Tulang Manusia Ditumbuk untuk Membuat Roti di Prancis Abad ke-16

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 25 November 2023 | 12:00 WIB
Roti adalah makanan utama bagi orang-orang miskin di Prancis abad ke-15 hingga abad ke-16. (Via FACTS)

Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah manusia, ada beberapa kisah yang begitu aneh sehingga melampaui fiksi paling liar. Salah satu kisah tersebu adalah kisah suram abad ke-16 di Prancis. Untuk mengatasi kelaparan, mereka menggiling tulang-tulang manusia menjadi 'tepung' untuk pembuatan roti.

Di Prancis roti menjadi salah satu makan utama mereka. Pada abad ke-15 dan ke-16, rata-rata orang di Prancis makan antara 0,75 hingga 1,25 kilogram roti per hari.

Orang kaya juga menikmati daging dan dua liter anggur setiap hari. Namun bagi orang miskin, roti merupakan mayoritas makanan mereka. Jadi, ketika gandum langka, orang Prancis terancam kelaparan.

Keputusasaan dalam Pengepungan: Asal-usul Roti Tulang

Paris telah mengalami banyak pengepungan sepanjang sejarahnya yang panjang. Bangsa Viking mengepung kota ini pada tahun 845. Pada tahun 1429, Charles VII dan Joan of Arc, dan pada tahun 1870, Prusia.

Selama masa-masa penghematan ini, warga Paris terpaksa memakan segala sesuatu mulai dari kuda militer hingga tikus jalanan bahkan hewan kebun binatang. Namun demikian, tindakan warga dalam memperoleh makanan paling mengerikan terjadi setelah kematian Raja Henri III, sekitar tahun 1589.

Sepupu jauhnya, Henri III dari Navarre, adalah pewaris takhta Prancis. Namun, meskipun telah dibaptis secara Katolik, Raja Navarre dibesarkan sebagai seorang Protestan.

Dilansir dari laman Atlas Obscura, Emily Monaco mengatakan, pada saat itu, “Prancis berada dalam pergolakan Perang Agama, sebuah periode perselisihan berkepanjangan antara Protestan dan Katolik yang berlangsung selama 36 tahun.”

Tidak hanya durasinya yang berkepanjangan, tetapi Perang Agama Prancis juga terkenal karena intensitasnya dan dampak yang merusak pada masyarakat. Perang ini memakan korban hingga sekitar tiga juta jiwa. 

Liga Katolik adalah lawan utama yang kuat. Mereka adalah kelompok anti-protestan yang bersekutu dengan Kerajaan Spanyol. Setidaknya, butuh empat tahun bagi Henri untuk dapat merebut takhta.

Setelah kemenangannya melawan Liga pada Pertempuran Ivry, Henri bergerak menuju Paris. Di tengah-tengah pasukannya yang semakin mendekat, para petani meninggalkan tanah mereka dan berlindung di dalam kota–sebuah keputusan yang akan mereka sesali.

“Henri menguasai beberapa kota terdekat, termasuk Nogent-sur-Seine dan Provins, yang membahayakan pasokan makanan Paris,” jelas Emily, “Henri juga membakar semua kincir angin, yang pada dasarnya membuat warga Paris tidak bisa memproduksi roti.”

Pada tahun 1590, seluruh kota Paris telah dikepung oleh Tentara Kerajaan Prancis. Pengepungan kota adalah strategi umum yang digunakan dalam peperangan pada masa itu.

“Pengepungan ini bertujuan untuk membuat kota tersebut kelaparan dan tunduk, sebuah taktik yang berujung pada tindakan putus asa,” tulis Joanna Gillan, dilansir pada laman Ancient Origins.

Pada bulan Mei, warga Paris kelaparan. Penduduk setempat memakan kuda dan bagal, diikuti oleh anjing dan kucing peliharaan. Mereka kemudian beralih ke rumput taman. Pada akhirnya, pada bulan Agustus, penduduk Paris beralih ke roti tulang.

Pada masa-masa sulit ini, Pierre de L'Estoile, seorang juru tulis Parlemen Prancis, mencatat keputusan mengerikan yang dibuat oleh warga Paris.

Patung Pierre de l'Estoile. (Harmonia Amanda/Wikimedia Commons)

Ketika persediaan makanan menipis, sebuah majelis mengusulkan solusi yang mengerikan: menggiling tulang belulang dari rumah pemakaman orang-orang tak berdosa menjadi tepung dan memanggang roti darinya.

Didorong oleh rasa lapar yang luar biasa, rencana itu dilaksanakan, tetapi dengan hasil yang tragis. L'Estoile mencatat bahwa mereka yang memakan 'roti tulang' ini menemui ajalnya, bukan karena kelaparan, tapi karena solusi yang mereka harapkan dapat menyelamatkan mereka.

Misteri Kematian oleh Roti Tulang

Denah Makam, digambar oleh IGC (Inspeksi Générale des Carrières) pada tahun 1857. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Mengapa mereka yang memakan 'roti tulang'? Pertanyaan ini telah membingungkan para sejarawan dan ilmuwan. 

Beberapa orang berspekulasi bahwa zat beracun seperti arsenik, atau trauma psikologis akibat mengkonsumsi jasad manusia, berkontribusi pada kematian tersebut. Namun, penjelasan yang lebih mungkin terletak pada kekurangan nutrisi dan sifat anorganik tulang manusia.

“Tulang manusia kaya akan mineral seperti kalsium namun kekurangan nutrisi penting dan kalori,” jelas Joanna. “Mengkonsumsi tulang sebagai sumber makanan utama dapat menyebabkan masalah pencernaan yang parah, termasuk penyumbatan usus, yang dalam konteks populasi yang sudah lemah, terbukti berakibat fatal.”

Sebuah rumah pemakaman di Pemakaman Saints Innocents, Paris. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Menariknya, pada awal abad ke-19, pemahaman tentang kekayaan mineral tulang telah mengubah penggunaannya. 

Setelah Perang Napoleon, tulang-tulang tentara dan kuda yang gugur dari Pertempuran Waterloo dikumpulkan, digiling, dan digunakan sebagai pupuk, bukan makanan. Hal ini adalah bentuk dari kesadaran akan kandungan mineral tulang yang kaya.

Sementara kisah tragis tentang roti tulang Paris tetap menjadi bagian yang kelam, sebuah warisan yang aneh terus berlanjut di Inggris. Di Gloucestershire, muncul jenis roti yang dikenal sebagai 'Roti Tulang'.

Berbeda dengan di Prancis, roti tersebut dinamai bukan karena bahan-bahannya, melainkan karena para pemulung tulang belulang di sepanjang Sungai Severn pada tahun 1860-an.