Le setuju. Begitu dia menunjukkan “ketertarikannya” pada kuda-kuda tersebut, pengunjung pasar lainnya segera berkumpul di sekitar kios. Mereka pun membeli setiap kuda yang dijual si pedagang. Bahkan ada yang terjual dengan harga 10 kali lipat dari harga aslinya.

Iklan di media cetak

Pada tahun 1946, sejarawan Yang Kuan dan Jiang Dayi menemukan iklan cetak tertua dari masa Kekaisaran Tiongkok. Pelat cetak tembaga dari Dinasti Song Utara itu digunakan untuk membuat iklan.

Menampilkan gambar kelinci yang menggemaskan, iklan tersebut dibuat untuk “Toko Jarum Halus Jinan Liu”. Dengan logo kelinci, calon pelanggan dapat menemukan toko yang tepat.

Setelah dicetak, iklan tersebut berbunyi, “Kami membeli batang baja berkualitas tinggi dan membuat jarum halus, siap digunakan di rumah dalam waktu singkat. Tersedia harga yang menguntungkan untuk pembeli grosir.”

Di era Dinasti Yuan, masyarakat mulai mencetak iklan di atas kertas yang digunakan untuk membungkus dan membawa barang. Pada tahun 1985, para arkeolog menggali kuburan Dinasti Yuan. Saat itu mereka juga menemukan bungkus yang mengiklankan bisnis cat.

Iklan itu berbunyi, “Kami memproduksi cat minyak kelas satu berwarna merah cerah, ungu, dan lainnya. Silakan mencobanya dan Anda akan menemukan keunikannya.”

Slogan dan jingle

Tentu saja, cara yang paling sederhana untuk menarik pelanggan adalah dengan menyatakan kualitas dan harga barang.

Lebih dari 2.000 tahun yang lalu, penyair Qu Yuan membuat puisi Heavenly Questions. Puisinya itu berkisah tentang seorang ahli strategi militer terkenal dari Dinasti Zhou, Jiang. Sebelum Jiang bertemu Raja Wen dari Zhou dan direkrut sebagai penasihatnya, dia adalah seorang tukang daging.

Jiang mengetuk pisaunya di atas meja untuk membuat keramaian di pasar. “Sebuah metode yang mungkin primitif, tetapi cukup untuk menarik perhatian beberapa pelanggan,” tambah Jiahui.

Catatan juga menunjukkan bahwa penjual pada masa Dinasti Han menggunakan musik untuk menarik pembeli. Dalam Annotations of the Book of Songs, diungkapkan bahwa penjual permen meniup seruling bambu kuno untuk menarik pelanggan.

Namun suara yang ramai saja mungkin tidak cukup saat itu. Para pedagang juga mulai menciptakan pantun dan nyanyian untuk memasarkan barang dagangannya. Saat perdagangan berkembang pesat di Kekaisaran Tiongkok, sajak atau pantun untuk berjualan pun menjadi sebuah seni.

Menurut Records of the Origins of Affairs and Things, Di ibu kota, penjual selalu meneriakkan pantun. Orang-orang mengadaptasi sebuah lagu dan mengarang lirik untuk menjadikannya bentuk artistik menyenangkan.

Hawking Sounds of the Beijing Market merekam beberapa iklan yang menarik di Kekaisaran Tiongkok selama Dinasti Qing. Iklan di masa itu menekankan pada pada sajak dan hiburan. Sehingga banyak liriknya yang tidak masuk akal untuk zaman sekarang. Misalnya saja, seorang penjual akan berteriak: “Ambil segenggam kacang buncis tumis! Nikahi seorang istri dan lupakan orang tuamu!”

Yang lain berhasil menciptakan jingle yang masuk akal. Seorang penjual jus plum sambil berteriak, “Ini menghilangkan dahaga dan menghilangkan panas; dengan rasa mawar dan gula. Jika Anda tidak percaya ini enak, belilah satu untuk dicicipi!”

Spanduk atraksi

Selama berabad-abad, toko-toko dan restoran menggunakan spanduk-spanduk kain untuk menarik perhatian. Pada awalnya, spanduk-spanduk ini banyak digunakan oleh kedai minuman, sehingga disebut “spanduk anggur”.

Spanduk ini ditemukan di Periode Negara-negara Berperang. Di masa itu, toko yang menjual anggur berkualitas mengibarkan spanduknya tinggi-tinggi.

Spanduk juga terkadang berisi slogan. Dalam novel klasik Outlaws of the Marsh, pahlawan Wu Song melawan seekor harimau setelah melihat spanduk dengan slogan. Spanduk itu dipasang di sebuah kedai dekat Jingyang Ridge.

Slogan tersebut berbunyi, “Setelah tiga mangkuk, jangan menyeberangi punggung bukit.” Artinya, anggur di kedai tersebut sangat kuat. Meski hanya minum tiga mangkuk, seseorang akan terlalu mabuk untuk melanjutkan perjalanannya.

Pemasarannya berhasil, karena Wu merasa tertantang oleh pesan tersebut dan segera meminum 18 mangkuk di kedai. Setelah itu, ia pergi ke pegunungan dan membunuh harimau besar dalam keadaan mabuk.

Sayangnya novel ini tidak menjelaskan apa yang terjadi pada bisnis kedai tersebut setelah petualangan epik Wu. Namun seorang pemasar yang cerdas bisa mengubah spanduknya menjadi: “Setelah 18 mangkuk, Anda akan menjadi lebih kuat dari harimau.”