Hongwu, Kisah Kepemimpinan Penguasa Paranoid di Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Senin, 13 November 2023 | 20:00 WIB
Hongwu berhasil merebut Kekaisaran Tiongkok dari tangan penguasa Mongol. Sebagai kaisar dan pendiri Dinasti Ming, ia mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan seni yang pesat. (National Palace Museum, Taipei)

Pejabat yang berbeda pendapat akan dihukum atau dieksekusi dengan kejam. Untuk memastikan kendali Hongwu menyebar jauh melampaui ibu kota, pemerintah provinsi diatur ulang. Anggota keluarga kekaisaran ditempatkan sebagai kepala pemerintahan provinsi. Pada saat yang sama, pemerintah daerah diberi otonomi yang cukup. Mereka dapat menciptakan keseimbangan kekuasaan dengan para kepala daerah dan memastikan tidak ada seorang pun yang berani menantang kaisar.

Kebijakan lain yang dilakukan oleh Hongwu termasuk penyusunan kode hukum yang kejam (Da Ming lu atau Pernyataan Besar). Kewajiban tanah dan pajak didaftarkan dengan cermat, dinas militer turun-temurun terus diberlakukan, perdagangan internasional dibatasi, dan sistem upeti dijalankan lagi.

Berkurangnya perdagangan internasional menyebabkan pertanian menjadi fokus kebijakan ekonomi pemerintah.

Hongwu pun mendukung pembelajaran bagi semua orang. Ia mempromosikan sekolah-sekolah lokal untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tahun 1370, Hongwu memperkenalkan kembali sistem ujian pegawai negeri tradisional. Sistem ini menjadi jalur penting kemajuan sosial di Tiongkok pra-Mongol dan terus berlanjut hingga abad ke-20. Mengenai seni, perkembangan hanya akan terjadi di bawah penerus Hongwu tetapi dia mendirikan akademi seni lukis di Nanjing.

Berkuasa dalam ketakutan dan paranoia

Ia dikenal sebagai pemimpin yang paraniod. Hongwu tidak memiliki keraguan untuk menghukum para pejabatnya, seperti yang diilustrasikan oleh kutipan yang dikaitkan dengannya.

“Di pagi hari saya menghukum beberapa orang. Pada malam hari orang lain melakukan kejahatan yang sama. Saya menghukum ini di malam hari dan di pagi hari ada pelanggaran. Meski jenazah orang pertama belum disingkirkan, orang lain sudah mengikuti jejak mereka. Siang malam saya tidak bisa istirahat,” dikutip oleh Brinkey di Almanac of World History.

Namun, seiring berjalannya waktu, Hongwu menjadi semakin tidak menentu dan paranoid. Hukuman rutin dan pembersihan birokrasi kekaisaran dilakukan. Peristiwa yang paling terkenal adalah pada tahun 1376 ketika beberapa ribu pejabat dieksekusi. Mereka dituduh salah mengelola pajak gandum.

Siapa pun yang merasa keberatan dengan bias kaisar terhadap agama Buddha akan diperlakukan serupa.

Sejak tahun 1380 terjadi pembersihan yang lebih besar yang menyebabkan 15.000 pejabat dan kerabatnya dieksekusi. Saat itu Hongwu mengira dia telah mengetahui rencana pembunuhan yang dilakukan oleh kanselirnya, Hu Weiyong. Pembersihan tersebut, yang dimulai dengan eksekusi kanselir, berlangsung selama lebih dari satu dekade. Ia membasmi siapa pun yang memiliki hubungan sekecil apa pun - nyata atau khayalan - dengan Weiyong.

Kematian dan peninggalan Kaisar Hongwu

Hongwu memiliki 26 putra. Ahli warisnya yang dipersiapkan dengan cermat adalah putra pertamanya Zhu Biao. Sayangnya, kematian dini Biao pada tahun 1392 menyebabkan perombakan hierarki istana yang menimbulkan konsekuensi yang mengerikan.

Ketika Hongwu meninggal pada tahun 1398, ia digantikan oleh pilihan keduanya sebagai pewaris, putra sulung Biao, Zhu Yunwen (Kaisar Jianwen). Cara ini menjadi metode yang digunakan Dinasti Ming untuk memilih pewaris takhta; putra tertua permaisuri berada di urutan pertama. Jika dia meninggal sebelum menjabat, putra sulungnya akan mewarisi.

Kaisar Jianwen tidak bertahan lama karena putra kedua Hongwu, yang dikenal sebagai Pangeran Yan, memiliki ambisinya sendiri dan tidak suka jika diabaikan. Setelah perang saudara selama 3 tahun, putra kedua ini menjadi kaisar Chengzu, alias Kaisar Yongle. Di masa pemerintahan Kaisar Yongle, Dinasti Ming mengalami perkembangan pesat yang dicatat dalam sejarah Kekaisaran Tiongkok.