Kisah Marie Louise, Istri Kedua Napoleon Bonaparte yang Tragis

By Tri Wahyu Prasetyo, Selasa, 5 Desember 2023 | 10:05 WIB
Potret Marie Louise, Adipati Parma dan Piacenza. (Giovanni Battista Borghesi/Galleria nazionale di Parma )

Melihat hal ini, Langkah-langkah drastis diperlukan untuk mencegah keruntuhan monarki Habsburg, dan wilayahnya agar tidak disatukan ke dalam kekaisaran Prancis.

Betapapun tidak menariknya pilihan untuk menikah dengan Napoleon, Marie Louise tahu bahwa ia harus menjalankan tugasnya demi kebaikan negara. 

Pada 11 Maret 1810,Marie Louise akhirnya menikah. Napoleon menunjuk pamannya, Archduke Charles, untuk menggantikannya di altar Gereja Augustinian, sebelah Istana Hofburg di Wina.

Pernikahan Napoleon I dan Marie Louise. (Georges Rouget/ Palace of Versailles )

Pada tanggal 20 Maret 1811, Marie Louise melahirkan raja Roma, pewaris laki-laki yang sangat diharapkan. Sementara Napoleon bersukacita, negara-negara seperti Austria, Rusia, Prusia, dan Inggris merencanakan kematiannya. 

Inggris sangat marah karena Austria telah menciptakan aliansi dengan Prancis dengan menikahkan Marie-Louise dengan Napoleon. Namun, pada akhir 1813, mereka menyadari kebijaksanaan strategi Metternich.

Dengan adanya Marie Louise dan bayinya, kaisar Prancis mulai mengabaikan urusannya. Waktu tak berpihak padanya, terutama ketika ia melakukan kesalahan besar dengan menginvasi Rusia pada Juni 1812.

Napoleon naik pitam ketika mendengar pelanggaran Tsar Aleksandr yang mengizinkan  kapal-kapal dan barang-barang Inggris masuk ke Baltik.

Dalam waktu enam bulan, operasi militer Napoleon di Rusia menyebabkan jumlah pasukannya yang awalnya hampir mencapai satu juta orang, berkurang drastis menjadi hampir 120.000. Selain itu, hancurnya aliansi antara Austria dan Prancis juga menjadi bencana besar bagi pemerintahan Napoleon.

Ayah Marie-Louise, Kaisar Franz, bergabung dengan Rusia untuk berperang melawan menantunya. Pada bulan Maret 1814, Marie Louise berdiri sendiri sebagai penguasa sementara Prancis. Ia harus segera memutuskan apakah harus menghadapi ayahnya dan sekutunya–yang siap untuk berbaris ke Paris–atau melarikan diri ke Lembah Loire.

Sayanganya, Jay menjelaskan, keberanian dan kepahlawanannya tidak akan menolongnya. Terpisah dari Napoleon, ia dan putranya terpaksa kembali ke Wina sebagai pengungsi.

“Setelah melalui perjuangan yang keras, Marie Louise akhirnya mendapatkan wilayah Parma, Piacenza, dan Guastalla yang dijanjikan oleh sekutu untuk mengamankan pengunduran diri suaminya.”