Pada tahun 1997, Inggris menyerahkan Hong Kong kembali ke Tiongkok. Hal ini dilakukan setelah berakhirnya masa sewa selama 99 tahun. Konon serah terima ini merupakan sebuah peristiwa yang ditakuti dan diantisipasi oleh penduduknya, Tiongkok, Inggris, dan seluruh dunia. Merupakan bagian dari Kekaisaran Tiongkok, mengapa Hong Kong disewakan kepada Inggris?
Hong Kong mencakup wilayah seluas 1.104 km persegi di Laut Cina Selatan. Saat ini Hong Kong merupakan salah satu wilayah yang paling padat penduduknya dan mandiri secara ekonomi di dunia.
Sewa menyewa yang terjadi antara Inggris dan Tiongkok merupakan akibat dari perang yang terjadi di masa lalu. Perang itu pecah karena ketidakseimbangan perdagangan, opium, dan pergeseran kekuasaan kerajaan Inggris di bawah kekuasaan Ratu Victoria.
Hong Kong pertama kali dimasukkan ke dalam Tiongkok pada tahun 243 Sebelum Masehi, selama periode Negara-Negara Berperang dan ketika Qin mulai berkuasa. “Wilayah ini hampir selalu berada di bawah kendali Tiongkok selama 2.000 tahun berikutnya,” tulis Kallie Szczepanski di laman Thoughtco.
Pada tahun 1842, di bawah pemerintahan ekspansionis Ratu Victoria, Hong Kong dikenal sebagai Hong Kong Britania.
Ketidakseimbangan perdagangan opium, perak, dan teh di Kekaisaran Tiongkok
Inggris pada abad ke-19 sangat menyukai teh yang berasal dari wilayah Kekaisaran Tiongkok. Namun saat itu Dinasti Qing dan rakyatnya tidak mau membeli apa pun yang diproduksi Inggris. Tiongkok menuntut agar Inggris membayar kebiasaan minum teh mereka dengan perak atau emas.
Pemerintahan Ratu Victoria tidak ingin lagi menggunakan cadangan emas atau perak negaranya untuk membeli teh. Konon pajak impor teh yang dihasilkan selama transaksi tersebut merupakan persentase besar dari perekonomian Inggris. Untuk mengatasi Tiongkok, pemerintahan Victoria memutuskan untuk mengekspor secara paksa opium dari anak benua India yang dijajah Inggris ke Kekaisaran Tiongkok. Di sana, opium kemudian ditukar dengan teh.
Tidak mengherankan jika pemerintah Tiongkok keberatan dengan impor opium dalam skala besar ke wilayahnya oleh kekuatan asing. Pada saat itu, sebagian besar warga Inggris tidak memandang opium sebagai hal yang membahayakan. Bagi mereka, opium adalah obat. Namun Tiongkok sedang mengalami krisis opium dan kekuatan militernya terkena dampak langsung dari kecanduan opium.
Perang Candu pecah
Meski dilarang, pedagang Inggris terus menyelundupkan opium. Ketika Kekaisaran Tiongkok menyadari bahwa pelarangan impor opium secara langsung tidak berhasil, mereka mengambil tindakan lain. Pada tahun 1839, pejabat Tiongkok menghancurkan 20.000 bal opium, masing-masing peti berisi 63 kg opium.
“Tindakan ini memprovokasi Inggris untuk menyatakan perang guna melindungi operasi penyelundupan opium ilegal,” tambah Szczepanski.
Perang Candu Pertama berlangsung dari tahun 1839 hingga 1842. Inggris menginvasi daratan Tiongkok dan menduduki pulau Hong Kong pada tanggal 25 Januari 1841. Mereka menggunakan Hong Kong sebagai titik persiapan militer. Kekaisaran Tiongkok kalah perang dan harus menyerahkan Hong Kong ke Inggris melalui Perjanjian Nanking. Hasilnya, Hong Kong menjadi koloni Kerajaan Inggris.
Menyewa Hong Kong
Namun Perjanjian Nanking tidak menyelesaikan perselisihan perdagangan opium. Akibatnya, konflik kembali meningkat menjadi Perang Opium Kedua. Penyelesaian konflik tersebut adalah Konvensi Peking pertama, yang diratifikasi pada 18 Oktober 1860. Hasilnya adalah Inggris mengakuisisi bagian selatan Semenanjung Kowloon dan Pulau Stonecutters (Ngong Shuen Chau).
Inggris semakin khawatir tentang keamanan pelabuhan bebas mereka di Hong Kong Britania selama paruh kedua abad ke-19. Wilayah itu adalah pulau terpencil, dikelilingi oleh wilayah yang masih berada di bawah kendali Tiongkok. Maka pada tanggal 9 Juni 1898, Inggris menandatangani perjanjian dengan Tiongkok untuk menyewa Hong Kong, Kowloon, dan "New Territories". Teritori baru itu mencakup sisa Semenanjung Kowloon di utara Boundary Street, lebih banyak wilayah di luar Kowloon hingga ke Sungai Sham Chun, dan lebih dari 200 pulau terpencil.
Gubernur-gubernur Inggris di Hong Kong mendesak kepemilikan langsung. Tapi meski telah melemah akibat Perang Tiongkok-Jepang pertama, Kekaisaran Tiongkok menolaknya. Sewa yang mengikat secara hukum itu pun berlaku selama 99 tahun.
Pertimbangan untuk berhenti menyewa Hong Kong
Beberapa kali pada paruh pertama abad ke-20, Inggris mempertimbangkan untuk melepaskan sewa ke Tiongkok. Pasalnya, Hong Kong sudah tidak memiliki kepentingan lagi bagi Inggris. Namun pada tahun 1941, Jepang merebut Hong Kong. Presiden AS Franklin Roosevelt mencoba menekan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill untuk mengembalikan pulau tersebut ke Tiongkok.
Pada akhir Perang Dunia II, Inggris masih menguasai Hong Kong. Di saat yang sama, Amerika terus menekannya agar mengembalikan pulau itu ke Tiongkok.
Pada tahun 1949, Tentara Pembebasan Rakyat yang dipimpin oleh Mao Zedong mengambil alih Tiongkok. Saat itu Barat takut bahwa Komunis akan mendapatkan posisi spionase yang sangat berharga, terutama selama Perang Korea. Meskipun “Gang of Four” mempertimbangkan pengiriman pasukan ke Hong Kong pada 1967, mereka akhirnya tidak menuntut kembalinya Hong Kong.
Persiapan menuju penyerahan Hong Kong ke Tiongkok
Pada 19 Desember 1984, Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan Perdana Menteri Tiongkok Zhao Ziyang menandatangani Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris. Inggris setuju untuk mengembalikan, tidak hanya New Territories, tetapi juga Kowloon dan British Hong Kong ketika masa sewa habis.
Menurut ketentuan deklarasi tersebut, Hong Kong akan menjadi wilayah administratif khusus di bawah Republik Rakyat Tiongkok. Hong Kong diharapkan dapat menikmati otonomi tingkat tinggi di luar urusan luar negeri dan pertahanan. Untuk jangka waktu 50 tahun setelah berakhirnya masa sewa, Hong Kong tetap menjadi pelabuhan bebas dengan wilayah pabean terpisah. Hong Kong juga dapat mempertahankan pasar untuk pertukaran bebas. Warga Hong Kong dapat terus mempraktikkan kapitalisme dan kebebasan politik yang dilarang di Tiongkok daratan.
Setelah perjanjian tersebut, Inggris mulai menerapkan tingkat demokrasi yang lebih luas di Hong Kong. Pemerintahan demokratis pertama di Hong Kong dibentuk pada akhir tahun 1980-an, terdiri dari daerah pemilihan fungsional dan pemilihan langsung. Stabilitas perubahan tersebut menjadi diragukan setelah insiden Lapangan Tiananmen (Beijing, Tiongkok, 3-4 Juni 1989). Dalam insiden itu, sejumlah mahasiswa yang melakukan protes dibantai. Setengah juta orang di Hong Kong melakukan unjuk rasa untuk memprotes.
Penyerahan kendali Hong Kong ke Tiongkok
Pada tanggal 1 Juli 1997, sewa pun berakhir. Pemerintah Inggris mengalihkan kendali atas Hong Kong Britania dan wilayah sekitarnya ke Republik Rakyat Tiongkok.
Ada permasalahan hak asasi manusia dan keinginan Beijing untuk mendapatkan kontrol politik yang menyebabkan perselisihan. Namun, transisi dari Inggris ke Tiongkok kurang lebih berjalan mulus.
Meskipun Republik Rakyat Tiongkok menolak demokratisasi Hong Kong, wilayah tersebut menjadi sangat menguntungkan. Hong Kong baru menjadi kota metropolitan besar setelah pendudukan Inggris. Dan selama 150 tahun pendudukan, kota ini tumbuh dan berkembang. Saat ini, Hong Kong dianggap sebagai salah satu pusat ekonomi dan pelabuhan perdagangan paling signifikan di dunia.