Sejarah Dunia: ketika Putri Kekaisaran Tiongkok Jadi Mata-Mata Jepang

By Sysilia Tanhati, Kamis, 2 November 2023 | 19:00 WIB
Dalam sejarah dunia, kisah hidup Yoshiko Kawashima tampak seperti di film-film. Ia terlahir sebagai seorang putri Kekaisaran Tiongkok yang kemudian menjadi mata-mata Jepang. (Kamisaka Fuyuko )

Nationalgeographic.co.id—Kisah hidup Yoshiko Kawashima tampak seperti di film-film. Terlahir sebagai putri dari Kekaisaran Tiongkok, ia dikirim ke Jepang setelah jatuhnya Dinasti Qing. Di sana, Kawashima tumbuh menjadi mata-mata Jepang yang bermimpi mengembalikan kejayaan keluarganya. Kerap berpenampilan mewah, ia menjadi tokoh yang selalu diburu oleh media Jepang. Bahkan setelah meninggal, kisahnya terus dikenang dalam sejarah dunia.

Ia adalah sosok yang penuh kontroversi. Bagi orang Jepang, Kawashima adalah pahlawan yang penuh inspirasi dan romantis. Namun bagi orang Tiongkok, Kawashima adalah pengkhianat yang paling buruk. Popularitasnya pun kian memudar. Kekalahan Jepang selama Perang Dunia II pun menjadi akhir dari putri Kekaisaran Tiongkok yang jadi mata-mata Jepang itu.

Simak kisah yang luar biasa dari Yoshiko Kawashima, mata-mata Jepang yang memesona dalam sejarah dunia.

Yoshiko Kawashima, putri Kekaisaran Tiongkok yang lahir di tengah kekaisaran yang sedang sekarat

Yoshiko Kawashima lahir sebagai Aisin Gioro Xianyu sekitar tahun 1907. Ia adalah salah satu dari 38 bersaudara yang lahir dari Pangeran Shanqi. “Ayahnya adalah pangeran Manchu yang memiliki hubungan dengan Dinasti Qing di Kekaisaran Tiongkok,” tulis Morgan Dunn di laman All That’s Interesting.

Dinasti Qing meraih kekuasaan pada abad ke-17 sebagai penakluk. Mereka adalah suku nomaden yang dengan cepat menggulingkan Dinasti Ming. Selama 200 tahun, kaisar Manchuria telah memerintah kekaisaran yang makmur. Namun saat Kawashima lahir, kekuasaan Manchuria di Kekaisaran Tiongkok pun kian melemah.

Pada tahun 1911, sebuah revolusi mengakhiri kejayaan Kekaisaran Tiongkok. Salah satu kekaisaran terhebat dalam sejarah dunia itu pun runtuh. Akibatnya, Kawashima dikirim untuk tinggal bersama teman ayahnya yang berkebangsaan Jepang, Naniwa Kawashima. Sang putri kemungkinan berusia sekitar 8 tahun pada saat itu.

Dikirim ke rumah Naniwa di Tokyo, Aisin Gioro Xianyu kecil pun diberi nama baru. Putri Kekaisaran Tiongkok itu menyandang nama Yoshiko Kawashima hingga akhir hayatnya.

Putri di pengasingan yang memilih mengenakan pakaian pria

Yoshiko Kawashima menjelaskan bahwa dia bukanlah orang yang konvensional. Dia menunggang kuda ke sekolah dan mulai mengenakan pakaian pria. Sang putri pun memotong rambutnya menjadi potongan yang parah. Tentu saja tindakannya itu mengejutkan bagi masyarakat Jepang yang sopan.

“Saya memutuskan untuk berhenti menjadi seorang wanita selamanya,” kata Kawashima. Tindakan tersebut mungkin merupakan upaya Kawashima untuk melarikan diri dari pelamar yang dekat dengan ayah angkatnya.

Dia tidak ingin menjadi pengantin. Kawashima ingin menjadi seperti Joan of Arc. Ia bahkan mengatakan kepada teman-temannya, “Jika saya memiliki tiga ribu tentara, saya akan merebut Tiongkok.” Ayah angkatnya juga memperhatikan hal ini.

Yoshiko Kawashima menjelaskan bahwa dia bukanlah orang yang konvensional. Dia menunggang kuda ke sekolah dan mulai mengenakan pakaian pria. Sang putri pun memotong rambutnya menjadi potongan yang parah. (Asahi Shinbun-Bungei Shunyū)

Citra publiknya yang buruk pun menarik perhatian media. Hal ini membuat ayah angkatnya segera mengatur pernikahannya. Kawashima menikah dengan pangeran Mongol Ganjuurjab. Namun Kawashima menolak dibatasi oleh pernikahan. “Ia pun segera terjun ke dalam kehidupan malam di Tokyo,” tambah Dunn.

Pada tahun 1931, pemberontak berusia 24 tahun itu tidak memiliki kontak, keluarga, uang, atau masa depan. Sang putri berpindah-pindah dari ruang dansa, bar, hingga kasino. Tidak memiliki pekerjaan, dia harus memikirkan cara untuk mendapatkan penghasilannya. Saat itulah dia mendapat telepon dari Tentara Kwantung Jepang.

Yoshiko Kawashima menjadi mata-mata Jepang

Tentara Kwantung Jepang telah lama mengincar Manchuria. Mereka bahkan menganggap wilayah tersebut, yang terletak di sebelah Korea, sebagai milik sah Kekaisaran Jepang. Pada tahun 1931, perwira Jepang menanam bom lemah di bawah rel kereta api di luar kota Shenyang.

Kini Jepang menguasai Manchuria tapi mereka ingin membuatnya tampak sebagai kekuasaan yang sah.

Kawashima pun jadi calon potensial bagi intelijen militer Jepang. Ia memiliki koneksi dengan Mongolia dan Manchuria. Selain itu, semangat petualang dan keterampilannya dalam menyamar pun membuat pemerintah Jepang terkesima.

Kawashima mulai bekerja untuk Jenderal Kenji Doihara. Sang jenderal dikenal sebagai Lawrence dari Manchuria. “Ia merupakan arsitek industri opium yang mengerikan di Manchuria,” Dunn menambahkan lagi.

Sekarang, ketika rencana Jepang untuk mendirikan negara boneka Manchuria hampir selesai. Mereka hanya membutuhkan pemimpin kekaisaran yang mudah dikendalikan. Kawashima membujuk Kaisar Qing Puyi yang digulingkan untuk menjadi penguasa Manchukuo. Melalui dia, Kawashima berpeluang untuk mencapai tujuannya. Ia ingin mengembalikan Dinasti Qing ke kursi kekuasaan di Kekaisaran Tiongkok.

Manchukuo, kerajaan boneka yang dikuasai oleh Jepang dalam sejarah dunia

Menurut Ryukichi Tanaka, kekasih Kawashima, eksploitasi berikutnya adalah memprovokasi kerusuhan yang disertai kekerasan di Shanghai. Pada musim dingin tahun 1932, Tanaka mengeklaim bahwa Kawashima berkeliling kota. Ia membayar pekerja untuk melancarkan kerusuhan dan perkelahian yang disertai kekerasan. Pekerjaan ini memberikan alasan lain bagi pasukan Jepang untuk memperkuat posisi mereka di Tiongkok.

Selama ini, dia memainkan peran sebagai prajurit gagah di Manchukuo. Kawashima memimpin pasukan kecil yang terdiri dari beberapa ribu pasukan kavaleri untuk menekan pejuang Tiongkok.

Para pejabat Jepang sangat ingin menggunakan dia sebagai tokoh masyarakat. Sebagai kaki tangan Jepang, Kawashima mendapatkan ketenaran di Jepang.

Meski begitu, Kawashima tetap menonjolkan identitasnya sebagai putri dari Kekaisaran Tiongkok dan pahlawan di Jepang.

Dalam salah satu pidatonya, ia menjelaskan, “Sebagai komandan saya telah beberapa kali menghadapi hujan tembakan. Saya bahkan menderita tiga luka tembak. Tapi ketika saya memikirkannya, saya melihat bahwa, kawan atau lawan, kita semua adalah saudara.”

Akhir dari Yoshiko Kawashima dalam sejarah dunia

Pada tahun 1940, sosok romantis putri Manchu yang menunggang kuda sudah tidak ada lagi. Militer Jepang sudah muak dengan Kawashima. Ia sangat menonjol sebagai mata-mata dan terlalu keras kepala untuk dipercaya.

Di akhir hidupnya, sang putri mengalami kecanduan morfin dan opium serta menderita sifilis. Kawashima juga memeras warga kaya Tiongkok sebelum dia ditempatkan di bawah tahanan rumah.

Pada tahun 1941, Kawashima kelelahan, kesepian, dan terkatung-katung. Dengan hanya ditemani monyet peliharaannya, dia kembali ke Beijing yang diduduki Jepang. Di kota itu dia tinggal sampai akhir Perang Dunia II.

Ketika pasukan Tiongkok perlahan-lahan membalikkan gelombang ekspansi Jepang, uang Kawashima mengalir deras. Semua hartanya dihabiskan untuk memenuhi kecanduan narkoba dan mendapatkan perlindungan dari militer melalui suap.

Pada bulan Agustus 1945, pasukan Soviet menginvasi Manchukuo, merebut Puyi dan mengakhiri rezim Jepang. Pada 10 Oktober 1945, pasukan Tiongkok merebut kembali Beijing.

Keesokan harinya, petugas polisi menangkap Yoshiko Kawashima, alias Jin Bihui, alias Eastern Jewel.

Dituduh melakukan pengkhianatan, Kawashima dicap sebagai hanjian (pengkhianat ras) dalam persidangan yang dipublikasikan secara luas. Ketika hakimnya kekurangan bukti, mereka beralih ke novel yang ditulis tentang dirinya atau berita sensasional yang dicetak selama bertahun-tahun.

“Seluruh hidup saya dibentuk oleh gosip palsu,” kata Kawashima dari penjara, “dan saya akan mati karena gosip palsu yang menyerang.”

Sang putri benar. Masyarakat Tiongkok, yang marah atas kebrutalan Jepang selama bertahun-tahun, menuntut hukuman mati bagi “Mata Hari dari Timur”.

Pada tanggal 25 Maret 1948, Yoshiko Kawashima dibawa ke halaman penjara yang tertutup es. Ia ditembak satu kali di bagian belakang kepala.

Meski telah meninggal, reputasinya terus bertahan dalam sejarah dunia. Pesona dan kecerdikannya tetap ada setelah kematiannya. Bahkan rumor tentang pelarian rahasianya terus berlanjut selama bertahun-tahun.