Nationalgeographic.co.id—Kaisar Jianwen (memerintah 1398-1402) adalah penguasa kedua dari Dinasti Ming di Kekaisaran Tiongkok. Alih-alih memerintah dalam waktu yang lama, ia justru menghilang tanpa jejak saat masih berkuasa.
Setelah perang saudara dan hilangnya Jianwen secara misterius, pamannya mengambil alih takhta dan memerintah sebagai Kaisar Yongle.
Meski hanya memimpin dalam waktu singkat, Jianwen mungkin adalah seorang penguasa yang berakal sehat. Ia berusaha membalikkan hukum dan perlakuan keras terhadap pejabat yang menjadi ciri pemerintahan kakeknya, Kaisar Hongwu (memerintah 1368-1398).
26 putra kaisar di Dinasti Ming Kekaisaran Tiongkok, siapa yang jadi ahli waris?
Dinasti Ming didirikan oleh Kaisar Hongwu pada tahun 1368. Secara tidak langsung, ia menjadi pemicu keributan di istana Kekaisaran Tiongkok mengenai siapa yang harus menjadi penerusnya.
Hongwu memiliki 26 putra dan pewaris yang dipersiapkan dengan cermat adalah putra pertamanya, Zhu Biao. Masalahnya adalah sang ahli waris meninggal sebelum waktunya pada tahun 1392. Bukannya memilih putra sulung keduanya, Hongwu justru memilih putra sulung Zhu Biao.
Kebijakan ini menjadi pertentangan di istana saat itu. Putra sulung permaisuri akan mewarisi takhta. Dan jika dia meninggal sebelum naik takhta, haknya akan diberikan kepada putra sulungnya. Akibatnya, ketika Hongwu meninggal pada tahun 1398, ia digantikan oleh cucunya Zhu Yunwen (alias Huidi, lahir 1377).
Baru berusia 21 tahun, penguasa baru di Kekaisaran Tiongkok itu mengambil nama pemerintahan Kaisar Jianwen, yang berarti kesopanan.
Perang Saudara dengan Pangeran Yan di Kekaisaran Tiongkok
Sayangnya bagi kaisar baru, kebijakan kakeknya untuk melompati satu generasi tidak disambut baik oleh semua orang. “Yang paling menentang adalah putra kedua Hongwu, yang dikenal sebagai Pangeran Yan,” tulis Mark Cartwright di laman World History Encyclopedia.
Sebagai pangeran yang ambisius, Yan menunjukkan dirinya sebagai komandan militer yang cakap dalam serangan melawan Mongol. Ia menginginkan takhta untuk dirinya sendiri. Menariknya, klaim sang pangeran didukung oleh pasukan besarnya yang ditempatkan di provinsi timur laut Tiongkok. Pasukan itu berfungsi untuk melindungi wilayah sekitar Beijing.
Sang pangeran ambisius makin meradang setelah Jianwen memutuskan untuk menghapus gelar pangeran dari putra kaisar, termasuk Pangeran Yan. Mantan pangeran tersebut mulai menghasut pemberontakan dan mempertanyakan legitimasi Jianwen untuk memerintah. Ia juga menyebarkan desas-desus bahwa kaisar muda tersebut terlalu dipengaruhi oleh pejabat yang korup dan mementingkan diri sendiri.