Karya Ery yang paling sering ditampilkan di mancanegara adalah “Rantau Berbisik” diangkat dari kisah Ery saat merantau ke Jakarta. Sebagai salah satu bentuk solidaritas Ery terhadap para seniman Padang , Ery menggagas festival “Galanggang Tari Sumatra” (kini menjadi KABA Festival sejak 2014) dan Festival Nan Jombang Tanggal Tiga (dilakukan tanggal 3 setiap bulannya).
“Filosofi tanggal 3 itu diambil dari pepatah Minang, 'Tigo Tungku Sajarangan' yang menggambarkan 3 hubungan manusia: dengan sesama manusia (ninik mamak), dengan alam (cerdik pandai) dan dengan Tuhan (alim ulama),” jelas penerima Anugerah Kebudayaan kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaharu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Hukum dan HAM tahun 2016 itu.
Di usianya yang 65 tahun ini Ery sangat bahagia mendapat dua kado terindah dari Tuhan. Pertama, tanggal 1 November lalu Ery menggelar “Perayaan Akbar 40 tahun Ery Mefri Berkarya” di Ladang Tari Nan Jombang, Padang, sekaligus meresmikan museum tari dan peluncuran buku biografinya yang berjudul Salam Tubuh pada Bumi.
Kedua adalah penghargaan dari CHI Awards 2023 sebagai Penerus Seni Tari Nusantara. Penghargaan ini tentu menguatkan eksistensi dan semangat Ery untuk terus berkarya dan mempersiapkan para penari muda sebagai generasi penerusnya.
3. Ni Ketut Arini sang empu tari Bali
Perempuan kelahiran Denpasar, 15 Maret 1943, ini tumbuh dan besar di lingkungan keluarga seniman. Ayahnya, I Wayan Sapluh, adalah seorang penabuh gamelan. Ibunya, Ketut Samprig, gemar mekidung (melantunkan tembang Bali). Semua saudaranya bisa menari.
Suasana inilah yang membuat anak ke-4 dari 6 bersaudara ini merasa sangat dekat dengan dunia tari sejak kecil. Ia senang mengamati orang-orang yang belajar menari di pelataran rumah pamannya, I Wayan Rindi, seorang penari dan guru tari terkenal di masa itu.
Arini baru diizinkan untuk belajar menari kepada sang paman ketika ia berusia 14 tahun. Bakatnya yang luar biasa pun terlihat menonjol dari anak-anak seusianya.
Tak hanya menari, Arini tergerak untuk mengajar adik-adiknya. "Kamu mau jadi guru?" tanya sang paman. "Kalau mau jadi guru harus belajar banyak lagi."
"Iya saya mau," kenang Arini atas jawabannya. "Sampai akhirnya saya memutuskan menjadi guru.”
Arini semakin giat mengasah talentanya dan sempat menimba ilmu seni tari di Sekolah Konsevatori dan Kerawitan Indonesia Jurusan Bali (KOKAR Bali) dan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar.