Menangkal Mitos Salah Kaprah Polusi Udara, Seperti Apa Nyatanya?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 4 November 2023 | 13:00 WIB
Ada banyak mitos terkait polusi udara yang masih diyakini banyak orang. Mitos ini menyebabkan tindakan pencegahan dan penanganan dampak polusi udara yang salah. (Shutterstock)

Ketika laporan tentang tingginya polusi udara di Jakarta ramai, masyarakat kembali ramai memakai masker bedah. Akan tetapi, menggunakan masker bedah tidak membantu Anda tercegah dari menghirup polutan berbahaya.

Masker bedah memiliki ukuran pori sekitar 5—10 mikrometer. Ukuran ini masih kurang mampu menangkal polutan ukuran 2,5 mikrometer atau lebih kecil lagi ketika Anda menghirup napas.

Sebuah studi tahun 2018 mengungkapkan, masker bedah saat polusi udara lebih memungkinkan hingga 68 persen polutan masuk ke dalam. Masker jenis ini hanya menutup setengah wajah, jarang menutupi hidung dan mulut secara menyeluruh. Tentunya, masih ada celah yang besar bagi polutan untuk bisa masuk ke dalam organ pernapasan Anda.

Sektor-sektor penyumbang polusi udara di Jakarta. (Dinas Lingkungah Hidup DKI Jakarta)

Cara efektif yang dapat dilakukan adalah menggunakan masker antipolusi seperti N95 atau N99. Beberapa di antaranya dapat efektif hingga 90 persen untuk menyaring partikel polutan. 

Bagaimanapun, menggunakan masker apa pun termasuk masker bedah atau menggunakan syal sederhana untuk menutupi wajah lebih baik daripada tidak menggunakan sama sekali.

4. Di rumah saja agar tidak terpapar polusi

Karena aktivitas pembuangan polusi udara banyak terjadi di luar ruangan, banyak yang menyangka di dalam ruangan seperti rumah dan kantor lebih aman. Nyatanya tidak. Piotr Jakubowski, Chief Growth Officer Nafas Indonesia menyatakan bahwa "polusi udara dapat masuk ke dalam ruangan lewat pintu, ventilasi, jendela, dan orang dari luar yang masuk".

Dalam pengenalan Clean Air Zone di sekolah Mighty Minds Preschool Hang Tuah, Piotr mengungkap laporan kadar polusi udara dalam ruangan cenderung mirip dengan luar ruangan, walau angkanya lebih rendah. "Ini menandakan ada kebocoran. Kualitas udara di dalam ruangan dipengaruhi kualitas di luar ruangan," lanjutnya.

Senada dengan Piotr, sebuah penelitian tahun 2019 di India menunjukkan bahwa, walau pintu rumah sudah ditutup, ruangan masih tidak aman. Polusi yang bisa masuk antara lain PM2.5, karbon dioksida, dan senyawa organik yang mudah menguap.

5. Menyemprot air ke lingkungan sekitar akan mengurangi polusi

Ketika Jabodetabek menjadi kawasan dengan kadar polusi yang tinggi, pemerintah setempat melakukan penyemprotan air. Harapannya, partikulat di tanah dan di udara dapat terperangkap, kemudian terbuang ke saluran pembuangan.

Ide ini mungkin muncul karena kualitas udara selama musim hujan lebih bersih daripada musim kemarau. Namun, penyemprotan air tidak bisa menjadi pengganti hujan yang membersihkan tanah dan udara Jabodetabek dari polusi.

Penelitian tahun 2021 mengungkapkan, menyemprot udara ke jalanan justru berkontribusi menambah polusi udara ketimbang menguranginya. Menyemprot air dalam jumlah besar justru menghasilkan peningkatan kelembapan dan konsentrasi PM2.5 yang lebih besar.