Sejarah Dunia Kuno: Bagimana Perang Zaman Perunggu Berlangsung?

By Tri Wahyu Prasetyo, Minggu, 19 November 2023 | 10:30 WIB
Kromolitograf di kuil Ramses II di Thebes, yang menunjukkan Ramses mengalahkan orang-orang Cheta pada tahun 1269 SM. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Peperangan adalah bagian dari sejarah yang telah memainkan peran penting dalam perkembangan manusia. Ketika manusia membentuk peradaban awal di sepanjang Lembah Sungai Nil dan Bulan Sabit Subur sekitar tahun 3100 SM, perang menjadi lebih rumit.

Konflik kekerasan pada masa Paleolitikum dan Neolitikum terbatas pada pertempuran kecil. Umumnya terjadi antara kelompok pemburu-pengumpul hewan atau desa-desa yang bersaing untuk lahan pertanian.

Namun, setelah munculnya peradaban dan Zaman Perunggu, penguasa kerajaan dan kekaisaran mampu mengirim ratusan atau ribuan orang untuk berperang.

Selain berkembangnya skala peperangan, teknologi juga maju pada Zaman Perunggu, termasuk senjata perunggu, kereta perang, busur, dan taktik gabungan dalam pertempuran

Sejarawan Jared Krebsbach, dilansir dari laman The Collector, menjelaskan bahwa sifat peperangan pada Zaman Perunggu “menjadi cikal bakal sejarah Timur Dekat pada awal Zaman Besi.”

Zaman Perunggu di Timur Dekat

Belati tembaga Het, Zaman Perunggu Pertengahan (2100-1550 SM). (British Museum)

Budaya Zaman Perunggu di Timur Dekat berbasis di enam wilayah geografis: Mesir, Levant/Suriah-Palestina, Anatolia, Mesopotamia, dan Mediterania Timur.

Budaya dan kerajaan di wilayah geografis ini memiliki kontak terbatas satu sama lain selama Abad Perunggu Awal dan Pertengahan. Meskipun demikian, gagasan-gagasan menyebar di sepanjang rute perdagangan.

Peperangan masih relatif sederhana hingga ide-ide teknologi baru mulai menyebar ke seluruh wilayah pada Zaman Perunggu Pertengahan (sekitar 2100-1550 SM).

“Penemuan seperti roda dan domestikasi kuda digunakan untuk kepentingan non-militer dan militer, sementara kerajaan-kerajaan mulai mengkonsolidasikan wilayah geografis yang lebih luas untuk menjadi kerajaan,” jelas Krebsbach.

Sistem Zaman Perunggu Akhir

Pada tahun 1550 SM, sejumlah negara besar telah terbentuk di Timur Dekat yang memiliki kontak langsung satu sama lain. Para ahli modern sering menyebut sistem Zaman Perunggu Akhir (sekitar 1550-1200 SM) ini sebagai "Klub Kekuatan Besar", meskipun keanggotaannya berubah-ubah.

Mesir, Babilonia Kassite, Hatti (Het), dan Mitanni adalah negara-negara anggota awal. Alyshia (Siprus)  kemudian menyusul bergabung dan Asyur menggantikan Mitanni. Negara Anatolia, Arzawa, kadang dianggap juga sebagai Kekuatan Besar.

Di sisi lain, negara-negara yang tidak menjadi anggota tetapi berpengaruh termasuk Kreta Minoan, Yunani Mycenaean, dan Elam.

Para sarjana modern mengetahui tentang sistem ini berkat banyaknya sumber tertulis dari era tersebut yang telah ditemukan.

Inovasi Peperangan Zaman Perunggu Akhir

Replika kereta kuda gaya Anatolia, Zaman Perunggu Awal hingga Pertengahan (3100-1550 SM). ( via British Museum)

Pasukan-pasukan dari Zaman Perunggu Akhir di Timur Dekat menggunakan senjata dan taktik yang serupa. Kereta perang menjadi elemen yang menonjol dan inspiratif karena diacu dalam sumber-sumber utama.

Banyak teks kuno, gambaran artistik, dan bagian-bagian kereta perang yang masih tersisa telah membantu para sarjana modern dalam merekonstruksi mesin perang kuno ini.

Namun demikian, Krebsbach menerangkan, posisi kereta perang dalam sejarah sering kali disalahpahami. Tentara Zaman Perunggu tidak menggunakan kereta perang karena lebih efektif atau efisien dibandingkan dengan kavaleri; sebaliknya, kavaleri yang lebih banyak digunakan.

“Regu kereta mengambil lebih banyak sumber daya daripada kavaleri, dan seekor kuda jauh lebih bisa bermanuver daripada kereta, tetapi dalam hal pengembangan, kereta menjadi yang utama karena beberapa alasan,” jelas Krebsbach.

Kuda-kuda pada Zaman Perunggu Akhir umumnya berukuran lebih kecil dan oleh karena itu tidak cocok untuk kavaleri. Selain itu, inovasi yang memungkinkan kavaleri, seperti pelana dan sanggurdi, belum ditemukan.

Busur Komposit, Pedang Sabit, dan Zirah

Busur komposit adalah senjata lain yang kemungkinan besar berasal dari padang rumput Eurasia. Senjata ini kemudian menyebar ke Timur Dekat pada Zaman Perunggu.  Busur ini baru masuk ke Mesir pada Zaman Perunggu Akhir.

Pedang sabit Asyur, Akhir abad ke-14 hingga awal abad ke-13 SM: masa pemerintahan Adad-nirari I (sekitar 1307-1275 SM). ( via Met Museum)

Senjata Zaman Perunggu lainnya yang terkenal di Mesir adalah pedang sabit atau khepesh. Meskipun melekat dengan Mesir, pedang ini digunakan oleh pasukan infanteri di seluruh Timur Dekat.

Sementara senjata-senjata ofensif ini berkembang, tentara di Timur Dekat juga mengembangkan zirah yang lebih baik. Sebagian besar baju besi pada Zaman Perunggu Akhir terbuat dari kulit dan/atau perunggu.

Sejarah Dunia Kuno: Pertempuran Kadesh

Konflik militer antara bangsa Het dan Mesir untuk menguasai Levant dimulai pada abad ke-15 SM, namun semakin memanas pada abad ke-13.

Sebelum abad ke-13, Kerajaan Mitanni juga berada di wilayah ini, namun setelah dihancurkan pada pertengahan abad ke-13, hanya bangsa Het dan Mesir yang tersisa.

Raja Het, Muwatalli II (memerintah sekitar 1295-1272 SM) memperluas kekaisarannya dari Anatolia tengah ke selatan ke Levant. Tak mau kalah, raja Mesir, Ramses II "Yang Agung" (memerintah sekitar 1290-1224 SM) juga mengambil sikap agresif terhadap Syam.

Kedua belah pihak bertempur pada tahun kelima pemerintahan Ramses di dekat kota Kanaan bernama Kadesh.

“Pertempuran Kadesh adalah pertempuran yang didokumentasikan paling baik sebelum Pertempuran Marathon dan merupakan catatan paling awal dan terperinci dari sebuah pertempuran,” jelas Krebsbach.

Ada enam versi bahasa Mesir dari pertempuran tersebut yang tertulis di dinding empat kuil Mesir, yang kemudian disalin ke papirus. 

Setiap prasasti kuil disertai dengan relief bergambar, yang telah “membantu para sarjana modern mempelajari lebih lanjut tentang sifat peperangan Zaman Perunggu Akhir.”