Nationalgeographic.co.id—Dinasti Maurya merupakan kekaisaran yang pernah menyatukan India pada abad keempat SM. Pendirinya adalah Chandragupta Maurya (340—297 SM) yang kemudian memperluas kekuasaannya dalam sejarah India hingga ke Pakistan dan Afganistan modern.
Informasi tentangnya tidak hanya berdasarkan catatan dan artefak lainnya di India, tetapi juga oleh bangsa Yunani dan Romawi. Dalam sejarah India abad keempat SM, bangsa Yunani yang merupakan mayoritas Kekaisaran Makedonia pimpinan Aleksander Agung, telah sampai di Sungai Indus. Bangsa Yunani, kemudian, bermukim di India dan berkontak dengan penguasa lokal.
Banyak narasi sejarah India yang meragukan menyatakan bahwa Aleksander Agung berperang dengan Chandragupta. Kenyataannya tidak demikian karena Aleksander Agung hanya berkuasa di secuil negeri dari India. Penaklukkan Aleksander pun tidak disebutkan dalam catatan sejarah India.
Bahkan, ketika Aleksander berkuasa di barat Sungai India, di sisi lain masih ada kerajaan lain yang belum dikuasai Chandragupta. Dalam sejarah India, negeri itu baru bertekuk lutut kepada Chandragupta setelah Aleksander Agung wafat 323 SM.
Kisah awal Chandragupta Maurya mendirikan Kekaisaran Maurya
Sejarawan meyakini bahwa Chandragupta Maruya lahir sekitar tahun 340 SM. Kota kelahirannya diperkirakan berada di Patna yang dibelah Sungai Gangga di negara bagian Bihar (bagian utara India dekat Nepal modern).
Hanya sedikit informasi tentang masa kecil Chandragupta. Catatan sejarah India yang ada meragukan bagi sejarawan dengan menyatakan bahwa orangtuanya berasal dari kasta Ksatriya, sementara naskah lain menyebut orangtuanya berasal dari kasta rendah Sudra yang menyjadi pelayan raja.
Diduga kuat, Chandragupta adalah putra dari Pangeran Sarwarthasiddhi di Kekaisaran Nanda. Cucu Chandragupta yang kelak menjadi penguasa Dinasti Maurya, mengeklaim bahwa silsilahnya adalah keturunan dari Siddhartha Gautama yang tidak berdasar.
Ketika Chandragupta berusia matang, kebaranian dan sifat karismatiknya sudah menonjol. Seorang Brahmana terkenal dalam sejarah India, Chanakya, menjadi guru baginya. Chanakya menyimpan dendam dengan pemerintah Kekaisaran Nanda, sehingga Chandragupta dididik untuk menjadi penguasa dan menaklukkan kekaisaran.
Setelah usianya matang, Chandragupta Maurya memimpin perlawanan terhadap Kekaisaran Nanda. Banyak raja-raja lokal di India yang bersekutu dengannya, karena pemerintahan yang lemah dan bengis terhadap rakyatnya. Ini juga yang membuat Chanakya menaruh dendam.
Ketika Kekaisaran Nanda jatuh, Chandragupta mendirikan kekaisaran baru. Pada 321 SM, ibukota Kekaisaran Nanda di Patalipura jatuh setelah berbagai serangan pertempuran yang panjang. Daerah lain dalam sejarah India tunduk kepadanya. Hal ini membuat Kekaisaran Maurya membentang luas, bahkan di timur menyampai Myanmar hari ini.
Merebut kawasan Aleksander Agung dan selatan India
Sementara dalam penguasaannya ke barat, bekas-bekas kekausaan Aleksander Agung dikuasai. Kondisi kekuasaan Aleksander Agung terpecah setelah kematiannya, membuat para satrap (gubernur) di perbatasan sangat rentan dan mungkin berkhianat.
Pada 316 SM, Chandragupta Maruya mengalahkan semua satrap Aleksander Agung sampai di pegunungan Asia Tengah. Luas Kekaisaran Maurya pun bertambah sampai ke Iran, Tajikistan, dan Kirgistan modern.
Sumber Yunani terkait sejarah India bahkan menyampaikan bahwa Chandragupta mungkin melakukan pembunuhan berencana terhadap dua satrap Makedonia: Philip putra Machatas dan Nicanor dari Persia. Namun, sumber ini sedikit meragukan karena kematian Philip terjadi pada 326 SM ketika Chandragupta masih remaja.
Kekaisaran Seleukia, pecahan kekuasaan Aleksander Agung yang dipimpin Seleucus I Nicator, di Persia diinvasi oleh Chandragupta pada 305 SM. Kekaisaran Maurya berhasil menguasai bagian timur Persia.
Setelah berdamai, Seleucus I mengadakan perjanjian damai dengan Chandragupta berupa kawasan dan putrinya, Helena. Sebagai imbalan, Chandragupta memberinya 500 gajah perang yang kemudian digunakan dalam Pertempuran Ipsus di Turki pada 301 SM.
Selanjutnya, Chandragupta mengerahkan pasukannya ke arah selatan india untuk mempersatukan anak benua. Ia berhasil menaklukkan semuanya, kecuali Kalinga (sekarang Odisha) yang berada di pantai timur, selatan Kalkuta hari ini.
Ada pula berbagai kekuasaan bangsa Tamil lainnya yang enggan tunduk adalah suku-suku yang kelak menjadi Kekaisaran Chola. Upaya penaklukkan ini berlangsung sampai cucunya, Ashoka.
Akhir kekuasaan
Chandragupta tidak berkuasa sampai akhir hayatnya. Saat usianya sekitar 50 tahun, ia memilih menjadi brahmana. Sumber lain mengatakan bahwa ia mengambil kepercayaan Jainisme dengan guru suci Acharya Bhadrabahu. Dia turun takhta pada 298 SM dan menyerahkannya kepada putranya bernama Bindusara.
Setelah itu, ia bergegas ke selatan untuk bermeditasi tanpa makan dan minum selama lima minggu. Praktik ini disebut sebagai sallekhana atau santhara. Meditasi itu membuatnya meninggal kelaparan. Hal ini membuat Ashoka menjadi pemeluk agama yang taat seiring bertambah usia.